Ting!
Pintu lift bergeser dan semua orang yang ada di dalam lift langsung keluar. Haechan menepuk pelan pipi Nana dan menarik tangan gadis itu. Arin yang baru saja ingin menarik Nana keluar harus terdiam karena haechan sudah mendahuluinya.
Gadis itu membuka matanya perlahan dan berdiri tegak sedikit kaget karena perlakuan seseorang. Ia mendongak dan menatap lelaki yang sedang menggenggam tangan kanannya.
"Bangun, kita makan malam dulu." ujar Haechan.
Walaupun belum sepenuhnya sadar, Nana masih dapat mengenali pemilik suara tersebut. Kata kita sangat membuatnya semakin bingung, semburat merah muncul di kedua pipi siswi itu. Jelas sekali bahwa sedari tadi jantungnya berdegup kencang membuatnya tersadar penuh.
Haechan menarik kursi ke hadapan Nana bermaksud agar Nana langsung duduk di sampingnya, dan benar saja perempuan itu duduk di hadapan haechan. Walaupun tadinya sedikit mengalami kebingungan.
Mereka tidak hanya berdua. Arin, yoojung, dan tzuyu ikut duduk di samping Nana. Sedangkan Haechan ditemani oleh Felix, Samuel, dan Woojin. Di acara sekolah ini, semua siswa-siswi mendapat teman sekamar yang sengaja diacak. Supaya nantinya bisa lebih mengenal satu sama lain.
Semua makan dengan diselingi obrolan biasa. Terkecuali Nana yang makan dengan tenang, tak seperti biasanya. Apalagi haechan yang mendadak membisu. Malam ini benar-benar canggung untuk mereka berdua.
Setelah makan malam, Nana tidak langsung tidur karena perutnya masih kembung. Sekarang ia hanya duduk di kursi dekat jendela, memandangi pemandangan lalu lintas yang menurutnya cukup keren jika dipandang dari lantai tujuh. Membuatnya terbayang akan suatu kejadian baik dan buruknya masa lalu.
Baik. Karena dulu ia pernah berboncengan bersama Haechan. Haechan melajukan motornya dengan cepat saat Nana mendapat telepon dari doyoung yang sedang marah-marah sebab Nana belum juga pulang. Padahal saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Itu juga sebenarnya karena kerja kelompok beserta kencan mendadak pastinya.
Buruk. Nyawanya hampir terancam saat ia tersandung di tengah jalan. Menangis pasrah dalam keadaan panik karena kakak sepupunya harus kehilangan nyawa demi dirinya. Mengingat dua iblis yang amat ia benci. Tapi sayangnya ia tak pernah bisa melampiaskan amarahnya. Menyesal. Rasa sesal itu masih ada sampai sekarang.
Tiba-tiba pundak Nana ditepuk oleh seseorang dan tak lain adalah Arin. Nana menoleh dan mendapatkan Arin yang sedang menunjuk ke arah pintu yang terbuka dengan dagunya.
"Haechan cari lo."
Nana berdiri dan menengok tepat di depan pintu. Di sana seorang laki-laki berdiri sembari menatap lekat kedua matanya. Nana berjalan ke luar kamar, lalu kembali menutup pintunya. Sejenak, ia terpaku melihat Haechan yang sedari tadi tersenyum padanya. Yang terjadi pada mereka sekarang adalah keheningan.
"Gue pengen ngomong sama lo, tapi gak di sini." Haechan berkata dan langsung melengos pergi.
Ia menengok ke belakang sambil memberikan aba-aba jika Nana harus mengikutinya.
Nana mengikuti Haechan menaiki tangga ke lantai atas atau lebih tepatnya lagi menuju ke balkon. Setelah sampai, mereka mendekat ke pinggir untuk melihat pemandangan jalanan malam. Angin malam menyapu kedua wajah mereka dan sesekali rambut Nana terangkat seolah-olah terbawa angin.
Haechan melepaskan jaketnya dan memakaikan jaket miliknya ke tubuh Nana. Spontan Nana terkejut, pandangannya mengarah ke mata Haechan dan sekarang tatapan mereka bertemu, membuat Haechan tersenyum.
"Lo cantik." goda Haechan masih dengan senyumannya yang nakal.
Ia menjauh dari wajah Nana yang sedang memerah dibuatnya.
"Udah deh, gue beda sama perempuan-perempuan yang pernah lo pacarin. Jadi jangan pernah gombalin gue yang enggak-enggak, gue gak suka." cetus Nana sengaja menekankan kata demi kata yang keluar dari mulutnya.
"Gak, gue gak gombalin lo yang enggak-enggak. Gue gak akan pernah ngelakuin itu. Lo harus tau gue gak punya niat buat main-main sama lo karena gue tau lo benci sama tipe cowok kayak gue kan?" ungkap Haechan dengan senyuman miringnya yang persis seperti menyeringai.
"Sekarang gue cuma mau minta maaf. Gak masalah kalau lo gak mau maafin yah seenggaknya gue udah bener-bener minta maaf. Gue nyesel hahaha." lanjut cowok itu.
Ada jeda sedikit lebih lama setelah dia tertawa hambar dan sebelum akhirnya kembali melanjutkan kata-katanya.
"Maafin gue."
Helaan napas terdengar diiringi semilir angin malam. Haechan menunduk agak lama, merenungkan pikiran bodohnya.
"Iya, lo gak perlu bilang itu lagian udah lama gue lupain." kata Nana sambil tersenyum kecil pada haechan.
Lantas Haechan mendongak dan kembali membalas senyuman. Lelaki itu menarik tubuh Nana ke dalam dekapannya, awalnya cewek itu memberontak, tapi lama kelamaan akhirnya ia melemah dan malah membalas pelukan hangat dari sahabat masa kecilnya.
Sementara itu, dibalik dinding dekat pintu. Ada jaemin yang sedang melihat dua orang saling menyalurkan kasih sayang. Tatapannya sendu, malam ini ia akan tertidur dengan sebuah mimpi buruk.
Di dalam hatinya, dia berdoa agar ia tak akan bermimpi buruk nantinya. Berkali-kali mengucapkannya dalam hati, dan tiba-tiba berhenti, tergantikan dengan pikiran kosong, tak lupa dengan tatapan pilunya.
Karena telah puas melihat dua orang yang tak sadar akan keberadaannya, Jaemin pun memilih untuk pergi meninggalkan balkon. Ia berjalan masuk ke dalam kamarnya dan langsung mendapatkan tatapan penuh pertanyaan dari teman-teman sekamarnya.
"Lo pergi ke mana?" tanya Jihoon.
"Atas." jawab Jaemin.
Setelah itu, mereka kembali beraktivitas masing-masing.
Jaemin menyapu pandangannya dan mendapati Renjun sedang membaca buku dongeng dengan wajahnya yang sangat lah serius. Jaemin pun duduk di samping Renjun yang tak merespon apapun, Jaemin melihat halaman buku yang Renjun baca.
Ternyata seorang pangeran dan putri yang sedang bercengkrama, tapi fokus Jaemin teralihkan pada gambar seorang pria yang sedang menarik gerobak lusuh. Ia menghela napas panjang sambil menatap kosong ke depan dan bersandar di sofa.
"Gue bukan pemeran utamanya." gumam Jaemin yang membuat Renjun menatapnya.
"Iya memang lo bukan pemeran utamanya, tapi dia." sahut Renjun seraya menunjuk pangeran yang tadi sempat Jaemin lihat.
"Pangerannya terang, gak kayak yang tadi gue lihat." Jaemin lagi-lagi yang membuat Renjun meliriknya jengah.
"Memangnya siapa yang lo lihat? Gue yakin pangeran yang ini tetap lebih ganteng daripada yang pernah lo lihat."
"Hm bener, walaupun gelap dia tetap ganteng."
Renjun memutar bola matanya. Ia berpikir jika sikap Jaemin kali inisangat menjengkelkan, mengganggu acara membaca dongengnya sebelum tidur.
"Lo aneh, Jaem."
Renjun melenggang pergi dan menutup buku dongengnya, lalu menaruh buku itu ke dalam lemari. Ia naik ke atas ranjang dan menarik selimutnya sampai menutupi leher. Sedangkan jaemin terdiam beberapa saat, lalu berjalan ke tempat tidur.
Sanha yang baru saja ingin naik ke kasur harus berhenti saat melihat jaemin yang menempati tempatnya.
"Untuk malam ini lo sama Jihoon aja karena gue mau tidur sama Renjun." pintanya pada Sanha.
"Hm yaudah deh." kata Sanha yang langsung naik ke tempat tidur bersma Jihoon.
Di tengah malam. Sanha, Jihoon, dan Renjun sudah terlelap. Sedangkan Jaemin masih membuka matanya, menatap punggung Renjun yang membelakanginya.
"Gue bukan pemeran utamanya."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian [✔]
FantasyNa Jaemin seorang keturunan dewa pelindung yang berkali-kali menyelamatkan Nana dari kejamnya dunia. © copyright 2017 by piyoowo