25

1.2K 173 4
                                    

Pertarungan Jaemin dan Woojin tidak berlangsung lama, karena staf keamanan dan para guru hendak datang ke rooftop beserta siswa-siswi yang tampak ricuh di lapangan.

Dengan darah yang bercucuran juga kepalanya yang mulai pening, Woojin memegangi pergelangan tangan kirinya yang terluka parah, meski tidak cukup sakit baginya. Sedangkan Jaemin yang masih berdiri tegak walaupun pelipisnya dibanjiri darah.

"Mau dilanjutin?" tawar Jaemin.

Woojin terkekeh geli. "Kalau lo mau bikin manusia-manusia gempar dan bikin Wonhee ngeluarin sumpah serapahnya berminggu-minggu, silakan aja karena gue gak akan nolak. Dunia gempar bukan masalah besar, tapi gue paling gak suka Wonhee mulai ceramahin gue."

"Kalau gitu pergi, jangan pernah muncul di hadapan gue dan Nana."

"Gue gak janji." setelah mengucapkan kalimatnya Woojin pergi menghilang.

"Bangsat."

Jaemin pun segera pergi dari sana saat mendengar gedoran pintu yang semakin dekat dari orang-orang yang berusaha membukanya.

Keeseokan harinya, Nana tidak melihat Jaemin hadir di sekolah. Membuatnya bertanya-tanya kemana pria itu pergi. Sampai pulang sekolah pun Nana tidak jua melihat batang hidung Jaemin.

"Mau pulang bareng?" ajak Somi.

"Tumben banget lo ngajak gue, tapi maaf Somi gue mau pulang sendirian aja." tolaknya halus.

"Yaudah deh gue duluan ya, dadah."

Setelah melambaikan tangan, Nana mulai berjalan. Sebenarnya ia takut jika harus berjalan sendirian di sore menjelang malam seperti ini. Memang tidak terlalu sepi, tapi sayangnya jika dia ingin sampai di rumah lebih cepat, ia harus melewati gang sempit yang miskin lampu penerang jalan.

Jalan setapak yang membawa nya ke rumah memang jarang terjamah oleh orang, sebab itu lah yang membuat Nana semakin parno. Apalagi jika ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.


Tap. Tap.


Dan benar saja, ada yang mengikutinya. Ia ingin berpikiran positif, tapi apa daya jika sedang berada di tempat yang sepi dan gelap, ia pun memilih untuk berlari.

Akan tetapi kakinya tersandung dan membuatnya terjatuh. Ia meringis kesakitan ketika melihat lututnya berdarah.

Tapi ia tambah meringis lagi saat mendongak dan mendapati seorang pria sudah ancang-ancang ingin memukulnya dengan balok kayu.

Setelah merasakan sakit yang sangat cepat, penglihatannya menggelap dan ia jatuh pingsan.

Nana mengerjapkan kedua matanya, ia mulai sadarkan diri. Saat penglihatannya semakin jelas, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah api unggun dan seorang pria berhoodie hitam tiba-tiba muncul di hadapannya.

Nana hendak melarikan diri dan langsung sadar jika dirinya sedang duduk terikat di kursi kayu. Tangan dan kakinya diikat serta mulutnya yang dilakban.

"Maaf, sebenernya gue gak bermaksud ngelakuin ini semua tapi gue udah keburu muak banget sama orang itu. Denger, tadinya gue mau nolak permintaan Yerim yang nuntut gue buat jauhin lo dari Jaemin. Tapi itu semua itu hilang dan gue semakin yakin waktu Jaemin sialan itu berhasil mancing emosi dan sisi gelap gue."

Setelah mendengar suara pria itu, Nana menyadari jika ia adalah Woojin. Dia dapat memaklumi jikalau Yerim memang sangat membenci dirinya sejak dulu, namun kenapa Jaemin tersangkutpautkan?

"Iya, Na Jaemin si serakah itu. Apa lo inget dia? Waktu dia nyelamatin lo dari maut berkali-kali? Gak inget? Atau pas dia hilangin anak-anak yang bully lo? Gak inget juga?"

Woojin mondar-mandir dengan gelagatnya yang membuat Nana ketakutan.


Woojin meraih sebuah suntikan dan duduk di depan Nana.

"Inget, gue ngelakuin ini semua bukan karena kemauan Yerim. Tapi ini murni dari keinginan gue karena gue muak banget sama perlakuan Jaemin ke gue. Semenjak dia ketemu dengan lo, Jaemin semakin jauh dari kami. Bahkan dia rela nyakitin keluarganya sendiri demi lo, iya dia nyakitin gue. Iya, dia memang bodoh semenjak kehadiran lo."

Tiba-tiba suara sirene polisi terdengar menghampiri dan membuat Woojin terperanjat. Ia segera melihat keluar dari jendela dan benar saja, sudah ada mobil polisi yang mengepungnya. Ia mondar-mandir dan gemetaran tak karuan.

"Sialan, siapa yang panggil polisi? Harus apa gue sekarang?"

Woojin terlihat gelagapan dan sangat terlihat dari raut wajahnya bahwa ia sedang ketakutan. Dengan cekatan, ia mengambil minyak tanah dan menumpahkannya ke seluruh dinding serta sudut gudang yang terbuat dari kayu tersebut.

Ia mengambil salah satu kayu dari api unggun itu dan melemparkannya ke tanah. Alhasil api itu menyambar gudang membuat kepulan asap yang tebal dengan cepat.

"Maaf, tapi gue harus pergi. Selamat tinggal, Nana." pamit Woojin yang segera menghilang dari hadapan Nana.

Woojin meninggalkan Nana sendirian dengan niat ketika polisi masuk, Nana ditemukan sudah tidak bernyawa lagi. Api kian menyambar gudang dalam waktu singkat. Sampai pandangan Nana tertutup oleh kepulan asap abu-abu, baunya menyengat membuat gadis itu hampir hilang kesadaran.

Ia melihat tabung gas di salah satu sudut gudang, api itu seolah bergerak mendekati gas tersebut. Nana sudah terlihat lemas, mungkin ia akan segera menjemput kakak sepupunya Sohye. Sudah tak punya harapan lagi, ia akan benar-benar merindukan kak Doyoung, Siyeon, Somi, dan Na Jaemin.

"Na Jaemin." gumamnya dalam hati sembari meneteskan air mata terakhirnya sebelum ia benar-benar hilang kesadaran.

Api itu sudah menyambar tabung gas dan siap untuk meledak. Sebelum api benar-benar meledak, tiba-tiba seorang Na Jaemin muncul melindungi Nana dibalik jas hitamnya sama seperti dulu. Saat ia masih kecil dan mungkin Nana tak akan pernah dapat mengingatnya lagi.

"Aku akan selalu ada untuk kamu, Na."

Jaemin membawanya keluar dari gudang tanpa terlihat oleh seorang pun. Setelah itu gudang seluruhnya meledak terbakar.

Park Woojin, pelaku dari kebakaran gudang itu dan percobaan pembunuhan terhadap Nana, melarikan diri sejauh mungkin dari tempat kejadian. Ia memang tidak melihat polisi mengejarnya, tapi rasa ketakutan yang membuatnya lari tergopoh-gopoh.

Suara ledakan terdengar dari belakangnya, yang artinya gudang itu sudah meledak terbakar. Langkahnya terhenti, kepalanya menengok ke belakang, benar dugaannya, kepulan asap sudah terlihat jelas. Berarti Nana sudah tewas di dalamnya, membuat Woojin berkeringat dingin. Ia baru saja membunuh manusia, pikirnya.

Untung faktanya kebalikan dari itu tanpa sepengetahuan Woojin.

Ia berniat melanjutkan langkahnya, akan tetapi telinganya menangkap sebuah suara dari belakang. Suara kersak dari rerumputan yang panjangnya sekitar satu meter, seseorang sedang menguntitnya. Woojin berjalan dengan perasaan was-was. Apa itu polisi? pikirnya.


Buak!


Seseorang memukul kepalanya dengan pukulan baseball.

Dia menatap woojin yang terkapar, nafasnya terengah dan menyeringai. "Lo buat suatu kesalahan yang besar, Woojin. Kalau aja lo gak berbuat kayak gitu, lo mungkin masih gue biarin untuk hidup. Tapi maaf, Yerim, satu-satunya adik yang gue punya harus selamat."

"Polisi bisa aja mengincar adik gue juga kalau lo tertangkap polisi dengan keadaan masih hidup. Tapi gue gak akan pernah ngebiarin hal itu terjadi, selamat tinggal Park Woojin."

Seseorang itu memukul kepala woojin lagi dan lagi layaknya samsak. Memukulnya seperti seorang psikopat, darahnya memuncrat kemana-mana. Tapi dia tetap melayangkan pukulan baseball itu ke kepala Woojin. Setelah dirasa Woojin sudah benar-benar tidak bernyawa lagi. Orang itu pergi meninggalkan Woojin yang terkapar dengan bersimbah darah.









TBC

Guardian [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang