19. Perihal Melupakan

4.1K 318 21
                                    

Don't forget to play your media. 👌

Boleh klik 🌟 dulu gak?

Rasa yang paling sakit dari rindu itu bukan ketika rindu orangnya, melainkan ketika rindu dengan kenangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa yang paling sakit dari rindu itu bukan ketika rindu orangnya, melainkan ketika rindu dengan kenangannya. Karena kita sadar, ketika seseorang pergi, kenangan akan tetap tinggal.

-Abyan Cetta Reynand-

"Sorry, gua telat. Gua harus nyelesein beberapa urusan dulu ama anak-anak, tadi." Byan menarik bangku dan langsung duduk di samping Juni dan Riris yang sudah menunggu sekitar limabelas menit yang lalu. "Gua kira cuma lu doang yang mau ngomong sama gua," tambah Byan melirik ke arah Riris.

Riris mengangkat satu alisnya dengan wajah santai. "Bukan cuma kita berdua doang kok yang mau ngomong sesuatu."

Juni mengangguk pelan. Takut-takut dia menatap Byan karena mungkin raut wajah santai Byan akan berubah ketika mengetahui siapa yang akan ikut bergabung dengan obrolan mereka malam ini.

Benar saja, anggukan pelan itu memunculkan beberapa kerutan di dahi Byan. Byan merasa ada yang aneh dan firasatnya berkata tidak enak. Ketika dua gadis di depannya menarik napas pelan, seseorang datang dari belakang Byan. Menarik bangku di samping Byan dan duduk di sana.

Mata Byan langsung membulat. Byan bahkan langsung berdiri dengan napas tertahan di tenggorokan. "Lo?!"

"Yan," cegah Rafa pada lengan Byan agar tidak pergi. Tapi dengan kasar, Byan menepisnya. "Ada yang perlu kita semua omongin."

Byan mendengus kasar. "Ngomong? Gua gak ngerasa butuh ngomong sesuatu sama lo."

"Yan, come on! Bisa gak kita ngelupain perseteruan kita untuk sebentar aja."

Tanpa memedulikan Rafa, Byan memalingkan wajahnya.

"Yan," Rafa memanggil lagi. "Ini tentang Sheeva, Yan. Kita harus ngomongin ini sama lo."

Sekarang Byan berbalik. Menatap Rafa dengan tatapan nyalang penuh kebencian. Tatapan yang masih sama seperti terakhir kali mereka bertemu di rumah sakit. Rafa bergeming, ia tidak marah dengan kebencian di wajah Byan. Rafa rasa dirinya malah tidak berhak marah atas kebencian itu.

"Yan--"

"Gak ada yang perlu diomongin. Gua berani sumpah, semuanya udah selesai," tandas Byan tak terbantahkan. Tidak perduli dengan penjelasan apa yang ingin Rafa sampaikan, Byan tidak mau dengar. Tapi untung saja Juni dan Riris berhasil menahan Byan yang lagi-lagi berusaha pergi. Kalau tidak, mungkin hari ini Byan tidak akan mendengar kenyataan tentang kematian Sheeva.

"Dengerin dulu, oke..." pinta Riris yang ketiga kalinya. "Jangan batu apa sekali-kali."

Byan memasang wajah angkuh. Enggan menatap Rafa yang berusaha menjelaskan duduk permasalahan padanya. Rafa tidak benar-benar terganggu dengan sikap Byan, selama anak itu masih mau memasang telinga untuk mendengarkan.

Abyan [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang