[17] : Kembali Peduli?

4.6K 232 2
                                    

•••

"Kalau lo gak niat buat nangkep gue pas gue jatuh, jangan buat gue jatuh karena cinta."

••Hope••

"Agam turunin gue!" pekik Erly sambil memberontak agar Agam menurunkannya. Ia malu dilihat banyak orang.

"Er! Lo itu berat tau gak! Jangan berontak! Nanti kita jatuh! Udah untung gue mau bantuin lo. Kalau gue tega, pasti gue ydah ninggalin lo gitu aja di sana jadi tontonan orang banyak yang lihatin cewek bodoh ceroboh yang jatuh karena nginjek tali sepatunya sendiri." Agam tampak tak menghiraukan Erly. Ia masih tetap berjalan menuju UKS walaupun banyak pasang mata yang menatap mereka dengan berbagai jenis tatapan.

"Gam! Gue gak suka! Turunin, gak!" teriak Erly.

"Gue juga gak suka lo tolak! Gue baik hati ini mau bantuin lo." balas Agam acuh.

"Agammm! Gue malu dilihatin banyak orang!" teriak Erly dengan masih memberontak.

Memang benar, mereka menjadi pusat perhatian siswa - siswi yang berlalu lalang. Ini masih pagi hari, jadi wajar saja kalau sekolah masih ramai para siswa yang baru berangkat sekolah.

"Diem! Ribet banget sih lo, tinggal nurut aja apa susahnya."

"Lo apa - apaan sih, Gam?" sentak Erly saat ia baru saja duduk diranjang UKS dengan bantuan Agam.

Agam hanya diam. Erly mengerucutkan bibirnya, membuat Agam menyunggingkan senyumnya tanpa sepengetahuan Erly. Lama - lama Agam juga gemas dengan sikap Erly yang seperti anak keci suka merajuk. Terlalu gengsi pula pikirnya.

Tanpa Erly duga, Agam melepaskan sepatu sebelah kanan Erly. Kedua maniknya membulat karena mendapatkan perlakuan Agam secara tiba - tiba. "Lo mau ngap—"

"Diem!" sela Agam. Kemudian Agam mengambil salep, lalu mengoleskannya di kaki Erly dengan telaten dan penuh kehati - hatian. Takut kalau gadis manis di depannya itu merasa sakit.

"Aww!" pekik Erly, dengan refleks menjambak rambut Agam yang ada di depannya. Agam meringis karena jambakan Erly yang tak main - main. Tapi ia membiarkannya karena mencoba membiarkan Erly meluapkan rasa sakitnya.

"Pelan - pelan kali! Sakit, tau! Lo tinggal penyet aja. Gue kesakitan, bodoh!" protes Erly.

"Lo juga mikir kali! Ini rambut bukan ijuk! Astaga! Main jambak aja lo! Kalau rambut gue sampai botak lo mau tanggung jawab? Enggak, kan." protes Agam balik.

"Biasa aja dong! Gak usah ngegas." balas Erly.

"Udah!" kata Agam yang selesai mengoleskan salep kemudian mengembalikan kotak obat ke tempat semula.

"Makasih." ucap Erly sambil menatap Agam. Ya, seharusnya seperti itu. Mengucapkan terimakasih karena Agam sudah menolongnya. Mau bagaimana-pun, Agam tetap masih mau menolongnya walaupun sikap menyebalkan milik Agam itu masih ada.

Agam diam tak bergeming, membuat senyum Erly memudar. Apa salah jika Erly hanya meminta maaf. Ia tak berharap lebih, kok. Hanya ingin Agam bersikap biasa saja padanya. Jangan berjauhan seperti sekarang. Karena ini membuatnya semakin merasa sakit dan bersalah.

"Lo kenapa sih, Gam?" ucap Erly memecah keheningan diantara mereka berdua.

Agam mengangkat sebelah alisnya. "Maksudnya?" katanya tak mengerti dengan ucapan Erly. Agam bukannya tak mengerti, ia hanya bingung bagaimana cara menjawabnya.

"Kenapa lo peduli? Padahal lo sendiri yang nyuruh gue buat anggep kita gak saling kenal?" suara Erly mulai bergetar menahan tangis.

Agam tercekat. Benar. Kenapa ia harus peduli? Tapi memang hati Agam tidak bisa dibohongi. Bahkan untuk sekedar melihat gadis di depannya itu terjatuh seperti tadi ia tidak bisa. Terlalu tak tega melihat Erly terluka. Walaupun ia sendiri yang membuat Erly terluka.

Unstable✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang