[32] : Worried

4.6K 212 0
                                    

"Yaampun, Er!" pekik Rika saat membukakan pintu rumah untuk Erly. Ia kaget melihat anak perempuannya pulang dengan keadaan berantakan seperti itu.

Bagaimana tidak berantakan? Baju yang sudah awut - awutan, lengan yang digulung, rambut hitamnya yang lepek, keringat dimana - mana, hingga bau badan Erly yang-bau sekali.

"Kamu habis ngapain? Senam? Dikejar - kejar anjing? Atau ketangkep gara - gara maling daleman? Atau gimana, Er? Abis nguli kamu?" tanya Rika panik.

"Bundaa!" keluh Erly, lalu masuk menuju kamarnya. Demi apapun, Erly itu capek sekali. Dia ingin langsung mandi lalu tidur. Kasihan kakinya sampai pegal - pegal.

"Kamu kenapa sih, Dek?" tanya Rika.

"Erly gak apa -apa, Bunda. Erly cuma capek pulang sekolah jalan kaki." ucap Erly tak bertenaga. Bagaimana mau bertenaga? Tenaganya saja sudah habis untuk dia berjalan kaki tadi.

"Apa? Jalan kaki? Kenapa gak bareng abang? Kasian anak perawan Bunda dari sekolah ke rumah jalan kaki. Gak putus kan, kaki kamu?" balas Bundanya.

"Abang gak bisa. Ada urusan katanya."

"Kenapa gak kabarin Bunda? Atau Ayah? Kan bisa jemput."

"Bunda, ponsel Erly baterainya habis. Gak ada kuota, apalagi pulsa. Kasihan kan." keluh Erly.

"Kok kamu kasihan, ya."

"Bundaaaa, mah!" pekik Erly saat ia sudah sampai didalam kamarnya.

"Bercanda, Er!" balas Rika sambil terkekeh.

•••

"Anjir! Badan gue remuk ini mah! Kaki gue. Bisa - bisa putus kalau kaya gini." gerutu Erly setelah ia keluar dari kamar mandi.Tadi, setelah ia pulang sekolah, ia langsung mandi. Gerah sekali dan capek sekali.

Ia merebahkan dirinya ke kasur. Dan tak berapa lama, matanya terpejam. Ya, hari ini begitu melelahkan untuknya.

Sampai - sampai Erly terbangun pukul duabelas malam. Ia paling tidak suka jika terbagun saat tengah malam begini. Dia itu takut.

Bagaimana tidak takut? Rumah sangat sepi, dan pasti banyak suara - suara tak jelas dari luar rumah. Ia sangat tidak suka. Dan pada saat seperti ini, ia pasti ingin minum air.

"Haus banget. Kenapa gue gak kepikiran buat naruh galon di kamar biar kalau haus gak usah turun ke bawah." racaunya sebal.

Ia menyibakkan selimutnya, dan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air putih untuk diminumnya.

Erly sedikit bingung. Kenapa keadaan rumah begitu sepi? Bukan, maksudnya, tidak ada suara Vanes yang menangis. Biasanya, Vanes akan menangis jam - jam segini. Tapi kenapa rasanya sangat sepi.

Ditambah lagi, lampu rumah juga tidak dinyalakan. Apa Bunda dan Ayahnya sedang pergi? Lalu, kemana Revan? Masa dari tadi pagi dia tidak pulang?

Erly tak mau mengambil pusing. Ia bergegas ke dapur untuk mengambil air minum. Dia sangat haus entah kenapa. Mungkin efek tadi dia kelelahan juga jadi mudah haus.

Tiba - tiba, entah kenapa, perasaan Erly tak enak. Ada hal yang ganjil. Tapi ia segera menepisnya jauh - jauh. Jujur, saat ini ia sedang mencemaskan Agam. Bagaimana tidak cemas coba, beberapa hari ini Agam tak ada kabar. Seperti tertelan bumi saja. Azraf saja yang saudaranya tidak tahu Agam ada di mana. Tidak mungkin kalau Agam menghilang begitu saja.

"Kok perasaan gue gak enak, ya? Gue kok khawatir sama Agam?" gumamnya.

Tok tok tok!

Unstable✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang