Chapter Sepuluh

4.3K 315 11
                                    

Ali POV

"Kayak bocah banget sih, ngajak gue makan es cream."

"Es cream kan manis kayak lo gitu."

"Kalau cabe-cabean ceban yang suka mangkal di trotoar aja lo ajak ke mall. Lah, gue lo ajak makan es cream di pinggir jalan kayak gini doang."

Jawaban Prilly bikin gue terkekeh sendiri. Ini anak beneran lagi cemburu atau enggak ya? Kalau iya jadi lah gue bikin tasyakuran sembilan hari sembilan malam. Bahkan kalau perlu, pakai acara siraman sembilan macam bunga dari sembilan negara yang berbeda. Biar lebih apdol tu pelet.

"Lo gak suka es cream?" tanya gue sambil menaikan sebelah alis gue kearah dia.

"Gak juga sih. Aneh aja, kata lo gue ini pacar lo, tapi diajak jajannya di pinggir jalan kayak gini. Beda banget sama cabe lo yang lain, yang suka lo bawa ke mall. Segitu gak pantesnya gue injakkan kaki di lantai marmer itu mall?"

Ini anak gak biasanya banget dah ngambek kayak begini. Jadi makin gemes, makin sayang, makin cinta, makin apa lagi ya? Apa aja deh lo pada sebutin atu-atu yang penting tu doa yang baik-baik buat gue dan kekasih hati.

Bahkan tadi kuping gue gak salah dengar? Prilly ngakui kalau dia itu pacar gue. Oh My Allah, ini sih udah kayak dapat kupon ketiban lotre. Lengkap sudah kebahagiaan gue, yang intinya bad boy berkelas yang gantengnya setingkat sama leher jerapah lagi bahagia tiada tara sekarang. Gue traktir deh tu cabe-cabe ceban di warteg kang Malik.

"Jadi lo udah ngakuin kalau lo itu pacar gue?"

Seneng banget dah ah menggoda ini cewek. Kayaknya pelet gue yang di tanam beberapa minggu lalu baru bereaksi sekarang. Tapi gak apa-apa lah, mending terlambat daripada gak sama sekali.

"Yey.. Siapa juga yang ngakuin lo sebagai pacar gue. Gue cuma nanya. Lo kan yang selalu bilang kalau gue ini pacar lo? Jadi gue tanya kenapa tu cewek cabe ceban lo ajak ke mall sedangkan gue yang katanya pacar lo malah diajak nongkrong di pinggir jalan kayak gini."

Etttt dah bisa banget ngelesnya neng, kayak kang bajigur. Baru beberapa hari ini anak jadi guru private gue aja dia udah mengakui kalau gue ini pacar sejatinya. Apalagi kalau udah satu minggu, satu bulan, satu tahun, udah menang jatah banyak lah gue.

"Yaudah yuk. Pindah ke mall. Pilih aja mall yang lo suka. Pilih aja es cream yang lo pengen disana, gue beliin." kata gue menyombongkan diri sambil narik tangan Prilly secara lembut.

Gue melirik Prilly yang sama sekali gak bergerak dari tempatnya. Ini anak sejak kapan beralih profesi jadi patung pancoran? Diam aja kayak keselek konde kepala sekolah. Memang ada yang salah gitu sama ucapan gue? Bukannya dia tadi yang minta pergi ke mall kayak gue bawa cabe-cabe ceban trotoar yang bisanya cuma peras uang bokap nyokap gue.

Gue kembali duduk ketika lihat Prilly sama sekali gak bergeming. Oke, Li, lo harus gentle. Tanya tu cewek maunya apa. Memang ya isi hati cewek gak pernah bisa ditebak mending ngisi TTS sekalian dapat hadiah daripada nebak tu isi hati. Sampai lebaran cucu onta beranak kuda juga gue gak akan paham.

"Katanya mau ke mall."

"Lepasin tangan gue." kata dia datar yang bikin gue sedikit merinding dan sontak langsung melepas gengaman tangan gue dari tangan dia.

Padahal lagi hangat-hangatnya itu tangan nempel di kompor listrik keluaran terbaru udah di suruh lepasin lagi.

"Jadi gak ke mall."

"Disini aja."

Dia kira pembawa acara ini talk show, pakai acara bilang disini aja. Tadi siapa yang secara gak langsung minta pergi ke mall? Terus siapa yang banding-bandingkan perlakuan gue kedia sama ke cabe ceban trotoar? Ampun pusing pala Ali, ya Allah.

APL (1) APRILL (Ali, I Love You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang