[4] : Dia, Azraf

6.2K 324 0
                                    

•••

"Erly, bangun!" pekik Rika dari dapur. Kebiasaan buruk anak gadisnya itu adalah setiap pagi susah untuk dibangunkan. Padahal setiap hari dia memasang alarm. Tapi sepertinya tak pernah berhasil untuk membangunkannya.

Erly merasakan ada yang sedang memanggil namanya. Ia mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang ditangkap oleh matanya.

"Erly!" pekik Bundanya lagi.

Erly berdecak. Bukannya bangun, tapi Erly malah menutupi wajahnya dengan gulingnya.


Ceklek!


Terdengar seseorang membuka pintu kamar Erly. Samar - samar ada derap langkah yang mendejati kasur Erly. Sang empunya kasur malah bersikap acuh.

"ERLYNA PRAMUDITYA! BANGUN! SUDAH PAGI! KAMU MAU SEKOLAH ENGGAK!" pekik Rika tepat ditelinga Erly.

Erly mengerjap. Ah, Bundanya itu mengganggu mimpi indahnya. "Iya Bun, Erly bangun." ucap Erly malas, lalu berjalan gontai menuju kamar mandi.

"Punya dua anak, sifatnya semua sama. Bangun gak bisa kalau gak dibangunin pake suara toa. Apalagi mau nambah satu. Udah habis duluan suaraku. Kamu jangan ikut - ikut kakak - kakak kamu ya, Dek." gumam Rika sambil mengelus - elus perutnya yang buncit, lalu melangkah meninggalkan kamar Erly.

"Oh iya, pacar kamu ada didepan! Dia nungguin kamu! Jangan lama - lama!" pekik Rika, sebelum menutup pintu kamar Erly.

•••

"Oh iya, pacar kamu ada didepan! Dia nungguin kamu! Jangan lama - lama!"

Nyaris saja kedua mata Erly meloncat. Apa bundanya bilang? Pacar? Siapa yang berani mengaku - aku dirinya sebagai pacar seorang Erlyna?

Astaga, bagaimana Erly lupa. Ada seorang laki - laki yang bisa nekat melakukan apa saja? Ahh, sudah pasti itu Agam. Sudah dapat dipastikan tanpa Erly berpikir kembali. Tapi, bagaimana Agam tahu rumahnya?

Erly menepuk dahinya. "Gimana gue bisa lupa? Agam kan sohib sehidup sematinya Revan? Kenapa gue mendadak tulalit gini?" gumam Erly.

"Sayang, buruan turun, ditunggu nak Agam ini!" pekik Bundanya dari dapur.

"Iya, bentar, Bunda!" pekik Erly tak kalah keras.

Erly menghela napasnya kasar. "Oke, biarin hari ini berlalu. Apapun yang cowok rese itu lakuin, lo harus sabar. Oke, bismillah!" gumam Erly sebelum ia keluar dari kamarnya.

Setelah Erly sampai di ruang makan, ia langsung menarik tangan Agam. "Sayang, mau kemana? Sarapan dulu!" perintah Rika.

"Gak keburu, Bun. Bang Revan mana?" ucap Erly yang masih mencengkeram lengan Agam.

"Udah duluan sama ayah. Hati - hati. Nak Agam, jagain Erly ya." ucap Rika.

"Pasti tan—"

"Assalamualaikum, Bunda!" pekik Erly sambil menarik tangan Agam keluar dari rumahnya.

Saat Erly dan Agam sampai di depan motor milik Agam, Erly langsung menghempaskan tangan Agam dengan kasar.

"Akhh! Kasar banget sih lo, jadi cewek!" aduh Agam sambil mengusap pergelangan tangannya yang agak memerah.

"Lo apa - apaan datang ke rumah gue? Pake acara jemput segala. Ngaku - ngaku jadi pacar gue, lagi!" sentak Erly tak terima. Bayangan hari cerahnya sirna sudah setelah melihat laki - laki di hadapannya itu.

Agam menyeringai. "Oh, dan lo harus tau kalau lo itu masih berstatus—" Agam menggantungkan ucapannya. Ia mendekat kearah Erly. "Babu gue." ucapnya berbisik di dekat telinga kanan Erly.

Unstable✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang