Chapter Sembilan

4K 327 8
                                    

Prilly POV

Untuk dapat uang lebih cepat akhirnya gue mau menerima tawaran dari bad boy alay yang nyatanya masih berstatus pacar gue. Berhubung gue penasaran banget sama acara camping nanti, gue harus kerja extra buat dapat uang lebih cepat dan tepat pada waktunya. Bahkan gue harus menyiapkan kesabaran tingkat gunung agung buat menghadapi itu bad boy alay.

Gue cuma bisa menghela napas kasar berkali-kali waktu Ali sama sekali gak menyerap satupun rumus matematika yang udah gue jabarin dengan sangat detail.

Padahal metode pengajaran yang gue pakai adalah metode pengajaran tingkat sekolah dasar tapi memang pada dasarnya otak sengklek bad boy alay ini yang bener-bener tumpul bikin tu otak gak bisa menyerap sedikit aja rumus yang gue kasih. Kayaknya besok-besok itu otak perlu dikasih bungkusan kapas biar cepat menyerap.

"Li, yang bener dong. Dinda aja udah ngerti rumus yang gue jelasin, masa lo enggak." ujar gue.

Yaps. Gue gak cuma berdua sama Ali disini. Tapi entah angin laut ke darat atau angin darat ke laut, tiba-tiba aja Dinda teman sekelas Ali mau ikut belajar bareng. Awalnya Ali nolak dengan alasan pengen belajar fokus cuma sama gue. Tapi menurut gue gak ada salahnya juga Dinda ikut, itung-itung nambah orang waras diantara kami jadi gak cuma gue orang waras disini.

Walaupun itu si Ali punya wajah ganteng, tapi tetap aja kelakuannya selalu bikin darah gue naik keubun-ubun, kalau kena jarum udah muncrat kemana-mana dah tu darahnya. Al-hasil, Ali mengizinkan Dinda ikut dengan sedikit paksaan dan pelototan dari gue.

"Ah, lo ngajarinnya pilih kasih. Ke Dinda lo lembut, lah ke gue lo marah-marah kayak gini."

Ini anak memang sukanya cari ribut muluk ya sama gue. Lama-lama suasana disini jadi kayak kejuaraan tinju satu RT berhadiah satu buah penghargaan berupa satu buah buku lengkap dengan alat tulisnya.

"Yaudah ulang ya dari awal." muntah duit cepat kaya gue tiap hari bersikap sok manis gini sama Ali. Ya Allah apa salah dan dosaku ini.

"Gue ambil minum dulu deh." kata dia terus berlalu kearah kanan.

Gue gak tau itu arah apa. Tapi kalau dari posisi gue sih itu arah kanan. Yang bisa gue pastikan itu arah menuju dapur. Rumah Ali yang gedong kayak istana es putri elsa ini bikin gue bingung letak dapur dimana, letak ruang tamu dimana. Bahkan gue gak bisa menentukan dimana letak kamar mandi cewek yang kata Ali itu di pisah sama kamar mandi cowok.

"Prill, gimana rasanya jadi pacar Ali?" tanya Dinda yang secara tiba-tiba sontak aja bikin gue sedikit terkejut terus langsung natap dia dengan tatapan bingung.

"Seperti yang lo liat." jawab gue enteng.

"Keliatannya Ali sayang banget deh sama lo."

Ya kali orang kayak Ali yang ngakunya bad boy tapi alay, bisa serius sama kata-katanya. Itu gak mungkin. Sejak kapan sih sejarah tentang seorang bad boy yang punya tingkat kealayan melebihi orang alay kayak Ali bisa serius bilang sayang sama seseorang itu diturunkan?

Ada di pasal berapa?

Ayat berapa?

Tahun berapa?

Masih untung gue mau nerima itu anak. Kalau enggak malu-malu deh tu anak didepan semua siswa sekolah.

"Baru keliatannya kan."

Seakan gak mau memperpanjang kalimat lagi gue memutuskan untuk membolak-balikkan buku pelajaran matematika yang hari ini harus Ali pelajari. Tapi respon Dinda malah beda, dia justru pengen lebih tau tentang hubungan asmara gue sama si bad boy alay. Apa coba untungnya buat dia? Gue tau jangan-jangan ini anak suka sama Ali. Ya, kalau suka bawa pulang dah kantongin pakai keresek berbayar biar gak terlalu kumel.

APL (1) APRILL (Ali, I Love You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang