1

11.3K 1.2K 290
                                    

"Selamat, Nana. Kau akan mempunyai keluarga baru."








***








Aku sedang mengemasi barang-barangku ketika mendengar pemberitahuan dari kepala panti asuhan yang mengatakan seseorang dari keluarga kaya raya akan mengadopsiku. Namun, tangisan kecil dari teman sekamarku membuat hatiku susah untuk pergi.

"Hana, haruskah kau pergi?"

Dia Chaeyoung, satu-satunya gadis yang menemaniku layaknya saudara sedarah. Kami selalu membutuhkan satu sama lain sampai tidak ada celah bagi kami untuk berpisah. Akan tetapi kali ini takdir berkata lain, kenyataannya aku harus pergi meninggalkan dia.

"Emm.. ya.. mungkin." jawabku seadanya.

Memang rasanya agak susah beranjak dari tempat di mana kau tumbuh, hanya saja aku bosan di tempat ini. Mungkin saat aku mempunyai keluarga baru, hidupku akan lebih menyenangkan.

Chaeyoung menggenggam kedua tanganku, "Ini gelang perpisahan dariku. Aku ingin kau menyimpannya. Aku juga ingin kau selalu mengingatku."

Tangisanku mulai pecah saat mendengar kalimat itu. Lantas aku memeluknya, "Maafkan aku, Chaeyoung. Aku kira, kita akan diambil oleh satu keluarga yang sama."

"Tapi kenyataannya tidak." lanjutku.

Kami melepaskan pelukan. Selang beberapa menit, pintu kamar kami terbuka.

"Nana, nyonya kim menunggumu di bawah." ucap ibu panti asuhan.

Aku mengangguk kecil dan melambaikan tanganku kepada Chaeyoung. Ia tersenyum dan aku membalasnya dengan senyuman kecil juga. Meski begitu dengan perasaan bersalah aku melangkahkan kaki sembari menatap lekat Chaeyoung mungkin untuk terakhir kalinya.

Lalu segera turun ke bawah dan sudah nampak dua orang wanita di depan. Aku menatap nyonya kim yang memakai pakaian yang bisa dibilang cukup mewah. Merasa ditatap, ia menoleh dan tersenyum kepadaku.

"Nana, ucapkan salam kepada nyonya kim." kata ibu panti asuhan.

"Selamat pagi, nyonya kim." kataku sambil menunduk.

"Selamat pagi, Nana. Kau terlihat cantik, nak. Panggil aku ibu, sekarang aku adalah Ibumu." ujar nyonya kim atau sekarang ibu angkatku.

"Iya, nyo— ibu." ucapku terbata-bata.

Aku dibawa ke rumah nyonya kim dengan mobilnya. Sekali lagi, ini terlihat sangat mewah bagi anak yatim piatu sepertiku.

Kehidupan sehari-hariku di panti asuhan hanyalah menyapu, mengepel, membuat makanan, membersihkan gudang, dan mungkin lebih parah dari itu. Jadi melihat semua hal yang berlawanan sekali dengan keadaan yang dulu cukup membuatku kaget.

Setelah sampai di rumahnya. Pintu mobil terbuka, kulihat wanita berpakaian hitam putih sedang menunduk kepada nyonya kim. Barang-barangku diangkut oleh pria yang berpakaian hitam putih juga, aku tak tahu apa namanya.

Nyonya kim membawaku masuk ke dalam rumahnya. Kulihat beberapa foto keluarga terpajang di sepanjang dinding rumahnya yang berwarna putih. Ada sofa yang terlihat sangat empuk juga di sana. Akan tetapi seperti ada orang yang sedang menempatinya.

"Anak-anak! Sambutlah saudari barumu." Teriakan nyonya kim membuat sang penunggu sofa itu bangun dari tempatnya.

Terlihat satu anak lelaki dan dua anak perempuan berwajah sinis kelihatan tidak suka pada pendatang baru.

"Nana, Ini adalah kakak-kakakmu. Anak-anak, perkenalkan diri kalian kepada Nana."

"Kim Doyoung, aku anak sulung di sini."

"Kim Yerim."

Perempuan itu terlihat sangat jutek, ia menatapku dengan tatapan tidak suka. Aku merasakan hal buruk akan segera datang darinya.

"Kim Jiho."

Satu lagi perempuan cantik yang memang tidak menatapku dengan sinis, hanya saja tatapan dan senyumannya terlihat meremehkanku.

"Jiho, antarkan Nana ke kamarnya."

"Ikut aku." cakap Jiho sambil menaikkan kedua alisnya.

Acara perkenalan pun selesai, aku mengikuti Jiho yang sedang menaiki tangga. Tangganya dihiasi dengan karpet emas dan putih sungguh perpaduan warna yang mewah.

Setelah sampai di lantai dua, aku dan Jiho memasuki lorong yang cukup panjang. Mulutku terbuka sedikit karena melihat keindahan tepat di depanku. Aku masih menatapi sekeliling rumah ini sambil berjalan mengikuti Jiho.

Tak lama kemudian, tiba-tiba Jiho memberhentikan langkahnya. Aku pun tak sengaja menabrak punggungnya

"Aduh." ringisku.

Jiho berbalik menatapku dengan bibirnya berkerut dan rahangnya mengeras.

"Apa yang kau lakukan, bodoh? Apa air liurmu mengenai pakaianku? Coba lihat!" Jiho membentakku, seolah aku sudah melakukan kesalahan yang sangat besar.

"Ti—tidak."

"Awas saja kalau ada sedikitpun air liurmu di pakaianku. Memangnya apa yang kau lihat? Oh aku tau, anak yatim piatu sepertimu tidak pernah melihat hal mewah sedikitpun bukan? Kau hanyalah sampah di rumah ini!"

Rasanya air mataku ingin mengalir deras. Dengan entengnya dia mengucapkan bahwa aku adalah sampah.

Jiho membukakan pintu kamar untukku.
Aku menatap pintu yang terbuka, dengan waktu yang bersamaan, aku merasa punggungku didorong oleh seseorang. Siapa lagi jika bukan Jiho?

"Masuklah! Kenapa kau sangat lambat?" bentak Jiho sambil menatapku remeh dan seolah-olah diriku ini sangat menjijikan.

Jiho pergi meninggalkanku. Barang-barang yang kubawa diletakkan oleh seorang pelayan yang cukup berumur.

Sebelum ia keluar dan menutup pintu, ia berkata.

"Kau harus terbiasa dengannya. Jika terjadi sesuatu, kau boleh bilang padaku. Jika aku tidak ada, mungkin malaikat pelindungmu lah yang akan melindungimu."

Apa katanya? Malaikat pelindung? Ini sangat kekanakan. Walaupun umurku baru 13 tahun, tetap saja dongeng seperti itu dapat membuatku merasakan aneh dan geli

"Dia akan datang." bisiknya sebelum menutup pintu kamarku.







TBC

Guardian [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang