15:00
Ariz menghempaskan tubuhnya ke kasur. Sudah beberapa hari ia tidak tidur di kasur kesayangannya ini. Cowok itu baru saja datang dari Bandung. Ya, rumah neneknya. Lelah. Itu yang Ariz rasakan saat ini. Apalagi ia pulang dihari Sabtu, yang dimana kebanyakan orang sedang weekend hingga memadati jalan dari Bandung menuju Jakarta.
Ia sebenarnya ingin menemui seseorang. Tapi, apakah orang itu ada di rumah? Entahlah. Ariz tidak tahu. Ia berniat akan mengunjungi orang itu nanti malam sekalian malam minggu di rumah orang itu.
------
Ariz sekarang berada didepan rumah Ara. Ariz tadi memang sudah berencana untuk ke rumah Ara. Ditangan kanannya kini menenteng sebuah plastik yang bisa ditebak adalah martabak.
Ariz mengetuk pintu rumah Ara. Tak lama, pintu berwarna coklat itu terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya yang bisa diyakini adalah Mama Ara.
"Assalamualaikum, Tante," ucap Ariz sopan sambil menyalami tangan Mama Ara.
"Waalaikumsalam, mau nyari siapa ya?" Ucap Lisa -mama Ara-.
"Eemm.. Ara nya ada?"
"Kamu siapanya Ara?" Tanya Lisa.
"Temannya Ara."
"Oh, silahkan masuk," Lisa membawa Ariz ke ruang tamu dan menyuruhnya duduk di sofa ruang tamu, "Tante panggilin Ara dulu ya."
Ariz mengangguk,"Ini Tan, Ariz bawain martabak buat Tante."
"Wahh, makasih ya Ariz. Repot-repot segala."
"Gakpapa kok Tan."
Lisa kemudian tersenyum. Ia kemudian menaiki tangga dan menuju ke lantai atas untuk memanggil Ara.
Ara turun dari tangga dengan terkejut melihat siapa yang datang. Ariz. Cowok yang membuatnya bingung pergi kemana. Sekarang, cowok itu berada dihadapannya. Ia tidak tahu akan marah atau senang. Ariz pergi tanpa memberi tahunya.
"Hai," sapa Ariz dengan senyum andalannya.
"Hai."
"Sorry ya, gue pergi gak bilang sama lo," ucap Ariz.
"Gapapa."
Hening. Itu yang mereka rasakan saat ini.
"Ini diminum dulu ya," ucap Lisa memecahkan keheningan yang ada diantara mereka.
"Makasih ya Tan."
"Ya sudah, Tante tinggal dulu ya," ucap Lisa sambil meninggalkan kedua orang tersebut.
Hening.
"Lo kemana sih kemarin?" Ucap Ara dengan nada ketusnya.
"Lo nyariin gue ya?" Goda Ariz. Ariz bisa melihat semburat merah di wajah Ara. Ia tersenyum. Sedangkan Ara hanya mendengus kesal.
"Ternyata kata benar ya kata Dilan, kalau rindu itu berat," ucap Ariz.
Ara menoleh. Entah mengapa pipinya terasa panas dan jantungnya berdegub kencang. Ia merasa jantungnya mau meloncat.
"Apa?"
Ariz kini menoleh memandang Ara,"Gak jadi."
Hening kembali.
"Ra?"
"Apa?"
"Besok jalan yuk?"
Ara menaikkan alisnya sebelah,"Kemana?"
"Udah ikut aja."
"Boleh juga."
"Kalau gitu gue pulang dulu ya," pamit Ariz.
Entah kenapa Ara tidak ingin Ariz pulang dulu. Tapi, untuk menepis gengsinya, ia mengiyakan Ariz untuk pulang.
"Ya udah hati-hati ya," ucap Ara sambil mengikuti Ariz keluar dari rumahnya.
Ara mengantar Ariz sampai depan rumahnya.
"Jangan ngebut."
Ariz menjawab dengan acungan kedua jempolnya. Kemudian ia pergi dari rumah Ara. Entah kenapa Ara pun tersenyum.
------
Mereka berdua kini telah berada disebuah pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta. Sengaja ia mengajak Ara kesini karena ia bingung akan pergi kemana Minggu ini.
Ara memakai celana jeans panjang berwarna hitam, kaos pendek berwarna biru, sepatu berwarna putih. Sedangkan, Ariz memakai jeans hitam panjang, hoodie berwarna abu-abu dan sepatu berwarna hitam dengan garis putih dipinggirnya. Mereka berdua nampak serasi. Banyak pengunjung yang menatap kagum kepada dua orang tersebut.
"Serasa artis ya gue dilihatin mulu," ucap Ariz pede.
"Serah lo."
"Kita mau kemana?" Tanya Ariz. Ara nampaknya sedang berpikir,"Permainan?"
Ariz nampaknya sedang menimang-nimang ajakan Ara,"Oke."
Kemudian mereka masuk ke lift dan menuju ke lantai 4 dimana disitu tempat yang berisikan permainan.
Pintu lift terbuka. Menampilkan banyak sekali permainan disitu. Tetapi, kebanyakan dari mereka anak kecil. Ariz pun menoleh kearah Ara, "Tuh, isinya kan anak kecil semua, mau nyoba permainan apa enggak?"
"Yuk," Ara pun langsung menggeret Ariz menuju ke salah satu permainan yang ada disitu.
Mereka mencoba dari permainan yang ringan. Meskipun banyak anak-anak tetapi mereka tidak malu. Bukan. Bukan mereka yang tidak malu. Melainkan Ara. Ara tidak malu sama sekali meskipun ia harus antre bersama anak-anak. Malah banyak dari orangtua anak-anak itu tersenyum melihat Ara dan Ariz. Sedangkan, Ariz sebenarnya malu. Tapi, ia dengan cepat menepis rasa malu itu. Asalkan Ara bahagia, Ariz mencoba tidak akan malu seperti apa yang Ara lakukan.
Setelah mencoba beberapa permainan, akhirnya, permainan yang terakhir mereka coba adalah roller coaster. Meskipun permainan ini tidak begitu besar, tapi Ara tetap ingin mencobanya.
Mereka berdua pun mengantre. Setelah mendapat giliran naik, Ariz memilih tempat duduk paling belakang. Alasannya sederhana, biar seru.
Roller coaster itu pun berjalan lambat kemudian lama kelamaan berjalan dengan cepat. Semua orang yang menaiki permainan itu pun berteriak. Apalagi Ara. Nampaknya cewek itu sangat bahagia. Akhirnya roller coaster pun berhenti.
Ara masih memegangi jantungnya yang berdegub sangat kencang dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Mau makan?" Ajak Ariz. Ara pun hanya mengangguk.
Mereka berdua kini berjalan menuju sebuah resto yang ada di mall ini. Ariz membiarkan Ara memesan makanan yang ia sukai. Entah mengapa ada perasaan bahagia ketika melihat Ara bisa tertawa dan senang seperti tadi. Ariz pun tersenyum. Ia seperti merasakan ada sesuatu rasa didalam dirinya.
'Melihatmu bahagia adalah caraku mencintaimu.'
***
HaiiGimana part ini?
Jangan lupa vote dan commentnya ya
Terimakasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Know [TAMAT]
Teen FictionAra dan Ariz Dua manusia yang berbeda jenis dan juga berbeda sifat. Terkadang sifat perhatian mereka berdua muncul. Hingga mereka tidak mengetahui perasaan satu sama lain. Percintaan dan persahabatan akan menemani mereka berdua. Putih abu-abu yang...