Busan 1 september 1998
"Appa... hiks.. jangan tinggalkan aku.." isak tangis seorang bocah namja berusia 8 tahunan kini tengah memegang erat jas hitam sang ayah, mata kecilnya terus meneteskan liquid bening yang semakin deras keluar tanpa di perintah.
Sementara seseorang yang di panggil 'appa' itu tampak menatap sang anak dengan sedih, tangannya terangkat untuk mengusap lembut surai hitam bocah itu.
"Pergilah nak, cari tempat yang aman, jaga adikmu hum? Kau paling dewasa di sini, appa percaya kau bisa menjaga mereka" ucap sang ayah seraya memeluk tubuh bocah itu yang saat ini tengah bergetar hebat. Dapat ia rasakan jika anak itu sedang menggeleng keras saat ini.
"Hiks.. andwae.. hiks.. appa, Jinie tidak mau, hiks.. jangan tinggalkan kami, appa" isaknya seraya memegang erat jas hitam yang di pakai sang ayah.
Pria yang terlihat berusia 30 tahunan itu tampak melepas pelukannya dan mengusap kepala sang anak dengan sayang.
"Appa percaya kau bisa menjaga adik-adikmu yang lain, appa pasti akan mencari kalian, hum? Appa harus pergi untuk menyelamatkan adik bungsumu, Appa janji, appa akan segera kembali sayang" ucap pria itu seraya melangkah pergi, bocah 8 tahunan itu tampak ingin mengejar sang ayah untuk masuk ke dalam rumah besar yang tampak di penuhi kobaran api, namun tangis seorang bayi yang tengah berada di gendongan adik keduanya tiba-tiba pecah dan menghentikan niatnya untuk mengejar sang ayah.
"Tae...uljima.. hiks.. appa akan segera kembali.. hiks.. uljima.. hyung akan melindungimu di sini" gumamnya seraya mengecup pipi sang adik guna untuk menenangkannya, namun anak itu masih tetap saja menangis.
"Hyung... Chim takut" isak seorang bocah lainnya lagi, seketika membuat bocah pemilik mata belok itu tak tega untuk meninggalkannya.
"Eoh.. hyung akan menjaga kalian... appa pasti akan datang, jangan takut, Hyung akan melindungimu" ucapnya seraya menenangkan ke lima adiknya.
"Hyung janji?"
"Eoh yaksoge"
"H-hyung....!"
Seokjin tiba-tiba terbangun akibat mimpi buruknya, nafasnya terdengar berat dan terengah-engah, kedua mata beloknya melirik jam weker yang terletak di atas meja nakas di samping tempat tidurnya.
Seokjin menghela nafasnya berat, meraup wajahnya kasar, ketika bayangan masalalu yang kelam dan mimpi yang selalu sama lagi-lagi datang menghampirinya, ia kembali menghela nafasnya cukup panjang, namun atensinya teralihkan saat tiba-tiba ponselnya bergetar di atas meja membuat ia menoleh dan menautkan kedua alisnya.
Siapa yang menghubunginya sepagi ini???
Namja tampan berbahu lebar itu seketika membulatkan kedua matanya saat ia menerima sebuah pesan ancaman dengan foto Jungkook yang sedang duduk terikat, kondisinya terlihat memperihatinkan.
"Apa-apaan ini? Apa mereka berusaha mengerjaiku?" Gumam Seokjin seraya melempar ponselnya asal, ia merasa semua ini hanyalah lelucon dan seseorang sedang berusaha untuk menjebaknya.
Untuk sesaat Seokjin terdiam.
"Bagaimana jika ancaman itu benar?" Gumamnya lagi, ia terlihat bimbang, namun menit berikutnya ia tersenyum sinis.
"Memang apa perduliku? Dia bukan adikku" ucap Seokjin santai lalu menyingkap selimutnya dan melangkah keluar kamar untuk mengambil segelas air.
***
Sementara di tempat lain, Jungkook terlihat duduk lemah dan merintih kesakitan ketika tali-tali itu melukai pergelangan tangan putihnya, kedua tangannya tampak berdarah, tak hanya itu, sudut bibirnya juga terlihat sobek dan mengeluarkan darah, matanya tampak sayu dan terlihat begitu lemah.