Part 24

30 3 7
                                    

Suasana sekolah sore hari ini sangat ramai, berisik, deru motor maupun mobil pun berbunyi. Tapi tidak dengan hati Ara. Hatinya sepi, kacau, dan sedih. Bagaimana tidak? Apa yang kalian rasakan jika orang yang kalian sayang ternyata pacaran dengan orang lain? Sakit? Memang. Itulah yang dirasakan Ara saat ini. Ketika harapannya untuk bisa selalu bersama Ariz sirna karena Ariz lebih memilih orang lain yang sama sekali tidak dikenal Ara. Ingin marah? Tentu. Tapi siapa Ara? Pacar? Bukan. Gebetan? Bukan. Hanya teman. Ya, itulah sebutan yang selama ini diberikan Ariz kepada Ara. Hanya teman. Tidak lebih.

Ara pun berjalan sendiri menuju ke depan sekolah. Teman-teman Ara yang lain sedang ada urusan masing-masing.

"Ara?"

Yang dipanggil namanya pun menoleh. Ia melihat kearah seseorang yang memanggilnya tadi. Orang itu menghampiri Ara yang saat ini sudah didepan gerbang sekolah.

"Mau pulang?" Tanya orang tersebut.

"Iya."

"Bareng gue aja yuk," ajak orang itu. Ara pun menimang-nimang ajakan orang itu. Dengan penuh yakin, Ara menyetujui ajakannya. Siapa tahu dengannya Ara bisa melupakan bayang-bayang Ariz sejenak.

"Ya udah yuk, kita ke parkiran, ambil motor dulu," Ara pun mengekor dibelakang orang itu menuju ke parkiran.

Saat telah sampai di parkiran, orang itu langsung menghampiri motor merah kesayangannya. Orang itu lalu mengenakan helm full-face nya lalu mulai men-stater motornya.

"Yuk naik," Ara pun mulai menaiki motor merah tersebut.

Lalu orang itu mulai melajukan motornya dan meninggalkan parkiran sekolah.

Sedangkan dari jarak beberapa meter sebelum Ara dan orang itu pergi meninggalkan parkiran itu, ada seseorang yang diam-diam melihat mereka berdua dari kejauhan.

"Gak salah gue ngelepas lo, Ra," ucap cowok tersebut dalam hatinya.

"Pulang sekarang yuk, Riz," ajak perempuan yang kini sedang berada disampingnya.

Ariz pun terkejut dengan perempuan yang ada disampingnya kini, "eh?"

"Kamu ngelamun ya?" Ucap perempuan itu.

"Enggak kok. Ya udah, pulang yuk. Nanti, aku anter sampai rumah," ucap Ariz.

Ariz dan perempuan itu menuju ke tempat motor Ariz di parkirkan. Perempuan itu mulai menggenggam jari-jemari Ariz dan menautkan jari mereka berdua. Ariz pun hanya menurut saja atas apa yang dilakukan perempuan yang ada disampingnya yang kini notabene nya sebagai pacar Ariz.

"Lebih nyaman pegangan sama Ara daripada dia," batin Ariz.

-------

Ara kini berada di sebuah taman. Taman saat dimana Ara dan Ariz berdua dan Ariz menyeritakan masalah apa yang sedang ia alami. Ditempat ini pula, dulu Ara dan Ariz jadi semakin dekat. Tapi, tidak untuk kali ini. Ditempat ini bukanlah Ara dan Ariz yang berada disini. Melainkan oranglain. Dan orang itu adalah Afnan. Ya, Afnan lah yang mengajak Ara pulang bersama dan Afnan juga yang mengajak Ara ke tempat ini. Tempat dimana banyak sekali kenangan yang terukir disini. Sekejap namun membekas bagi Ara.

Ara dan Afnan kini duduk dibawah pohon yang sangat rindang. Daun-daunnya pun berguguran jika terkena angin ditambah suasana sore hari ini yang sangat cerah. Juga saat ini mereka mengahadap ke barat, dan mereka dengan jelas bisa melihat matahari yang kian lama kian menyembunyikan wajahnya.

"Pemandangannya indah banget ya?" Ucap Ara kepada Afnan.

"Iya, kayak elo," jawab Afnan.

Ara pun menoleh menghadap keaeah Afnan, "maksud lo?"

"Iya, lo itu indah, indah banget malah," jelas Afnan.

Ara pun hanya memasang senyumannya. Entah mengapa dipuji Afnan tidak berefek bagi Ara. Coba saja, yang mengatakan begitu adalah Ariz, mungkin sore ini Ara akan terbang bersama burung-burung yang kini sedang menghiasi langit.

"Ra?"

"Hm?"

"Lo suka ya sama Ariz?" Tanya Afnan dengan hati-hati. Ia tidak mau Ara akan marah ataupun sedih jika ditanya seperti itu. Sebenarnya Afnan sudah tahu dari seseorang jika Ara menyukai Ariz , tapi, Afnan hanya ingin mendengarkan langsung dari mulut Ara.

"Gak," jawab Ara cuek. Ara tidak ingin mengingat kejadian saat Ariz berjakan berdua dengan cewek lain. Itu akan membuat Ara bersedih saat ini.

"Padahal kan kalian pernah main bareng, jalan-jalan bareng, masak iya lo gak punya rasa sama dia?"

"Gak, gue sama Ariz cuma temenan doang kok. Gak lebih," jawab Ara. Entah mengapa saat mengatakan hal itu ada rasa sakit didalam hati Ara.

"Beneran?" Tanya Afnan sekali lagi.

"Ya gue gak tahu," jawab Ara malas.

"Ikhlasin aja orang yang udah milih oranglain dibandingkan elo, Ra. Lo itu baik, jadi, buat apa lo pertahanin orang yang gak baik sama lo. Malah jahatnya lagi, dia milih oranglain," ucap Afnan.

"Gue yakin, suatu saat ada yang lebih baik dibandingkan dia, Ra," lanjutnya.

Ara terdiam. Ia meresapi semua perkataan Afnan baru saja. Apa yang dikatakan Afnan ada benarnya. Apakah Ara harus berhenti untuk mencintai Ariz? Apakah ia harus melupakan kenangan-kenangannya bersama Ariz? Ara tidak tahu. Yang jelas, Ara hanya mengikuti alur yang diberikan Tuhan kepada Ara.

"Andaikan lo tahu, Ra, ada yang lebih mencintai lo ketimbang Ariz," batin Afnan.

Matahari semakin lama semakin menyembunyikan wajahnya. Senja telah tiba. Ara menyukai senja. Senja itu bagi Ara menenangkan. Banyak orang yang selalu menunggu kedatangannya. Tapi sayangnya, senja hanyalah sebentar. Senja berganti malam. Terang menjadi gelap. Mungkin itulah yang menggambarkan keadaan Ara saat ini. Bersama Ariz hidupnya terang dan indah seperti senja, tidak bersama Ariz hidupnya gelap dan dingin seperti malam.

"Ra, pulang yuk, udah mau malam nih," ucapan Afnan barusan membuyarkan lamunan Ara. Ara hanya mengangguk, kemudian ia bangkit dari duduknya. Ia membersihkan sisa-sisa dedaunan yang kering di rok sekolahnya. Setelah itu, ia berjalan mengekori Afnan yang menuju ke tempat sepeda motornya berada.

"Naik, Ra," suruh Afnan.

Ara pun naik ke motor milik Afnan. Ara tidak banyak bicara saat ini. Ia enggan untuk mengeluarkan suaranya. Rasanya sangat berat.

"Pegangan, nanti jatuh," perintah Afnan. Seketika Ara teringat ucapan Ariz beberapa bulan yang lalu saat ia ditawari pulang bersama Ariz. Ariz menyuruhnya untuk pegangan supaya tidak jatuh.

Lamunan Ara buyar ketika Afnan menjalankan motornya dengan kencang. Refleks, Ara pun melingkarkan tangannya di pinggang Afnan.

"Ini yang gue penginin dari dulu, Ra," batin Afnan.

Ara yang sadar saat melingkarkan tangannya di pinggang Afnan, kemudian ia melepaskan tangannya, "eh, sorry, tadi refleks."

"No problem."

Mereka berdua pun segera menuju ke rumah Ara. Afnan yang nampaknya bahagia ketika bersama Ara, walaupun Ara yang tidak banyak bicara. Sedangkan, Ara yang nampaknya sedih ketika bersama Afnan, karena ia hanya ingin satu orang yang berada disampingnya saat ini, yaitu Ariz.




'kamu memberikan bahagia pada hidupku dan kamu juga yang memberikan luka pada hatiku.'

***

Vote dan commentnya ya

Makasih yang udah mau baca ceritaku ini. Maaf kalau lama banget update.

Tetep stay di ceritaku ya..

See you

If You Know [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang