Chapter Empat Belas

3.3K 291 7
                                    

Prilly POV

Waktu free class gue habiskan buat baca buku biologi dikelas walaupun banyak siswa lain yang berbondong-bondong kayak lagi antri sembako murah menuju kantin sekolah tapi gue lebih milih stay dikelas ditemani buku kesayangan gue. Karena memang kalau di jam free class kayak gini semua siswa bebas melakukan apapun yang mereka suka asalkan gak sampai terciduk lagi mabok dipojokan kelas.

Gue lebih tertarik sama buku biologi gue dari pada berdesakan di kantin cuma buat pesan es teh manis. Lagi pula perut gue udah di isi dan sampai sekarang belum minta di tambah lagi.

"PRILLYYYY...." teriak seseorang yang gue yakini itu Gritte, siapa sih yang gak kenal sama suara petasan banting dia itu. Malah gue udah bosen dengar dia teriak-teriak kayak sekarang ini.

Gue gak hiraukan Gritte dan terus fokus baca buku ditangan gue. Biasa anak baik rajin dan pintar, orang lain pergi ke kantin gue keperpustakaan, orang lain baca snap sosmed gue baca buku biologi, orang lain mati gue ikut kuburin. Begitulah hidup, gak perlu mengekor orang lain, lakukan apa yang di suka asalkan itu bermanfaat.

"Prillll... Gue lagi ngomong sama lo. Ini urgent."

Gue natap Gritte sebentar terus balik lagi natap tulisan dalam buku biologi gue. Muka Gritte gak lebih menarik dari tinta hitam yang punya berjuta jendela dunia dalam bentuk buku yang lagi gue pegang sekarang.

"Prilly!" sentak Gritte sambil menangkup kedua pipi gue sama tangannya yang mau gak mau gue pun ikut natap dia, ini anak kesambet setan dimana sih kok jadi bersikap alay kayak gini. Ah, gue lupa, Gritte kan maniak Ali si bad boy alay, wajar aja kalau dia juga bersikap alay kayak sekarang.

"Apaan sih!" balas gue sembari menepis tangan dia dari pipi gue. Dikira lagi syuting drama korea apa pakai acara menangkup pipi segala. Gue lebih tertarik sama action dari pada romantic. Lebih suka menantang dari pada nangis-nangis.

"Ali.. Prill.. Ali.."

"Ali kenapa? Selingkuh? Yaudah sih biarin aja, udah biasa."

"Bukan. Ali berantem dilapangan belakang."

Dengar kata itu gue langsung membeku ditempat kayak ayam boiler masuk kedalam lemari pembeku. Bukan apa-apa, selama gue dan dia jadi pasangan gue belum dengar lagi Ali berantem atau apalah itu yang bisa bikin dia dihukum kepala sekolah. Tapi sekarang dia berantem lagi? Sama siapa? Siapa yang buat masalah sama dia? Kenapa juga hati gue ikut sesak dengarnya.

Tanpa nunggu aba-aba lagi gue ambil langkah seribu walaupun gue tau langkah kaki cuma bisa dilakukan satu persatu bukan seribu, tapi gue pengen cepat sampai di taman belakang dan cari tau apa alasan Ali balik lagi ke profesi awalnya sebagai Bad Boy kang tawuran.

Gue rasa gue gak sendiri jalan menuju taman belakang, karena batin gue merasa Gritte juga ikut jalan dibelakang gue. Feeling seorang sahabat gak mungkin salah walaupun gue gak nengok kebelakang buat lihat Gritte ada disana atau enggak. Yang jelas jawabannya pasti ada disana.

"Prill, pelan-pelan dong. Ali gak mungkin kalah."

Apanya yang gak mungkin kalah? Dia bisa kena skoks atau lebih parah dia bisa dikeluarkan dari sekolah. Biarpun orang tua Ali berstatus sebagai orang kaya tapi tetap saja sekolah disini harus memenuhi syarat dan mematuhi peraturan. Itu kenapa gue memilih sekolah disini, mereka gak pernah membedakan orang yang punya banyak uang dan orang yang punya uang pas-pasan kayak gue.

"Prill, hati-hati dong." kata Gritte tepat disaat kaki gue injak batu sampai akhirnya kecengklak sedikit. Memang ditaman belakang sekolah gue masih banyak batu meteor bersebaran jadi wajar aja kalau jalanannya gak rata.

Tapi itu gak mungkin meruntuhkan niatan gue buat cepat sampai di TKP tempat Ali berantem. Gue gak tau kenapa, rasa sakit dikaki gue yang tadi sempat kecengklak gak lebih besar dari rasa cemas gue sama keadaan Ali disana. Gue akui gue khawatir!

APL (1) APRILL (Ali, I Love You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang