Part 16

29 3 0
                                    

Ara masuk kedalam rumahnya dalam keadaan gontai. Entah kenapa ia kurang semangat 3 hari belakangan ini.

Ariz.

Entah kemana manusia satu itu, Ara tidak tahu. Ia selalu memikirkan Ariz. Kemana ia pergi dan ada urusan apa sampai tidak memberitahunya? Tunggu. Memang Ara siapanya Ariz?

Ara menghela nafasnya kasar,"kenapa jadi mikirin dia mulu sih!"

Ara berjalan menuju kamarnya. Rumahnya sepi. Mungkin abangnya lagi di kamar.

"Abang jahat. Adeknya disuruh pulang naik angkot malah kakaknya udah tidur di kamar. Dasar abang laknat," ucap Ara didepan kamar Arzy.

Tak lama kemudian, pintu kamar Arzy pun terbuka,"WOY, NGOMONGIN GUE YA?" Ucap Arzy dengan mulut toa nya.

"Ya Allah, biasa aja kali suaranya. Gak usah teriak deh ya bang, sebel gue," Ara sebal. Ia hendak melangkahkan kakinya menuju kamarnya sendiri yang terletak disebelah kamar Arzy. Namun, sebelum melangkah, tangan Ara sudah dicekal terlebih dahulu oleh abangnya itu.

"Apaan sih bang? Kangen gue ya lo?"

"Idih pede banget lo," Arzy melepas cekalan tangan Ara.

"Terus mau lo apa?!"

"Sensi amat lo, sini masuk. Lo harus cerita sama gue!" Perintah Arzy.

Ara menatap abangnya dengan penuh tanda tanya,"cerita? Cerita apaan? Dongeng?"

"Udah masuk aja dulu, kalau gak masuk, besok dan seterusnya lo berangkat pulang naik angkot terus," ancam Arzy.

Ara melotot mendengar ucapan abangnya barusan,"kayaknya setiap hari gue naik angkot deh,"

"Bodo. Pokoknya lo harus cerita sama gue,"

"Nanti."

"Sekarang."

"Nanti aja."

"SEKARANG."

"Yaudah."

Mereka berdua masuk kedalam kamar Arzy. Kamar bernuansa biru dongker yang didalamnya sangat rapi. Kamar yang paling Ara suka. Tenang. Kamar dimana ia selalu menceritakan keluh kesahnya kepada kakaknya yang sangat ia sayang dan menyebalkan.

"Duduk." Ara menuruti ucapan Arzy. Ia duduk di kasur king size milik kakaknya itu.

"Sekarang, ceritain ke gue, kenapa muka lo lusuh banget akhir-akhir ini."

"Gapapa."

Arzy membuang nafasnya perlahan. Sabar. Ia harus sabar untuk bertanya kepada adiknya yang satu ini,"ceritain ke abang Ra, siapa tahu abang bisa membantu."

Ara menghembaskan badannya ke kasur dan memejamkan matanya,"Ara gak apa-apa kok bang, cuma kecapekan."

Arzy ikut menghempaskan tubuhnya ke kasur,"bohong. Abang udah kenal kamu dari dulu Ra. Abang bukan orang baru. Kamu masih ingatkan waktu dulu? Kalau ada masalah sekecil apapun, kamu akan cerita sama abang kan? Masalah yang besar maupun kecil, masalah yang selalu mengganggu pikiranmu Ra."

Ara membuka matanya. Ia menatap langit-langit kamar Arzy. Ia tahu, pasti ini akan menjadi pembicaraan yang serius. Kalau abangnya bicara dengan lembut dan menggunakan kata aku-kamu pasti kakaknya itu sangat ingin tahu tentang apa yang sedang Ara alami.

"Ariz."

Arzy pun terduduk. Kemudian menatap Ara. Ara pun juga ikut terduduk dengan menatap mata Arzy.

"Siapa Ariz?"

"Temen Ara."

Arzy menaikkan sebelah alisnya. Tidak percaya dengan ucapan Ara,"temen atau temen?"

"Teman."

"Terus masalahnya apa?"

Ara memalingkan wajahnya dari Arzy. Malu. Ia malu jika bercerita kepada kakaknya tentang cowok,"Dia pergi tanpa ngasih tahu ke Ara."

"Terus?"

"Ya, Ara sedih lah."

Arzy mengangguk. Ia paham dengan ucapan Ara. Arzy adalah tipe orang yang mudah peka apalagi dengan sikap Ara,"Kamu suka sama Ariz?"

"Gak tahu."

"Apa yang kamu rasain jika ada didekatnya?"

Ara nampak sedang berpikir,"Nyaman."

"Terus?" Arzy masih setia mendengarkan setiap perkataan yang akan terlontarkan dari mulut Ara.

"Gak bisa diungkapin, aku bingung bang."

"Kamu sudah suka sama Ariz. Cie, Ara jatuh cinta, ciee." Goda Arzy.

Ara melirik tajam kakaknya itu,"Apaan sih bang. Suka darimana coba?"

Arzy melirik adiknya sebentar,"kalau lo suka sama seseorang maka ungkapkanlah, sebelum terlambat. Ibaratnya nih ya, lo berangkat sekolah, terus telat. Pasti lo dihukum sama guru kan? Nah, begitu pula kalau lo suka sama seseorang, lo harus cepet-cepet masuk ke hati orang tersebut, sebelum mendapat hukuman dari orang yang lebih dulu masuk kehati tersebut.

"Dapet teori ini darimana lu bang?" Tumben bijak lo," ledek Ara.

"Kepo. Oke, my little sister, kalau ada apa-apa harus cerita sama gue. Sekarang lo boleh ke kamar lo."

Ara memutar bola matanya jengah,"terserah lo bang," Ara kemudian berjalan menuju kamarnya.

Ucapan Arzy tadi masih mengiang di kepalanya.

***

Bagaimana part ini?

Vote dan commentnya jangan lupa ya

Terimakasih❤

If You Know [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang