Pagi ini adalah yang terburuk bagi Yugyeom. Bagaimana tidak, semalaman suntuk si kelinci bongsor itu menghubunginya tanpa henti. Terus mengirimi pesan secara berulang, yang tentu diabaikan olehnya.
Dan sekarang, sudah hampir 1 jam lamanya dia menunggu Jungkook di cafe dekat sekolah dasar mereka dulu. Bahkan, sudah lebih 3 gelas matcha green tea latte yang diminumnya pagi ini.
"Ah, dasar kelinci sialan."Yugyeom mengumpat saat melihat satu per satu pengunjung telah berdiri untuk meninggalkan cafe.
Jika begini, Yugyeom lebih memilih untuk tetap berada di dalam apartemen sembari bermain dengan komputernya. Dia menghela nafas panjang, bertepatan dengan itu pintu cafe yang berlapis kaca terbuka. Menampilkan sesosok pria tinggi dengan coat cokelat dan rambut berantakan.
Yugyeom jadi urung untuk mengumpatinya, ketika melihat kondisi mengenaskan dari seorang Jeon Jungkook.
"Hai, bung. Ada apa?"tanyanya setiba Jungkook mengambil posisi di sampingnya. Jelas ia semakin kaget, mana kala Jungkook melingkarkan tangan kekarnya pada lengan Yugyeom. Gosh, baru saja si Jeon sialan itu memeluknya dari samping.
Dia bersiap untuk mendorong Jungkook, sebelum suatu kalimat mengalir lirih dari mulut pria bermarga Jeon itu. "Jimin sudah pergi,"ucapnya dengan menenggelamkan wajahnya pada otot bisep Yugyeom.
Yugyeom semakin tersentak. Barusan teman bodohnya ini bilang apa? Jimin? Jiminie yang cantik dan manis saat sekolah dasar dulu, kan?
"Kau bertemu dengannya? Kenapa tidak memberi tahuku,"kata Yugyeom dengan nada kesal. Mengingat saat sekolah dasar dulu ia selalu berusaha untuk menggoda Jimin.
Spontan Jungkook mengumpat dengan posisi tak bergeming. Dia itu sekarang sedang sedih, dan Yugyeom dengan seenak jidatnya malah mengajak Jungkook bercanda.
"Dia kekasih Wonwoo hyung, sekedar memberi tahumu."Jungkook berucap guna membuat Yugyeom cemburu.
Yugyeom menghela nafas, dengan bibir mengerucut lucu. "Ah, sialan. Wonwoo hyung adalah saingan yang sulit."
Dengan posisi tak berubah, yang sebenarnya membuat Yugyeom sedikit risih akibat pandangan penuh tanya dari pelayan di cafe.
"Sebentar, bukankah Wonwoo hyung akan menikah dengan Chaejin noona?"Kini dia baru menyadari arah pembicaraan Jungkook.
Sahabat di sampingnya mengangguk pelan. "Dia menyelingkuhi Jiminie, dan sejak masalah itu aku semakin dekat dengannya."
Yugyeom tercengang. Segera didorongnya bahu milik Jungkook dengan kasar. Kedua bola matanya telah membulat dengan sempurna, yang dibalas Jungkook dengan tatapan sayu.
"YA! Kau gila atau apa sih? Dengan tidak tahu malunya, kau kembali datang pada Park Jimin? Heol, aku tak habis pikir denganmu. Brengsek."
Mendengar makian dari Yugyeom, Jungkook sama sekali tak merasa marah. Sebab ucapan Yugyeom sepenuhnya benar, dan sekarang dengan bodohnya dia membiarkan Jimin pergi begitu saja.
"Jiminie akan kembali ke Seoul,"kata Jungkook dengan kepala tertunduk dan jarinya yang mulai meremat ujung coatnya.
Yugyeom semakin jengkel dengan kebodohan sahabatnya yang satu ini. "Lalu? Kau membiarkannya pergi begitu saja, dengan berjuta rasa sakit di hatinya? Aku tak yakin jika Jimin dalam keadaan baik-baik saja."
Jungkook diam. Tanpa berniat mau membalas ucapan Yugyeom.
"Dengar. Walaupun kau itu sahabatku, tapi tindakanmu di masa lalu itu sudah kelewat batas. Turunkan egomu sedikit saja untuk kali ini, Jung. Ini bukan hanya masalah perasaanmu, tapi Jimin. Temui dia untuk yang terakhir kalinya, aku punya firasat buruk tentang itu."
Perkataan Yugyeom memang ada benarnya. Jimin tidaklah sekuat Jungkook. Dia tidak bisa menanggung beban yang kelewat berat seperti itu. Bagi Jimin, Wonwoo adalah kebahagiaannya. Dan sekarang, pelangi sesudah hujan milik Jimin sudah sirna. Dia tidak bisa menikmati secuil rasa bahagia bersama sang pelangi.
Mungkin Jungkook harus berhenti bertindak egois kali ini. []
(...Hujan)
●●●
Chap selanjutnya aku up nanti malam atau nggak besok.
See you soon 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silent Voice [KM]
FanfictionBegitu banyak untaian kalimat yang ingin Jimin katakan mengenai dirinya. Dia yang bisu, hingga dianggap tak layak untuk hidup. Namja itu hanya bisa mendendam semuanya dalam diam, tanpa mampu menyuarakan keinginannya. Hari-hari kelamnya dimulai saat...