Chapter Dua Puluh Tujuh

3.9K 270 11
                                    

Prilly POV

Gak ada satupun orang yang berpihak sama gue. Gak ada satupun yang percaya kalau Ali masih hidup termasuk keluarga Ali. Mommy Ali yang gue pikir akan mendukung seratus persen keoptimisan gue tentang Ali yang masih hidup dan pasti ketemu ternyata dengan mudahnya menyetujui keputusan tim sar buat menutup kasus Ali gitu aja. Apa maksud dia sebenarnya? Apa itu yang namanya kasih sayang seorang ibu untuk anaknya? Seharusnya mommy Ali yang berjuang mati-matian untuk keselamatan Ali dan kalau perlu dia terus mendesak tim sar buat gak berhenti cari Ali sampai dia ketemu.

Tapi ini apa? Katakanlah gue kecewa sama keputusan mommy Ali sekarang. Apa yang ada dipikiran dia sama sekali gak masuk daftar pikiran gue. Yang pada awalnya gue yakin kalau mommy Ali adalah faktor terpenting yang sangat berpengaruh di pencarian Ali sekarang, tapi justru berbalik jadi orang yang sangat gue ragukan untuk ikut berada di pihak gue mempertahankan kasus Ali jangan sampai di tutup.

"Terus Prilly harus gimana, bun?" tanya gue sambil menoleh kearah bunda. "Yah?" selanjutnya gue tolehkan kepala kearah ayah. "Pak?" kini gue menoleh kearah tiga bapak tim sar yang duduk berjajar di samping kanan gue tentu aja dibangku yang lain.

Semua yang gue tanyai malah nunduk kayak orang lagi mengheningkan cipta. Asli, kita lagi gak upacara pengibaran bendera merah putih di hari senin, jadi tolong kalian jangan menunduk seperti tersangka terciduk oleh tim patrol 86.

Jawab gue sekarang! Ingin gue berteriak macam itu. Tapi gue tau, mereka orang tua dan gue kind jaman now. Jadi gak seharusnya dan sangat tidak di anjurkan buat gue membentak mereka.

"Ikhlaskan, sayang." kata bunda yang terdengar lirih di telinga gue itu berhasil bikin gue pengen nangis lagi tapi masih bisa buat gue tahan.

"Ikhlaskan? Apa yang harus Prilly ikhlaskan bunda?" gue tersenyum kecut buat semua orang yang ada disitu natap gue iba, tapi jujur itu bukan tatapan yang gue ingin kan dari mereka.

"Bunda suruh Prilly ikhlaskan Ali? Bundaaaaa gak ada yang harus Prilly ikhlaskan. Percaya sama Prilly, Ali masih hidup dia pasti kembali." kata gue seperti orang gila yang mendambakan sesuatu yang padahal gue sendiri tau itu gak akan mungkin bisa kesampaian.

Bisa dibilang hari ini gue bersikap seperti orang tegar yang berharap keajaiban datang menghampiri, padahal jauh di dalam lubuk hati gue. Gue pengen nangis meraung-raung, mengutarakan semua keluh kesal yang selama ini gue pendam sendiri.

Jangan bilang kalau gue yakin kalau Ali pasti selamat? Enggak! Gue sama sekali gak yakin kalau Ali pasti selamat dari ombak itu. Please, gue cuma pengen menghibur diri gue sendiri dan berusaha meyakinkan kalau Ali pasti kembali tanpa kurang suatu apapun.

"Sayang."

"Apa lagi bunda? Kalau mereka gak mau lagi cari Ali. Prilly bisa cari dia sendiri tanpa bantuan mereka, tanpa bantuan bunda sama ayah, tanpa bantuan keluarga Ali juga. Selama Prilly belum lihat langsung jasad Ali pakai mata kepala Prilly sendiri, Prilly gak akan pernah bilang kalau Ali udah meninggal." jelas gue.

Bisa-bisanya air mata sialan ini netes gitu aja dari mata gue. Sesegera mungkin gue langsung menyeka air mata itu dari pipi gue. Persetan sama pipi gue yang memerah akibat gue menyeka air mata itu dengan sangat kasar! Gue cuma gak pengen ada air mata lagi. Mereka harus lihat kalau gue tegar dan supaya mereka yakin kalau Ali pasti kembali diantara kita semua. Kita, orang-orang yang menyayangi Ali. Gue, pacarnya yang sangat menunggu kehadirannya lagi.

"Nangislah, nak. Ayah gak keberatan kalau kamu nangis di pundak ayah. Anggap aja ini pundak, Ali. Pacarmu itu." kata Ayah.

Dia paling tau saat apa yang buat putrinya ini rapuh dan membutuhkan pundak atau sekedar pelukan hangat dari seorang ayah yang selalu membangkitkan lagi semangat hidupnya.

APL (1) APRILL (Ali, I Love You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang