•••"Aku akan selalu ada untuk kamu. Saat kamu senang maupun susah, aku akan selalu ada disampingmu. Meskipun kamu tak pernah menyadarinya."
•••
Azraf tengah berada di kantor Mario, Papa tirinya. Ia kesana bersama Indah, Mama kandungnya. Entahlah, Papanya tadi menghubunginya untuk datang ke kantornya. Azraf juga tidak tahu, kenapa tiba - tiba Papanya itu menyuruhnya datang ke kantornya. Tak biasa menurutnya. Kalau Mamanya sudah bisa datang ke sana untuk mengantar makan siang. Tapi kalau dirinya 'kan tidak pernah. Untuk apa pula. Atau Papanya itu habis membentur sesuatu hingga lupa ingatan atau bagaimana.
"Assalamualaikum, Mas!" sapa Indah pada Mario dengan menampilkan senyuman hangatnya, kemudian mencium punggung tangan kanan Mario. Sedangkan Papanya itu balas mencium puncak kepala Indah dengan penuh cinta. Yah, setidaknya Azraf masih baik - baik saja disuguhi adegan manis seperti itu.
"Waalaikumsalam. Sini, sayang, Az. Papa mau ngomong sesuatu sama kalian. Tapi, sebelumnya tunggu rekan Papa dulu, ya." Indah dan Azraf pun duduk di sofa panjang bersama Mario.
"Ada apa sih, Mas?" tanya Indah pada suaminya itu yang sedang duduk bersender disebelahnya. Indah sendiri bingung dengan sikap suaminya hari ini. Tak biasanya ia seperti ini.
"Nanti kalian juga akan tau sendiri." balasnya santai kemudian menyesap kopi yang sudah berubah menghangat miliknya yang tadi dibawakan oleh OB kantornya.
"Kok cuma aku sama Azraf sih mas? Agam gak——"
"Gak. Kalian berdua aja cukup." potong Mario santai, tapi terkesan tegas. Membuat Indah maupun Azraf hanya mengangguk setuju. Azraf sendiri hanya diam. Mau bagaimana lagi. Ia juga tak menyangkal kalau hubungan Papanya dengan saudara tirinya itu memang kurang—atau mungkin lebih tepatnya tidak—harmonis.
"Permisi, Tuan. Tuan dan Nyonya Pramuditya sudah hadir." ucap sekretaris Mario.
"Baiklah, suruh mereka langsung masuk." tanggap Mario.
"Keluarga Puraditya?" Azraf kini angkat bicara. Tunggu, ia seperti pernah mendengarnya. Tapi dimana. Kenapa sekarang ia jadi kerap mudah melupakan sesuatu. Seingatnya, umurnya masih delapan belas tahun. Tapi kenapa ia sudah pikun? Tidak tidak. Lupakan saja pemikiran itu.
Ayahnya mengangguk meng-iya-kan. "Nanti kamu akan tau sendiri, Az." katanya sambil mengulum senyuman.
Tok tok tok!
Ceklek!
Terdengar suara ketukan dari pintu ruangan Mario. Lalu setelahnya, terlihat sepasang suami istri itu masuk kedalam ruang kerja Mario.
Sang suami dengan setelan jas kantor, yang terlihat gagah. Dan sang istri dengan dres dibawah lutut bercorak bunga - bunga, menampakkan perutnya yang membuncit. Pasangan yang cukup bahagia, bukan? Ah, melihatnya saja Azraf jadi ingin cepat - cepat menikah—ehh, tidak.
Indah membelalakkan matanya melihat sang istri rekan kerja suaminya itu. "Loh, Rika?" pekiknya sambil berdiri, lalu berjalan menuju Rika.
"Astaga, kamu dimana aja? Aduh, kita udah lama banget gak kontak - kontakan. Kangen tau, gak! Kamu pergi gak bilang - bilang lagi. Aku kan jadi kesepian." katanya sambil ber cipika - cipiki ria dengan Rika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstable✔
Teen FictionHanya tentang seorang gadis yang baru menginjakkan kaki di sekolah barunya, dan langsung berurusan dengan si penguasa sekolah. Erly tak tahu kenapa Agam begitu membencinya, sampai - sampai menjadikannya budak. Namun tampa mereka duga, perasaan itu s...