•••
"Gue tahu mungkin kita baru sahabatan sebentar. Tapi apapun yang akan terjadi kedepannya, yang namanya sahabat, akan tetap jadi sahabat."
••Hope••
Sudah selama tiga hari sejak kejadian di UKS kemarin, Erly tidak bertegur sapa dengan Agam. Selama itu, lagi - lagi perang dingin dilakukan kedua orang itu. Tak ada bosannya mereka melakukan perang dingin.
Jika mereka berpapasan di suatu tempat, pasti seperti orang yang tidak saling mengenal. Tapi dalam lubuk hati Erly yang paling dalam, sebenarnya ia berharap Agam datang kepadanya, dan menjelaskan semuanya.
Tapi kenyataannya, apa yang diharapkan kadang berbeda dengan apa yang terjadi. Agam malah tidak bertindak apapun. Bagaimana mau menjelaskan, menyapa saja Agam tidak mau.
Sebenarnya, tidak hanya Erly yang menghindar dari Agam. Tapi Arsya juga begitu. Ia masih merasa bersalah dan tak enak hati pada Erly karena menjadi penghalang antara Erly dan Agam. Arsya merasa menjadi pihak yang salah di sana.
Arsya juga ingin melupakan Agam. Karena Agam juga sudah tidak mencintainya lagi. Agam bahkan sudah menutup pintu hatinya rapat - rapat untuk Arsya, dan Agam hanya menganggapnya tak lebih dari sekedar adik.
Jujur, Arsya ingin sekali move on. Tapi, kenapa rasanya sulit sekali? Benar kata orang kalau melupakan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi kalau melupakan seseorang yang sudah berada di hati selama bertahun - tahun.
"Erly, Arsya? Kalian mau ikut ke kantin gak? Gue sama Rizta mau makan, nih." tanya Rahma.
"Iya. Tunggu sebent—"
"Enggak!" Arsya menyela perkataan Erly dengan cepat.
"Sya? Lo kenapa? Gue mau ke kantin. Kalau lo gak mau ke kantin ya udah di sini aja." tanya Erly heran.
"Ada yang haru gue bicarain sama lo. Penting." ujar Arsya.
"Tapi—"
Arsya memberikan kode pada Rahma dan Rizta. Keduanya pun kompak menganggukkan kepalanya, karena tahu apa yang dimaksud Arsya.
"Yaudah. Gue sama Rahma pergi dulu. Have fun girls!" pamit Rizta, lalu menyeret tangan Rahma dengan cepat ke Kantin.
"Pelan - pelan woy! Bisa - bisa sampai kantin putus tangan gue!" unpat Rahma sebal yang tak terima tangannya diseret oleh Rizta.
Sedangkan Erly dan Rizta hanya terkikik melihat kelakuan kedua sahabat mereka yang super ribet itu.
"Jadi, lo mau ngomong apa, Sya? Kaya penting banget." tanya Erly penasaran.
"Emmm, gue—"
Erly menaikkan kedua alisnya. Ia jadi penasaran apa yang akan Arsya bicarakan padanya. Apakah sepenting itu.
"Ahh. Jangan disini, Er. Kita cari tempat yang agak sepian." kata Arsya kurang nyaman karena memang di kelas keadaannya sedang ramai. Maklum, jam istirahat.
"Terus dimana kalau bukan di sini?" balas Erly.
"Taman belakang aja. Di sana kan sepi. Gue agak gak nyaman kalau ngomong di sini." ajak Arsya.
"Ayuk, lah! Lagian istirahat masih lama juga." kata Erly lalu mengajak Arsya pergi ke taman belakang sekolahan.
•••
Sepi. Satu kata untuk mendeskripsikan taman belakang sekolahan yang memang jarang di datangi siswa siswi Puradita.
Karena letaknya yang cukup jauh dari gedung utama, dan kebanyakan dari mereka memilih mendinginkan diri di kelas, atau memanjakan perut mereka di kantin ketimbang duduk santai di taman ini. Tamannya terlalu terik saat siang hari. Jadi, siswa kurang suka pergi ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstable✔
Teen FictionHanya tentang seorang gadis yang baru menginjakkan kaki di sekolah barunya, dan langsung berurusan dengan si penguasa sekolah. Erly tak tahu kenapa Agam begitu membencinya, sampai - sampai menjadikannya budak. Namun tampa mereka duga, perasaan itu s...