Dahi Jungkook kian mengernyit, saat netranya menatap penuh pada pemandangan di depannya. Lain halnya dengan Jimin, yang entah sejak kapan telah berhasil melompati pagar pembatas yang tingginya hanya sebatas dada Jungkook.
Melihat senyum terpatri di bibir Jimin, fokus Jungkook mulai kembali. "Jimin, kau tidak bercanda?"yang dibalas anggukan yakin oleh Jimin.
Raut Jungkook semakin tidak yakin. Ya, bagaimana mungkin Jimin mengajaknya untuk berjalan di tengah hutan begini. Anehnya, sebuah carousel tua terlihat dari balik pagar pembatas.
Jimin mulai berjalan kearah carousel itu tanpa menghiraukan sosok Jungkook yang masih tak bergeming dari tempatnya.
"Jiminie!"panggilnya yang merasa diabaikan. Dengan segera Jungkook melompat untuk menyusul sosok namja mungil itu.
Dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin Jimin bisa melewati pagar itu disaat tubuhnya hampir menyamai tinggi badannya.
"Aku tidak tahu itu pernah ada disini sebelumnya,"ucap Jungkook seraya ikut duduk di samping kuda milik Jimin.
Dia tersenyum, sembari mengeluarkan post-it dari dalam saku jaket kulit hitam kepunyaannya Jungkook.
Itu sudah ada sejak lama. Saat kita masih berada di sekolah dasar.
Jungkook tertegun. Ia sungguh tidak percaya, jadi tempat ini adalah hutan yang berada di belakang gedung sekolah dasarnya dulu.
Aku sering kemari sendirian.
Membaca kalimat yang ditulis oleh Jimin membuat hati Jungkook sakit. Dia mengingat semua potongan kejadian antara dirinya dan Jimin.
"Jim?"panggilnya lirih yang sontak membuat Jimin menoleh bingung.
Menghela nafas sesaat sebelum berucap. "Aku minta maaf. Tentang kejadian di masa lalu,"ucapnya dengan kepala tertunduk.
Jimin mengukir senyum, dengan tangan yang mengelus kepala Jungkook dengan sayang. Ia mengerti, dan Jimin sudah memaafkan Jungkook sejak lama.
Tidak apa. Jungkookie tidak perlu merasa bersalah.
Sudut bibir milik Jungkook mengukir senyum, manakala maniknya mendapati sosok Jimin yang mendongak untuk menikmati hembusan angin malam.
Perlahan, jemarinya bergerak untuk menyentuh permukaan tangan Jimin yang begitu dingin. Pemuda manis di sampingnya balas tersenyum getir, lalu merapatkan tubuhnya pada dada Jungkook yang begitu bidang.
Jimin tidak menyangka jika Jungkook akan berperilaku manis seperti ini. Semuanya berubah sejak takdir kembali mempertemukannya dengan Jungkook, tapi Jimin tak dapat menampik jika sesuatu terasa kosong jauh di dalam lubuk hatinya.
"Besok adalah hari pernikahan Chaejin noona dan hyung."
Jimin sama sekali tak dibuat kaget dengan berita itu, justru dirinya merasa sedikit tenang karena Chaejin mengurungkan niatnya untuk membatalkan pernikahan.
"Kau baik-baik saja?"Jimin mengangguk pelan, meskipun sedikit sakit untuk sekedar bersikap lapang dada.
Menyadari raut sedih Jimin, Jungkook mengelus jemari Jimin dengan hangat. Kemudian, membawa tangannya untuk mengelus dan menyandarkan kepala Jimin pada bahunya.
"Lupakan Wonwoo hyung, lalu aku akan merelakan Chaejin noona."
Jimin tak bergeming.
"Semuanya akan kembali seperti biasa, jika kau meninggalkan semuanya tanpa kehadiranmu."
Kepala Jimin menoleh dengan dahi mengernyit. "Lalu, kau tidak akan merasa sakit sedikit pun, Jim."[]
(...Masa lalu)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silent Voice [KM]
FanfictionBegitu banyak untaian kalimat yang ingin Jimin katakan mengenai dirinya. Dia yang bisu, hingga dianggap tak layak untuk hidup. Namja itu hanya bisa mendendam semuanya dalam diam, tanpa mampu menyuarakan keinginannya. Hari-hari kelamnya dimulai saat...