Epilogue

9.8K 936 60
                                    

Matahari terlihat menghilang dibawah garis cakrawala bagian barat. Tinggal menunggu beberapa menit lagi untuk menyambut rembulan menggantikan tugasnya untuk menyinari bumi yang dilanda kegelapan.

Bibirku mengukir senyum tipis. Sama sekali tidak menyadari tentang betapa ramainya taman senja ini, karena fokusku sudah sepenuhnya teralihkan dengan namja dihadapanku.

Dia yang begitu memujaku dibanding siapapun. Melakukan semuanya untukku, dan bersikap seolah dunia adalah tentang dia dan aku. Dia tidak sepenuhnya begitu sebelumnya, namun sesuatu dapat mengubah sosok manusia, kan?

Dan itulah yang terjadi pada priaku saat ini. Jungkook yang begitu mendekati kata sempurna mengabdikan seluruh hidupnya untukku. Sepenuhnya hanya tentang kebahagiaanku.

"Kau melamun,"tukas Jungkook jengkel disaat dirinya disibukan dengan menata alat pemanggang daging di depan tenda mungil kami.

Beberapa saat yang lalu, Jungkook mengajakku untuk pergi ke Cedar Point State Park. Dengan alasan, menikmati waktu luang selagi dia libur bekerja. Ah, atau harus kukatakan ini biasa disebut dengan kencan.

Tiba disini, Jungkook tidak memperbolehkanku untuk melakukan sesuatu. Semuanya dirasa terlalu berat bagiku, jadi biarkan dia saja yang memikul semua beban untukku. Heol. Dia itu memang terlalu berlebihan kadang.

Selagi menunggu Jungkook selesai dengan pekerjaannya, aku mendudukan diri di bangku panjang yang menghadap kearah danau kecil di taman. Mengusir rasa bosanku dengan sesekali mengingat semua takdir yang mengikat kami berdua.

Meskipun hatiku masih terasa kosong dan sakit, tapi sosok Jungkook mampu mengisinya. Rasa cemas dan khawatirku terkadang berganti dengan rasa penuh puja padanya yang begitu sempurna untukku.

Aku menyerahkan seluruh hidupku pada Jungkook, meskipun perasaan takut akan kehilangan kerap kali menghantuiku. Tapi, perkataan dan tindakan manisnya cukup meyakinkanku untuk terus selalu berada disisinya.

Semua tentang Wonwoo, Busan, dan keluargaku perlahan tak lagi membuatku khawatir. Dia mampu menenangkan hatiku, walaupun tidak menghapus keseluruh peristiwa.

Ya, mungkin itu sebuah hadiah dari Tuhan untukku. Agar selalu mengingat betapa tingginya tebing yang kucapai, jika ingin berbahagia bersama Jungkook. Meskipun pemikiran itu sama sekali tak terlintas sebelumnya.

Kepalaku menoleh saat mendapati sosoknya yang ikut duduk di sampingku. Menyandarkan kepalanya pada bahuku, kemudian menautkan jemari besarnya pada milikku yang kelewat mungil.

"Kau bahagia bersamaku, kan?"

Suaranya terdengar lembut mengalun, dan itu spontan membuat jemariku yang satunya tergerak untuk mengelus surai pria kesayanganku itu.

Kepalaku mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaannya. Dia mampu menerimaku sepenuhnya, tidak seperti saat kami dalam tahap dewasa dulu.

Tangan kekar Jungkook beralih untuk memeluk pinggangku dengan sikap posesif seperti biasanya. Aku sudah cukup terbiasa tentang itu.

Dia mengecup singkat pipiku yang kini sudah dihiasi semburat merah, lalu kembali menenggelamkan kepalanya pada bahuku.

"Tidak ada lagi tentang Wonwoo hyung, Busan, atau apapun itu."

Tak ada yang bisa kulakukan selain kembali mengangguk dengan menahan senyum malu. Dia memang selalu bisa membuat dadaku berdesir hangat.

"Jangan pernah berpikir untuk pergi dariku. Aku benci ide itu, Jim."

Oh, itu suatu tindakan diluar nalar. Namun, setahun berlalu sejak kejadian itu aku sudah terbiasa menerima hadirnya disisiku.

Jungkook mulai menegakan tubuhnya, lalu membawa mata kami dalam pandangan intens yang begitu menggairahkan. Dia mengukir senyum seraya mengelus wajahku. Jungkook yang mesum sepertinya akan segera kembali.

"Kita akan bahagia di New York. Jadi, tolong ingat aku dan kota ini sebagai kenangan manismu, oke?"

Senyumnya kian merekah, saat kepalaku kembali menggangguk. Terkadang dia sengaja melakukannya untuk menggodaku.

"Aku mencintaimu, Jim. Sangat."

Dan akhir dari kalimat itu dilanjutkan dengan wajahnya yang kian mendekat untuk saling mempertemukan bibir kami. Membawanya dalam pangutan yang begitu panas dan manis.

Tanganku bergerak kearah tengkuknya, membuat ciuman kami semakin dalam. Sesekali aku meremas surai cokelat itu dengan begitu gemas, ketika dirinya yang berusaha menggodaku dengan menghentikan aktivitas kami. Lalu, menggantinya dengan sebuah kecupan singkat secara berulang.

Jungkook dan New York adalah hidup dan takdirku yang baru. []

●●●

Gimana? Aku takut epilognya nggak meninggalkan kesan yang mendalam untuk kalian. Dan jujur, aku bingung ngetik part ini karena awalnya aku mau buat sad ending. Tapi, ya entah kenapa jadinya gini.

Ada yang mau special chapter?

Rencananya aku mau buat itu untuk rasa terima kasih atas kalian yg udh baca dan ngevote cerita gaje ini.

Salam hangat dari Jimin yg akhirnya bahagia sama Jungkook 💕

A Silent Voice [KM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang