[19] : Revan, Agam dan Geo

4.6K 233 0
                                    

"Dalam sebuah hubungan itu harus ada kepastian. Kalau gak ada, ya berarti hubungan itu gak berarti apa - apa."

••Hope••

Erly dan Agam benar - benar berbaikan mulai hari itu. Dan terhitung sudah sebulan belakangan ini mereka tak lagi perang batin. Mereka juga sering menghabiskan waktu berdua belakangan ini. Sebenarnya, itu membuat Revan dan Azraf kesal karena selalu di nomor dua-kan oleh Erly setelah Agam. Kalau tau mereka akan diabaikan, lebih baik dulu tak usah membantu Erly dan Agam berbaikan. Tapi dibalik itu, mereka senang karena Erly maupun Agam tak lagi tertekan.

Seperti pagi tadi, Erly berangkat ke sekolah bersama dengan Agam. Sampai di sekolahan, banyak bisik - bisik dari para murid Puradita yang membicarakan keduanya. Dari yang positif sampai negatif ada semua. Tinggal pilih saja.

"Cieeee yang udah baikan. Sekarang kemana - mana berdua. Mulai deh, lupain kita. Kita mah apa ya, Ma. Cuma remahan keripik singkong yang gosong." kata Rizta.

"Apaan sih! Ngaco aja." balas Erly. Sebenarnya ia malu ngomong - ngomong.

"Iyahhhh! Ehemm ehemmm. Bentar lagi bakal dapet pajak jadian, nih! Bakso boleh lah, Er." lanjut Rahma sambil menaik turunkan alisnya.

"Apaan, sih? Siapa yang jadian juga. Jangan ngaco, lah." Elak Erly lagi.

"Alah! Itu apa, yang tiap hari barengan terus. Berangkat pulang bareng terus. Udah kaya perangko aja lengket amat." kata Rahma.

"Ishh! Jangan gitu. Gue malu." gerutu Erly menyembunyikan gurat malunya karena digoda oleh Rahma dan Rizta.

"Ehh, kalian berdua tau belum, kalau bentar lagi bakal ada anak baru di kelas kita? Gue denger - denger sih, pindahan dari bandung." ujar Rizta.

Erly dan Rahma sama - sama mengerutkan dahinya. "Siapa? Kok lo bisa tau?" tanya Erly.

Rizta mengendikkan bahunya. "Cewek. Gue tau lah. Kan nguping di ruang kesiswaan pas gak sengaja gue lewat." balas Rizta.

"Yahh, gue kira cowok. Kan lumayan buat cuci mata." ujar Rahma.

"Yeee, lu mah pikir enaknya aja!" Erly menjitak kepala Rahma.

"Aduh! Sakit, Er! Lo tega banget sih, sama gue." keluh Rahma sambil mengelus kepalanya. "Kasihan kan, mahkota kepala gue jadi cacat. Kalau otak gue geser gimana." sambungnya.

"Gak usah berlebihan kali, Ma. Kalau otak lo gesek tinggal di lurusih. Gitu aja repot. Lagian, abang gue mau dikemanain?" balas Erly.

"Revan? Kan gue bukan siapa - siapanya dia. Jangan bawa - bawa dia, lah." kata Rahma polos.

"Siapa tau abang gue suka sama lo. Hati orang siapa sih, yang tau. Lagian selama ini cukup kok buat tau kalau Revan suka sama lo. Buktinya dia mau - mau aja nganterin lo pulang. Sampai - sampai adiknya sendiri dilupain. Miris emang cinta itu." kata Erly, membuat Rahma menundukkan kepalanya. Menyembunyikan rona merah di wajahnya.

"Apaan, sih. Enggak, lah." cicit Rahma. Ia benar - benar malu kalau seperti ini.

"Cieeeee baperrrrrr. Udah ngaku aja kalau lo suka sama abangnya Erly. Lagian kalian berdua sama - sama jomblo juga." goda Erly dan Rizta.

"Er!" panggil seseorang dari luar kelas. Tampak seorang siswa yang tengah berlari ke arahnya, dengan napas tersengal dan seragam basah karena keringat. Erly tebak, siswa itu pasti habis lari - lari.

"Gawat, Er! Ini gawat sumpah demi apapun gawat banget. Dan lo harus ikut gue sekarang juga!" lanjutnya setelah napasnya normal kembali.

"Kenapa?" tanya Erly khawatir. Bayangkan, tiba - tiba saja ada siswa yang tak dikenalnya datang padanya dengan berlari - lari dan napas yang tersengal seperti menahan kepanikan.

Unstable✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang