14. Menaklukkan Rasa Takut

4.6K 389 37
                                    

Don't forget to play your media. 👌

Boleh klik ini 🌟 dulu gak? ^^

Kata orang, cara menaklukkan rasa takut adalah dengan menghadapinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata orang, cara menaklukkan rasa takut adalah dengan menghadapinya.

-Putri Alya Safiqha-

Beberapa hari ini Byan seperti mayat hidup. Dia tidak pulang ke rumah, tidak juga ke rumah Remon, apa lagi ke base camp. Tapi setelah Byan keluar dari rumah sakit, Byan akhirnya memutuskan untuk kembali kuliah.

Seperti hari ini, Byan kuliah hanya saja semua orang bisa melihat kegelisahan Byan hanya dengan sekali pandang. Rambut yang berantakan, kemeja yang lusuh, kantong mata yang melingkar jelas di bawah mata. Byan terlihat kacau.

Tapi Byan berusaha tidak acuh dengan pandangan aneh teman-teman sekelasnya. Byan melangkah pergi setelah jam pertama selesai, sebelum Juni menghampiri untuk menyampaikan sesuatu.

Bisik-bisik terdengar mengganggu ketika Byan baru mendudukkan pantat di bangku kantin setelah memesan segelas es teh. Orang-orang menatap Byan dengan tatapan aneh sambil sesekali melirik ke ponsel mereka. Tapi entah apa yang anak-anak itu lihat di ponsel mereka.

Sekali lagi, Byan tidak acuhkan semua itu. Sampai ketika seseorang menggebrak meja depan Byan dengan gelas berisi es teh pesanannya hingga sebagian isi gelas itu muncrat ke luar. Byan lantas tersentak dengan tindakan kurang ajar orang itu.

"Jadi ini yang bikin kampus kita heboh?" tukas Robi anak mahasiswa teknik yang juga teman dekat Paul.

Byan tidak paham dengan maksud perkataan Robi. Sekilas dia memutar kepala melihat kerumunan anak teknik lainnya yang menatapnya dengan tatapan benci. Bahkan di beberapa tempat orang-orang yang berkerumun juga berasal dari berbagai macam fakultas.

"Pembunuh!" desis salah seorang dari belakang yang tidak Byan kenali itu siapa.

"Maksud lo apaan?" tanya Byan dengan nada serendah mungkin. Dia harus menekan kuat kebiasaannya yang suka meledak. Karena kali ini Byan sedang tidak bernafsu untuk ribut.

Robi tertawa sekilas. "Belagak pilon lo ha?" Robi menengadah tangan ke belakang meminta temannya memberi sesuatu. Dan dari belakang cowok bertubuh tinggi kurus memberikan ponsel padanya dari situ, Robi memperlihatkan foto di ponsel pintarnya yang berisi surat Paul. "Ini! Ini surat Paul buat lo, 'kan? Jadi elo penyebab Paul bunuh diri?!"

"Masih berani juga ternyata ke kampus. Setelah buat temen kita mati bunuh diri. Gila, muka tembok banget lo." sindir Fatur, teman Robi.

Robi sekarang maju lagi, memotong jarak cukup banyak hingga mereka berhadap-hadapan. "Iya jelas. Mungkin dia masih mengira bokapnya rektor di kampus kita. Jadi, dia kira bisa berbuat sesukanya."

Desas desis itu terdengar lagi. Mereka yang di kiri kanan kantin hanya berdesis mengatakan Byan memanfaatkan kekuasaan Bagas, ayahnya.

"Mampus itu anak biar rasa!"
"Sekarang gak ada lagi yang belain dia."
"Pak Bagas bukan lagi rektor di sini, itu berarti dia udah gak punya kekuasaan apa-apa."
"Kalo gua jadi dia, udah pindah kali dari kampus ini."
"Orang jahat kayak dia harusnya ... berkumpul sama orang-orang jahat."

Abyan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang