Beneran Bucin, Nih!

256 60 34
                                    

Aira turun dari motornya, melepas jas hujan yang dipakainya, lalu mengusap wajahnya yang dihiasi tetesan-tetesan air hujan sore itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aira turun dari motornya, melepas jas hujan yang dipakainya, lalu mengusap wajahnya yang dihiasi tetesan-tetesan air hujan sore itu. Sebelumnya, Aira mendapatkan pesan dari nomor yang tak dikenal mengatakan bahwa Aksa sedang di rumah sakit, ketika Aira menanyakan siapa si pengirim, si pengirim justru mengirim alamat rumah sakit kepadanya. Alhasil setelah berdiskusi dengan pikiran dan perasaannya, Aira pun memilih menerjang air hujan untuk menghilangkan rasa penasaran yang didominasi rasa kekhawatiran. 

Mengenakan sweater kebesaran dan celana kulot panjang lengkap dengan rambut acak-acakan, Aira berdiri kebingungan di lobi rumah sakit. Menjadi pusat perhatian membuat Aira ingin menangis dan pulang, saat Aira akan berbalik untuk menghampiri motornya, Vino yang baru turun dari mobilnya menghentikan langkah Aira. Disusul anggota raksa lainnya.

“Ra, ngapain kamu di sini?” Angga celingukan. “Mita mana?” tanya Angga dengan muka polos minta ditaboknya dan dengan senang hati Deon merealisasikannya.

Plakk

Deon menabok Angga saking kesalnya.
Bucin boleh, tapi liat kondisi juga! Anak orang udah kaya anak ilang gitu, malah ditanyai keberadaan pacarnya, kan kebodohan yang mencemarkan kualitas kepintaran keluarga besar, namanya.

Alex yang tengah menyeruput susu kotaknya melirik kakaknya yang terlihat sibuk dengan ponselnya. “Lo ke sini karena dapet pesan juga, kan. Ikut kita aja.” Alex menaikkan sebelah alisnya melihat kakaknya itu memasukkan kembali ponselnya.

Aira menatap mereka satu persatu. “Gue balik aja,” putus Aira merasa gamang.

“Lo kira-kira dong, Sa!”

Mendengar nada tinggi dari Vino, semuanya langsung menatap ke arahnya yang kini menempelkan ponsel di telinga tanpa mengalihkan pandangannya dari Aira.

“Di mana ruangannya?”

Vino menghela nafas sebelum menghampiri Aira. “Lo segininya sama si Aksa, Ra.” Terselip nada getir di sana.

Aira terdiam.

Melihat keterdiaman Aira, Vino membuang muka dan berkata, “Sorry.” Vino sadar tidak seharusnya kecemburuannya dia limpahkan pada Aira, tetapi Vino juga manusia ada kalanya dia merasa perlu meluapkan perasaannya.

Vino melangkah tanpa berkata apa-apa lagi. Angga diseret Deon untuk mengikutinya, Brian melirik Agil seolah berkata Aira kini tugasnya, sedangkan Alex menepuk bahu Aira sekilas sebelum mengikuti langkah Brian. Tersisa Agil dan Aira yang masih bergeming di tempatnya.

Di antara anggota raksa yang lain, Agil memang lebih bisa diandalkan jika urusan perempuan. Pribadinya yang lebih bisa menerima atau bahasa Inggrisnya open mind seolah menjadi daya tarik tersendiri untuk dipercayai, bukti nyatanya adalah Salsa yang lebih senang menempelinya, pribadinya itu juga lah yang sering kali menjadikan Agil pihak tersakiti. Agil bisa apa jika perempuan kebanyakan suka laki-laki bajingan, tidak sepertinya yang baik hati dan tampan. Nah kan! Dikasih lapak malah ngelunjak! Dasar Agil!

Dengan segala basa-basi busuknya, Agil bisa mengajak Aira nongkrong di kantin rumah sakit yang sudah jelas ada arah penunjuknya. Salahkan Vino yang tidak memberitahukan di mana kamar tujuan, atau salahkan hujan yang turut mendukung ia untuk berduaan. Aira boleh juga. Jangan salahkan sisi jahat Agil, Aksa duluan yang menikungnya, jika Aira mau, ya Agil tidak menolak. Kan! Semakin ngelunjak!

“Mau makan, enggak?” tanya Agil setelah mereka duduk berhadapan.

Aira menggeleng, dia merasa tidak senang sekarang. Agil mengangguk, dia mengeluarkan ponselnya yang bergetar dan terpampang nama Deon mengirim pesan. Agil terkekeh sejenak dan menghitung dalam hati. Benar saja, tak lama Aksa memunculkan kepalanya.
Tak menghiraukan Agil, Aksa mendudukkan dirinya di samping Aira. “Kak, lo enggak apa-apa?” tanya Aksa dengan nafas ngos-ngosannya. Tangannya yang nakal merapikan rambut Aira yang berantakan. “Maaf,” gumam Aksa saat merasakan tangan dingin Aira yang menyingkirkan tangannya.

Aira membuang muka. “Lo enggak sakit.”

Aksa mengerjap, Shit! Maki Aksa dalam hati, sadar sebelumnya Aira bahkan tidak ingin berteman dengan, dan apa yang dilakukannya bisa saja membuat Aira semakin yakin memintanya berjauhan. Apalagi Aksa tidak berpikir jika kakak kelasnya itu rela hujan-hujanan.

“Gue iseng, maaf. Gue enggak maksud buat lo kaya gini.”

“Nomor siapa?” tanya Aira sambil menggosok tangannya. Aksa dengan refleks langsung membawa kedua tangan Aira ke dalam genggamannya. “Nomor dokter,” jawab Aksa.

Aira mengerjap. “Dokter? Lo pinjem ponselnya?” Aksa meringis. Meniup tangan Aira, Aksa baru menjawab, “Iya.”

Aira tak mampu berkata-kata lagi, speechless pokoknya.

***

“Maaf.” Lagi-lagi Aksa meminta maaf.

Agil berdecak. “Ngapain lo kirim juga ke kita?” tanya Agil mewakili anggota raksa lainnya.

“Jijik banget gue,” sungut Deon yang masih dongkol kepada Aksa. Yang dibicarakan malah asyik berduaan, semakin dongkollah dia.

Aksa menatap teman-temannya seolah meminta jangan bertanya dan memaafkan keisengannya. “Sholat dululah,” kata Angga mengerti sambil bangkit dari senderannya.

Kini mereka berkumpul di ruang rawat Zack, dasar kelakuan, mentang-mentang ruang VVIP mereka semua seperti menganggap ruang tamu di rumah sendiri. Zack yang saat itu tengah tertidur, membuat mereka leluasa untuk melakukan apa saja. Contohnya dua bersaudara yang tadinya asyik main game online bersama Vino dan Angga.

Brian dan Alex melakukan stretching. “Ruangan lo, ya Vin.” Vino menangguk. Aksa menoleh. “Enggak di mesjid aja sekalian?” tanya Aksa.

“Di ruangan gue aja, biar si Angga jadi imam,” kata Vino yang dibalas acungan jempol Angga.

“Gil, bangun!” Alex mengguncang tubuh Agil yang tertidur dalam posisi duduk, Agil tak bergeming bahkan setelah Alex mendorongnya sampai terguling.

“Mau bangun sholat apa gue gotong solatin?” Mendengar itu Agil langsung terbangun, sedetik kemudian mengeluh pusing.

“Enggak bisa banget, liat gue tidur lo, Lex!” sungut Agil yang dibalas kekehan jahil Alex.

“Biar ke surga bareng, anjil!”

Agil mendengus sambil mengucek matanya. “Ya, tapi kan bisa gitu bangunin guenya santuy aja.”

“Ribut aja, keburu isya, nih,” sungut Deon yang telah berdiri di depan pintu.

“Vin, di ruangan lo ada mukena?” tanya Aksa yang membuat anggota raksa menatapnya.

“Enggak ada, lah.” Angga mengernyit, dia menatap Aksa dan Aira bergantian. Ada yang janggal! Melirik Vino, tapi doi enggak peka. Kan, Angga bingung jadinya. “Kak, lo lagi sholat enggak?”

Nah! Kan! Apa Angga pikir juga. Ingin berbicara, tapi Angga takut salah. Melirik Vino, sepertinya doi juga bingung. Aira menatap semuanya. Sepertinya ini waktunya, pikir Aira. Lantas, Aira menarik sesuatu di balik bajunya.

°°°
Apa coba? Apa? Entah🤧

Tertanda, cerita ini milik D

AiRaksa ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang