Mandang Mantan Calon Pacar

1.1K 179 135
                                    

Aksa menyeringai dengan nafas ngos-ngosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aksa menyeringai dengan nafas ngos-ngosan. Waktunya bermain kawan. Aksa berjalan dengan angkuhnya membelah kerumunan di depan salah satu kelas 12. Masuk ke dalam kelas, alis Aksa menukik tajam saat mencari si korban.

Mengacuhkan tatapan heran, Aksa menumpukan kedua tangannya di meja seorang gadis yang tak melihat keberadaannya. Berdehem, akhirnya si korban pun menyadari eksistensinya. Satu kata untuk si korban, enggak cantik-cantik amat. Kenapa? Mau protes? Enggak usah, Aksa enggak peduli.

“Minta waktunya Kak.” Aksa menegakkan tubuhnya masih menatap korban barunya.

“Loh, Kas, ngapain kamu di sini?” tanya seseorang yang dikenal Aksa dari belakang.

Aksa memutar bola matanya jengah, lalu membalikkan badannya menghadap Angga, kakak kelasnya yang selalu seenaknya memanggil dirinya Kas. “Gue enggak suka ya, lo panggil Kas!” Mata Aksa memicing. Bukannya takut Angga malah tertawa geli.

“Kas, Kas, Kas, uang Kas, si Aksa tara mayar uang kas.” Dengan sengaja Angga menyanyikan itu seenaknya bahkan badannya bergoyang-goyang layaknya penari andal.

Aksa mendengus, tetapi tak ayal dia pun tertawa dengan kelakuan kakak kelasnya itu. “Sialam!” umpat Aksa dipelesetkan yang disambut tawa Angga.

Masih dengan sisa tawanya, Angga bertanya, “Ngapain kamu teh di sini? Nyumput, nya?”

Aksa tertawa, tak menyadari para kaum hawa yang terhipnotis dengan suara tawanya. Mendrama sekali kesannya, padahal Aksa sadar, tapi enggak bilang-bilang. “Gue nafas dulu,” kata Aksa sambil mencoba menghentikan tawanya.

Angga terkekeh. “Aya-aya wae kamu mah. Dede tuh di luar.”

Mendengar posisi orang yang mengejarnya justru membuat Aksa tergelak bahkan sampai membungkukkan badannya meredakan nyeri pada perutnya. Setelah kejar-kejaran dan tertawa itu membuat sedikit keram perut ternyata.

Angga menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lagian kamu teh, tiap hari kejar-kejaran sama Dede. Bayar atuh uang kasnya. Kasihan itu dia masih cari-cari kamu.”

Angga memang melihat Dede sesaat setelah Angga keluar dari kamar mandi. Dede dengan tubuh suburnya berlari-lari dengan meneriaki nama Aksa. Bukan sekali dua kali remaja laki-laki itu terlibat aksi kejar-kejaran dengan Aksa. Hampir satu sekolah tahu tabit Aksa yang susah bayar uang kas.

Aksa menegakkan tubuhnya masih dengan sisa tawa yang tercetak di wajah tampannya, lantas berkata, “Jangan kasihan sama Dede, badannya aja udah gede. Lagian apa faedahnya sih, bayar uang kas? Heran gue.”

“AKSA!”

“APA SAYANG!” sahut Aksa balas berteriak, hafal sekali Aksa dengan teriakan Dede yang membahana.

Angga terkekeh. “Udah atuh, bayar sana.”

Aksa menurut, remaja laki-laki itu melangkahkan kakinya menunggu Dede mendekatinya. Benar saja, Dede kini sudah berdiri di depan Aksa bahkan mendelik sebal saat melihat orang yang dicari-carinya tengah bertolak pinggang tampak santai.

AiRaksa ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang