[27] : Truth

4.2K 219 0
                                    

•••

"Hati gue juga ada batasnya. Kalau hati gue gak pernah dihargai, jangan harap ada nama lo lagi di hati gue!"

••Hope••

Agam masih saja setia di samping Erly yang masih belum sadar. Hampir satu jam pingsan, tapi belum ada tanda - tanda Erly akan sadar.

Erly masih memejamkam matanya. Rapat. Sangat rapat. Hingga Agam meringis takut apa Erly tidak pegal memejamkan matanya terus - terusan. Takut kalau Erly tak akan bangun lagi. Jangan sampai.

Agam juga masih setia menggenggam tangan dingin Erly. Pandangannya masih tertuju pada gadis manis dihadapannya itu. Enggan hanya untuk sekedar mengalihkan atensinya pada sekitar.

"Gam, kita keluar dulu. Kalau Erly udah sadar, kabari kita." kata Azraf sambil menepuk pundak Agam pelan. Ia tahu, Agam pasti tengah merasa kecewa dengan dirinya sendiri yang tak bisa menjaga Erly. Tapi mau dibagaimanakan, Agam tak salah.

Agam hanya mengangguk menanggapi. Bibirnya terlalu kelu hanya untyk mengucapkan sepatah kata.

"Nanti kalau Erly sadar, jangan lupa kasih kabar si Revan. Gue gak yakin kalau dia gak bakal gampar lo, Gam." lanjut Restu.

"Ya udah. Kita keluar dulu." lanjut Arsya, lalu mereka semua keluar dari ruangan UKS satu persatu. Memberi Agam ruang untuk menjaga Erly yang tampak masih enggan membuka matanya.

Setelah semua keluar dari UKS, tinggallah Agam dan Erly berdua.

Agam masih saja tak ingin melepaskan genggaman tangannya pada Erly. Mencoba menyalurkan kekuatan pada gadis yang amat dicintainya itu.

"Er, bangun—" lirih Agam dengan suara bergetar. Baru kali ini Agam merasa sekhawatir ini. Sebelumnya ia tak pernah merasakan khawatir yang sedemikian beratnya.

Tak ada jawaban dari Erly. Hanya dengkuran halus yang terdengar.

"—maafin gue. Selama ini gue selalu bikin lo nangis. Gue gak pernah bikin lo ketawa. Gue emang gak berhak milikin lo, Er." kata Agam masih dengan menggengam tangan Erly.

Agam menghela napasnya panjang. Ia mengusap kepala Erly lembut. Penuh cinta. Penuh kasih sayang. Terlalu lembut karena takut melukainya.

"Gue sayang sama lo. Bangun demi gue." lirih Agam.

Tanpa Agam sadari, perlahan tapi pasti. Kedua kelopak mata Erly mulai bergerak, dan perlahan membuka.

"Nghh—"

"Er?" Agam sangat senang melihat Erly mulai membuka matanya.

"Gam," panggil Erly dengan suara yang masih lemah.

"Gue disini. Gak bakal ninggalin lo lagi. Jangan takut." kata Agam yakin.

Erly menyunggingkan senyumannya. Tanpa mereka berdua sadari, ada satu hati yang sangat terluka melihat mereka dari balik pintu UKS.

•••

Rahma dan Rizta saling pandang sejenak, lalu mereka mengalihkan kembali pandangannya pada Arsya yang masih tak berbicara sejak tadi keluar dari UKS. Keduanya sama - sama tau apa yang Arsya pikirkan sejak tadi. Namun mereka sama - sama tak melakukan apapun. Hanya menunggu Arsya sendiri yang bercerita. Merasa tak ingin mencampuri urusannya.

Mereka tahu. Ini pasti masalah Agam dan Erly. Siapa lagi kalau bukan mereka berdua. Jujur saja, Rahma dan Rizta juga tak tahu ingin membela siapa disini. Erly itu sahabat mereka. Tapi Arsya juga. Kenapa cinda diantara dua sahabat begitu memusingkan?

Unstable✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang