24. Kalimat...

7.2K 904 59
                                    

Jungkook menghela nafas panjang, setibanya dia di stasiun kereta api pagi itu. Waktu keberangkatan dari Busan ke Seoul tinggal hitungan menit, namun maniknya sedari tadi tidak menangkap bayangan Jimin.

Ponselnya berdering, akibat panggilan masuk dari Wonwoo. Kakaknya itu sedang berlibur ke Jepang bersama Chaejin beberapa hari yang lalu.

Wonwoo juga mendapati kabar tentang Jimin yang memilih kembali ke Seoul, ia sangat khawatir mengingat Jimin sama sekali tak punya keluarga disana.

Jungkook mengabaikan panggilan dari Wonwoo, saat netranya mendengar pemberitahuan mengenai kereta yang akan segera berangkat. Ia bergegas berlari menuju gerbong secara asal, namun pintu kereta telah tertutup terlebih dahulu.

"Ah, sial."Jungkook mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu, memilih untuk kembali ke tempat motor merahnya diparkirkan.

Dia menekan tombol di ponselnya dengan cepat, menunggu balasan dari sosok Yugyeom diseberang sana.

"Aku kehilangan Jimin."

Yugyeom tersentak, ketika mendengar nada lirih dari mulut Jungkook. Teman dekatnya itu tidak pernah seperti ini sebelumnya, meskipun saat tahu bahwa dia mengalami cinta sepihak.

"Gyeom, tolong bantu aku."

Suara Jungkook semakin bergetar, membuat Yugyeom semakin merasa bersalah. Dia menghela nafas panjang, sebelum berucap.

"Sebenarnya aku tidak ingin ikut campur, Jung. Aku melihat Jimin yang berada di sekolah dasar kita dulu, dan berniat untuk tak memberi tahumu."

Yugyeom kembali menarik nafas. "Tapi, tolong jaga dia untukku. Jangan sakiti Jimin lagi, Jeon."

Panggilan diputuskan secara sepihak oleh Jungkook. Dengan cepat dia melajukan motornya agar segera tiba di tempat Jimin berada. Kali ini, Jungkook tidak akan lari. Dia akan mengakui segala dosa yang diperbuatnya pada Jimin. Tidak ada lagi Jungkook yang egois, karena perasaan Jiminlah yang terpenting.

Setibanya di sekolah dasar yang menyimpan banyak kenangan gelap itu, Jungkook segera berlari menaiki anak tangga. Ya, ini adalah tempat dimana kencan pertamanya dan Jimin berlangsung. Jadi, Jungkook sangat amat yakin jika sosok mungil itu tengah berada di rooftop.

"Jimin?"panggilnya dengan nafas memburu. Namja itu menoleh dengan tatapan heran pada Jungkook yang masih berusaha menormalkan detak jantungnya.

Jimin duduk di atas pembatas rooftop dengan kaki dibiarkan menjuntai kebawah. Jungkook semakin dibuat panik, ketika manik matanya menatap wajah sembab seorang Jimin.

"Aku mengkhawatirkanmu,"lirih Jungkook dengan sesegera mungkin mendekap tubuh mungil itu dari belakang. Dia menenggelamkan kepalanya di bahu Jimin, yang dibalas elusan hangat pada rambutnya.

Bahu Jungkook bergetar dan itu tak pernah lepas dari penglihatan Jimin. Dia merasa bingung dengan sikap Jungkook yang hari demi hari semakin berubah ketika bersamanya.

"Maafkan aku,"isak Jungkook dengan semakin mempererat tangannya yang berada di perut Jimin.

Jimin mengangguk pelan, lalu mulai membalikan tubuhnya untuk menangkup kedua pipi Jungkook dalam tangan mungilnya. Bibirnya mengukir senyum dengan mata berkaca-kaca, karena Jimin tidak tega melihat Jungkook yang menangis di depannya.

Wajah Jimin kian mendekat, lalu mulai mempertemukan bibirnya dengan bibir tipis Jungkook. Jimin kembali tersenyum saat Jungkook tidak menolaknya sama sekali.

Kookie tidak perlu minta maaf.

Sesaat setelah pangutan terlepas, Jimin menunjukkan post-it dihadapan Jungkook. Dengan hidung yang memerah, Jungkook mulai menarik nafasnya. Dia akan membuat sebuah pengakuan saat ini.

"Aku tahu jika aku terlalu brengsek untuk kau maafkan, Jim. Tapi, sungguh ini tulus dari hatiku. Kata maaf tidak akan mengubah semua yang terjadi di masa lalu, tapi aku disini akan mengubah masa depanmu. Itu adalah janjiku."

Jimin tertegun. Dia kembali menulis sesuatu di post-it.

Kookie tidak perlu merasa bersalah.

Dengan cepat Jungkook menggeleng, dan mencuri kecupan di bibir Jimin.

"Hari-harimu pasti terasa berat karenaku. Saat itu aku terlalu bodoh untuk menerima kekuranganmu, Jim. Jadi, biarkan aku menjadi teman yang akan mengubah masa depanmu. Menggantikan Wonwoo hyung sebagai pelangimu."

Jimin tersenyum lebar, tangannya kini telah melingkar dengan sempurna di leher Jungkook. Pria itu berniat membuka suara, sebelum Jimin kembali mengecup pelan bibirnya.

Jangan dilanjutkan. Aku tidak ingin mengingat semua keburukan Kookie, karena yang aku tahu Kookie adalah pria yang baik. Seorang teman yang mengubah masa depanku. []

(...Penyesalan)

●●●

Double update. Gimana? Suka kan?

D tunggu part selanjutnya ya.

Ada yg bisa kasih saran ff tentang Kookmin nggak?

A Silent Voice [KM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang