Chapter Dua Belas

3.6K 297 13
                                    

Prilly POV

Ali buaya! Lagi enak-enak gue makan es cream, dia malah hancuri semua kesan manis yang es cream itu kasih ke lidah gue. Dasar bad boy alay! Bisa-bisanya dia cari kesempatan dalam kesempitan.

Ini baru pertama kali bibir gue disosor sama bibir buluk seorang bad boy alay macam dia. Karena memang Ali orang pertama yang sentuh bibir manis gue. Gue harus gimana? Gak suci lagi dah gue. First kiss gue udah Ali ambil tanpa persetujuan gue dulu. Kalimat itu terus aja tebayang dalam benak gue.

Sampai akhirnya angkot yang gue tumpangi berhenti dihalte dekat rumah gue. Guepun turun setelah memberi ongkos sama tu kang angkot.

Entah kenapa tiba-tiba kejadian tadi terus kebayang dalam otak gue, gue rasa otak gue ikutan gesrek gara-gara Ali. Tepat kejadiaan saat tu bibir buluk nempel indah dibibir manis gue yang selalu terbayang dalam ingatan gue. Ini memang gak disengaja. Gue sadar, kalau Ali memang melakukan ini bukan atas dasar kesengajaan, karena gue gak sama sekali merasa kalau Ali minta lebih dari daratan bibirnya dibibir gue tadi. Itu cukup membuktikkan kalau Ali melakukan itu memang bukan atas kemauannya.

Tapi tetap aja, Ali memenangkan first kiss dari gue mungkin bukan first kiss juga buat dia. Karena gue yakin seorang Bad Boy alay kayak Ali yang punya banyak cabe ceban diluaran sana, udah pernah merasakan hal kayak gini. Mungkin aja lebih. Kenapa ada sedikit kesan gak rela dalam hati gue saat otak gue memaksa untuk membayangkan Ali bersmaa cabe cebannya di trotoar jalan?

Ali gak melakukan hal yang lebih sama sekali terhadap gue, padahal kalau dia mau kesempatan terbuka lebar buat dia. Tapi selama kita pacaran yang terkesan banyak pemaksaan dari pada keikhlasannya, Ali sama sekali gak pernah melakukan hal di luar batas. Sebenarnya gue juga gak masalah ini bibir di cicip dikit sama Ali.

Gue menggeleng kepala cepat ketika pikiran abal-abal itu hinggap begitu aja di otak gue yang tanpa sadar ni tangan juga ikut memegang bibir bawah bekas tempelan bibir Ali.

Tanpa mau ini otak berpikiran lebih ngawur lagi, gue pun mempercepat langkah kaki gue menuju rumah.

Rumah gue berada lumayan jauh dari halte kang angkot yang gue tumpangi tadi. Wajar aja, rumah gue bukan mansion atau rumah gedong berbintang lima kayak rumah yang ditempati Ali. Gue cuma tinggal dirumah sederhana tapi penuh kebahagiaan.

Setengah jalan yang udah masuk daerah perkampungan seketika mata gue sedikit menyipit kearah anak usia lima tahun yang berjalan sedikit berlari mendekat kearah gue.

"Kak Prilly, ini ada bunga." kata Bejo anak kecil yang suka main dihalaman rumah gue yang bikin gue mengerutkan dahi bingung.

Dengan tampang masih melongo gue menerima satu tangkai bunga dari Bejo dan reflek sejenak menciumi aroma bunga tersebut.

"Ini dari siapa, Jo."

Lah, Bejo malah geleng-geleng kepala kayak lagi konser metal sambil cengengesan kemudian terbirit pergi bikin gue makin bingung. Gak biasanya tu anak lari kencang kayak habis dikejar pocong bisa jalan. Karena biasanya kalau tu anak kecil ketemu sama gue, dia pasti minta jajan ini itu, udah dikira emaknya aja gue sama dia. Tapi sejauh ini gue tetap respek sama Bejo.

Lupakan tentang Bejo. Gue melangkahkan kaki lagi menuju rumah yang udah mulai dekat jaraknya. Lagi-lagi gue dibuat bingung sekaligus kaget kali ini oleh kang sayur yang biasa lewat didepan rumah langganan bunda juga ikut kasih gue bunga mawar. Ini sebenarnya ada apa sih? Mereka kira gue kuburan di kasih bunga segala, untung aja tu bunga bukan bunga melati.

"Ini dari siapa mang?"

"Dari orang lah neng."

Ini kang sayur mau menguji kesabaran gue, gak tau apa kalau kesabaran gue udah terkumpul sampai setinggi gunung agung karena Ali, malah mau nambah tingkat kesabaran gue lagi ini mang Afif.

APL (1) APRILL (Ali, I Love You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang