Gue nggak mau bahas yang waktu itu lagi. Tau lah yang mana. Tapi gue nggak tahan. Gimana ya? Bahas nggak nih? Oke, gue nggak tahan. Gue bahas ya. Dikit.
Gue beruntung banget Kunal nggak ngehajar Rio sampe mati. Gue beruntung banget bisa nenangin Kunal. Dia itu bisa dibilang over. Tapi kata Nolan, Kunal kayak gitu itu biasa. Anggep aja itu perhatian kakak ke adik perempuannya. Lagian mata gue pake masih sembab aja pas udah sampe rumah, terpaksa deh gue cerita.
Oh ya. Gue nggak duduk di sebelah Rio lagi. Gue juga nggak pernah ke rumah dia lagi. Gue nggak pernah ngobrol lagi. Gue nggak pernah nge-chat lagi. Gue nggak kenal Rio lagi.
Sekarang apa-apa Nolan. Nolan pengertian. Nolan tau gue harus gimana. Dari dulu juga Nolan yang paling ngerti gue. Nolan suka sama gue. Dia udah lama suka sama gue. Katanya dia nggak pernah move-on. Gue kesian sama dia. Gue nggak pernah peduli sama perasaan dia. Gue tau gue jahat. Tapi gue juga nggak bisa maksain perasaan gue ke dia, kan?
Kunal juga udah berkali-kali nanyain perasaan gue ke Rio gimana. Gue bilang gue udah nggak ada perasaan lagi sama Rio. Gue jujur bilang kayak gitu, eh si Kunal malah bilang gue bohong. Katanya nggak mungkin perasaan cinta itu hilang secepat itu.
Ha. Kunal tepat. Buktinya sekarang gue kangen Rio. Tapi beberapa detik kemudian, gue buang jauh-jauh perasaan kangen Rio. Gue masih marah sama Rio. Harusnya gue nggak usah marah. Tapi gue terlanjur kecewa, gimana dong? Gue nggak sakit hati gara-gara ginian. Gue juga nggak marah berat sama Rio. Tapi kalo dia mau hubungan kita balik kayak dulu, dia yang harus nyamperin gue duluan.
Rio kan nggak tau kalo gue suka dia, jadi ya udahlah, gue juga nggak mau terlalu peduli. Kalo dia nggak mau nyamperin gue ya udah lah, toh salah gue juga yang nggak mau ngakuin perasaan gue ke dia. Sebenernya kalo gue nggak punya perasaan sama Rio malah lebih bagus lagi, gue kan jadi nggak usah nahan sakit hati kayak gini. Gue bisa seenaknya pergi dari rumah Rio tanpa nangis lebay.
Tadi katanya dikit, sekarang jadi banyak, gimana dah.
Ini terjadi udah hampir seminggu yang lalu.
Sekarang Aldo lagi di rumah gue. Dia bilang dia mau traktir gue sama Kunal. Harusnya dia traktir gue sama Rio, tapi gue cerita kalo gue nggak mau ditraktir kalo ada Rio. Gue terpaksa cerita sama Aldo. Dia juga ngerti. Sebagai gantinya, Kunal saranin Athena. Aldo setuju.
Aldo duduk diam di ruang tamu, Athena belum datang. Gue nggak berani duduk bareng Aldo di ruang tamu, takut nanti malah canggung. Tapi kalo gue nggak temenin nanti nggak enak. Gue bingung jadinya.
Kunal masih mandi di atas. Dasar lama emang dia. Gimana ya cara mulai percakapan sama Aldo biar nggak canggung? Apa gue buatin minum dulu ya? Minum apa? Adanya cuman aqua gelas. Hehe. Udahlah, gue samperin aja.
"Hai, Do," sapa gue. "Lu sekolah di mana?" Great.
"Gue udah kuliah kali. Tapi nggak usah panggil 'kak' lah, aneh," kata Aldo sambil tersenyum. Jadi dia lebih tua? Aldo ini mirip siapa ya? Gue kayak pernah liat model muka kayak gini lo. Muka siapa ya?
"Oke." Gue nyerah. Gue nggak punya topik lagi.
"Kata nyokap gue, gue ini amnesia," kata Aldo menyelamatkan gue yang kehabisan topik.
"Oh, kenapa? Kok bisa?"
"Entah. Katanya, sih, kecelakaan, tapi gue juga nggak tau. Gue lupa." Wajar aja, sih, kalo dia lupa. Gue juga nggak mau kepo.
Tiba-tiba Kunal turun. "Athena kok belum dateng, ya?" tanya Kunal sambil ngecek handphone. "Lo nggak buru-buru, kan, Aldo?"
"Nggak kok. Santai aja lah." Aldo ngeliatin toples kerupuk udang. Kayaknya dia mau. Akhir-akhir ini gue jadi jarang makan kerupuk udang kesukaan gue. Gue jadi mau.
"Aldo, kalo mau kerupuk udangnya mah ambil aja kali," kata Kunal. "Ini kesukaannya Ya, biasanya udah abis empat hari setelah di beli. Tapi akhir-akhir ini dia jadi jarang makan kerupuk udangnya."
Tanpa disuruh dua kali, Aldo langsung membuka toples kerupuk udangnya. Gue pun nggak mau kalah. Buru-buru gue ambil dua kerupuk udang sekaligus. "Lu nggak sekalian ambil toplesnya, Ya?"
Gue langsung pasang muka cembetut. Kunal mah bikin malu gue aja. Kunal ngecek handphone-nya sekali lagi. Begitu dia selesai, dia langsung bilang, "Athena udah mau nyampe." Setelah itu dia keluar rumah, nungguin Athena dan ninggalin gue sama Aldo lagi.
Nggak lama terdengar decitan pintu pagar, Athena udah datang. "Do, itu Athena udah datang, langsung jalan aja atau gimana?"
"Biar dia masuk terus kenalan sama gue dulu," jawab Aldo. Nggak lama kemudian, Athena masuk.
"Hai," sapa Aldo, gue juga ikutan sapa.
Tanpa nyapa gue terlebih dulu, Athena langsung meluk Aldo. Athena kayak pernah kenal Aldo sebelumnya, tapi Aldo malah sebaliknya, dari ekspresi mukanya dia sama sekali nggak kenal Athena.
Athena akhirnya lepasin pelukannya. "Gue kira kakak udah nggak ada," katanya sambil nyeka air matanya yang tumpah. Bakal ada drama sebentar lagi. Gue kesian sama Athena. Kalaupun Aldo beneran kakaknya, Aldo pasti udah lupa. Gue tau persis apa yang terjadi selanjutnya.
"Lu mungkin adik gue dulu, tapi maaf, gue nggak inget," kata Aldo datar.
Athena kecewa berat, kelihatan jelas di mukanya. Nangisnya pun tambah parah.
"Lu yakin nggak salah orang?" tanya Kunal.
"Yakin," kata Athena sambil mencari sesuatu di tasnya. "Nih fotonya," kata Athena sambil ngeluarin selembar kertas dari tasnya. Gue nggak liat fotonya, yang jelas itu pasti foto keluarga mereka. "Walaupun semua foto-foto kita udah dibakar biar nggak bikin mama tambah stress, gue tetep nyimpen foto ini."
"Sorry, tapi gue bener-benernggak inget," kata Aldo lagi. Beberapadetik kemudian, Athena langsung lari masuk ke rumah gue. Mungkin dia ke toilet.Kunal yang pertamanya bingung langsung nyusulin Athena. Sedangkan gue lagi-lagi ditinggal sama Aldo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare [Completed]
Teen FictionApa jadinya kalau hanya dengan bermain Truth Or Dare saja dua orang ini bisa membongkar rahasia masa lalu yang masih tersimpan rapi sampai sekarang? Azalea Libria Purnawinto Gue pilih Truth. Dengan waktu yang gak pendek, gue semakin deket sama dia...