Jungkook menatap tanpa minat pada kegaduhan yang ditimbulkan oleh teman sekelasnya. Bocah berusia dua belas tahun itu duduk disisi jendela seraya dagu bertopang diatas tangan.
Han ssaem tak biasanya telat begini. Dan Jungkook tidak suka saat suasana jadi tidak terkendali. Hari ini misalnya. Bibirnya memberengut sebal, sama sekali tak peduli tatkala Yugyeom menarik-narik kaos birunya, memaksa Jungkook agar segera bergabung dengan yang lain.
Namun, Yugyeom lupa akan satu fakta. Jungkook itu menyebalkan. Terlebih dalam suasana hati buruk begini. Pria bermarga Kim itu berdecak kesal sembari memukul tengkuk Jungkook dengan tidak berperasaan.
Biarlah. Anggap saja balas dendam atas sikap Jungkook yang mengabaikannya, pikir Yugyeom.
Selepas Yugyeom pergi dan kembali tertawa lepas bersama yang lain, Jungkook mengamati sketchbook diatas mejanya. Han Chaejin. Sosok gadis remaja yang diam-diam telah memikat hatinya. Hanya saja, gambar itu belum sepenuhnya utuh. Dan otak Jungkook tak lagi punya ide, sejak temannya berteriak disana-sini.
Benar-benar riuh.
"Han ssaem datang! Dia membawa bocah manis disisinya!"
Teriakan itu sama sekali tak dihiraukan oleh Jungkook. Ia memilih untuk menutup sketchbook miliknya, lain halnya dengan murid yang lain, berlari kesana-kemari guna merapikan kelas yang semulanya bak kapal pecah. Well, mereka tidak ingin diceramahi oleh Han ssaem hingga bel pulang berbunyi nantinya.
Kaki panjang itu melangkah masuk ke dalam kelas, mendadak murid semuanya bungkam. Nyaris tak bersuara. Yah, walaupun Han ssaem adalah pria yang baik, mereka teramat takut ketika guru itu telah meledak-ledak amarahnya. Jadi, memilih untuk tidak menuangkan minyak dalam api yang membara adalah opsi terbaik.
Han ssaem menatap penuh selidik pada muridnya yang mendadak jadi kalem siang ini. Well, dia merasa sedikit asing dengan suasana kelasnya sendiri.
"Kalian tidak melakukan hal yang mencurigakan. Benar, kan?" Semua murid kompak mengangguk. Saling lirik satu sama lain.
Han ssaem menghela nafasnya. Well, dia berusaha untuk mempercayai muridnya kali ini. "Kita kedatangan teman baru dari Seoul. Kuharap kalian bisa mengerti kondisinya."
Semua murid saling berbisik hingga suasana kelas mendadak riuh. Dan Han ssaem hanya bisa memijat pelipisnya, akibat rasa pusing yang melanda. Heol, kapan muridnya akan bersikap patuh padanya.
"Oh! Dia anak manis yang tadi."
Seorang bocah bersurai cokelat melangkah dengan kepala tertunduk. Ia berdiri persis disamping Han ssaem, sangat takut barang menaikkan kepalanya untuk bersitatap dengan teman barunya.
"Nah, mereka penasaran dengan namamu." Han ssaem mengelus kepala bocah itu dengan penuh kasih. Berusaha keras untuk meyakinkan anak baru itu, jika semuanya akan baik-baik saja.
Mendadak kelas dilanda rasa hening. Semuanya tak sabar lagi untuk mendengarkan siswa baru itu untuk perkenalan diri didepan kelas. Panas menjalar hingga ke pipinya, dan semua murid terkekeh gemas melihat betapa manisnya rona merah yang menghiasi pipi gembil murid baru itu.
"Jimin?" Han ssaem memanggil namanya karena ia tak kunjung bersuara. Pun begitu, pria paruh baya itu menepuk pundak Jimin dengan pelan, berusaha memberikan arahan kembali.
Yang dipanggil namanya seketika mendongak untuk menatap Han ssaem. Manik bulatnya seolah berusara, sekarang kah? Dan pria itu mengangguk sebagai jawaban.
Jimin mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Ia tersenyum manis, sebelum membuka lembaran itu satu per satu.
Halo! Namaku Park Jimin. Aku sudah tidak bisa mendengar sedari kecil. Jadi, mohon bantuannya.
●●●
Hohoho, segini dulu aja ya. Entah kenapa kepikiran mau buat special chap buat ff ini.
See you soon 💕
Cloudie🐳
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silent Voice [KM]
FanfictionBegitu banyak untaian kalimat yang ingin Jimin katakan mengenai dirinya. Dia yang bisu, hingga dianggap tak layak untuk hidup. Namja itu hanya bisa mendendam semuanya dalam diam, tanpa mampu menyuarakan keinginannya. Hari-hari kelamnya dimulai saat...