19

1.5K 234 6
                                        

Semua siswa-siswi sudah berkumpul di lapangan dengan bawaannya masing-masing. Pemandu dan para guru yang mendampingi sedang berpidato panjang lebar, tapi tidak semuanya yang mendengarkan.

Memangnya siapa yang mau mendengarkan sambil dijemur di tengah lapangan? Apalagi para guru yang berteduh di teras sekolah juga sebagiannya menggunakan sebuah payung untuk menutupi sinar matahari dan itu membuat para siswa-siswi iri.

"Padahal ini bukan latihan wajib militer, tapi kenapa harus seberat ini?" gumam Jisung sambil mengelap keringatnya.

"Aduh panasnya." keluh Somi sambil mengibaskan tangannya di depan wajah dan leher.

"Di depan kalian sudah ada bus yang akan dinaiki sesuai nomor bus yang kalian dapatkan. Sebelum berangkat, mari kita berdoa terlebih dahulu..." kata pemandu.

"Haish! Pemandu gila." umpat Woojin yang memendam banyak perasaan jengkel.

"...berdoa mulai." perintah sang pemandu, semua siswa-siswi menunduk untuk berdoa dan bukannya berdoa, mereka malah sibuk mengumpat dalam hati.

"Berdoa selesai. Sekarang semuanya masuk ke dalam bus masing-masing!" semua masuk ke dalam bis masing-masing.

Yeri mendapat bangku di samping Wonhee. Yeri mendengus kesal setelah melihat Wonhee yang menatapnya remeh. Terpaksa ia duduk bersama musuh bebuyutannya.

"Hari ini gue kurang beruntung." kata Yeri setelah duduk di kursinya.

Wonhee menoleh pada Yeri sambil tersenyum sinis.

"Kalau gitu hari ini gue dapat kesialan." Wonhee tak kalah ketus.


Siyeon mendapat kursi di samping Jisung.

"Eh, teteh siyeon." sapa Jisung.

"Berhenti panggil gue teteh." kata Siyeon sambil tertawa kecil, Jisung pun terkekeh.

Sedangkan Woojin sedang membantu Somi menaruh tasnya yang berat. "Makasih."


Woojin tersenyum lebar. "Iya."

Somi pun duduk di kursi samping Woojin.

Renjun benar-benar risih saat ia sudah menempatkan bokongnya di kursi. Teman sebangkunya terus menatapnya tanpa lepas, terlebih lagi Renjun harus mendengar tawa kecil dari teman sebangkunya, Minjeong.

Sementara Haechan sibuk mencari tempatnya. Dia mendapatkan tempat di samping Nana, Nana tersenyum pada Haechan saat siswa itu duduk di sampingnya. Tapi Haechan justru diam tanpa melirik pada Nana sedikitpun.

"Haechan, lo kenapa si-" ucapan Nana terhenti saat Haechan mengalihkan pandangannya ke kanan sambil menutup mata.

Terlebih lagi Haechan memasang headphonenya, Nana benar-benar merasa diacuhkan.

Nana pun memilih untuk diam dan kembali menatap ke luar bus. Sesekali ia menghela napas pasrah, ia tak bisa meminta maaf jika Haechan saja sedang mengacuhkannya. Nana benar-benar merasa kehilangan.

Haechan membuka matanya perlahan, ia melihat Nana yang sedang menutup matanya sambil bersender di bangku bus. Haechan sedikit merasa bersalah telah mengacuhkan Nana, tapi hatinya terlanjur sakit.

Guardian [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang