Bintang, Kusnadi, Gilang, Tirta, Nolan – mereka berlima tertawa terpingkal-pingkal mendengar kisah liburan Gilang. Yang katanya sih habis ketemu sama dinosaurus. Dia hampir dimakan dinosaurusnya. Tapi karena dia kentut di saat yang tepat, dinosaurus itu langsung pergi karena mencium parfum yang sangat wangi.
Kami berenam duduk di lantai di depan kelas tanpa tahu malu. Ketawa kenceng-kneceng seakan nggak ada yang denger. Cerita-cerita tentang hal-hal lucu yang dialami kita berenam saat liburan.
Ya, ya, ya. Mereka semua itu temen deket gue selama SMA ini. Cowo semua? Iyalah, soalnya gue nggak ngerti sama apa yang diomongin cewek-cewek. Sebagian besar ngomongin drama korea, sebagian besar ngomongin anime, ada yang ngomongin novel roman, ada juga yang ngomongin tentang fashion. Gue yang nggak tau apa-apa tentang apa yang mereka omongin berusaha cari cara harus bertemen sama siapa. Gue udah nggak tahan sama mereka, setiap ketemu ngomongin gituan terus. Jadi, gue memutuskan untuk bertemen sama mereka – cowok-cowok yang mau nerima gue, walaupun otaknya agak nggak jelas dan suka aneh-aneh. Tapi gue ngerasa lebih nyaman sama mereka.
Sayangnya, Kusandi dan Gilang beda kelas. Dia di kelas XI-IPA-2, sedangkan Tirta dan Nolan di kelas XI-IPA-1. Gue dan bintang di kelas XI-IPA-3. Gue juga bingung kenapa mereka semua ngumpul di kelas ini sekarang. Tiba-tiba mereka dateng gitu.
Kring!
Bel berbunyi, tanda masuk sekolah.
Teman-teman gue balik ke kelas mereka masing-masing. Semua murid duduk di kursi masing-masing nunggu guru biologi yang paling baik sedunia. Tapi ternyata, yang masuk malah wali kelas kita, Bu Lisa.
"Anak-anak," dia memulai, "seperti yang kalian ketahui, di kelas ini ada dua anak baru. Kemarin, mereka berdua sama-sama nggak masuk. Jadi kita kenala dulu ya sebentar. Tapi kok yang datang cuman satu ya?"
Eh, loh kok ada dua? Bukannya cuman Kunal aja. Kemarin sama-sama nggak masuk lagi. Jangan-jangan... Gue geleng-geleng.
Bukan, bukan, bukan, bukan, bukan.
Jangan, jangan, jangan, jangan, jangan.
"Ya sudah kalau begitu, sini kamu, kita kenalan dulu." Dia mengayunkan tangannya memanggil Kunal. Kunal berdiri. Mukanya yang menurut gue bisa dibilang ganteng dan sama sekali nggak mirip gue itu berhasil memikat cewek-cewek menggelikan di ujung sana.
"Yak, halo, nama saya Kunal Libra Purnawinto." Cewek-cewek dan seisi kelas saling berbisik. Bahkan ada yang bilang "Namanya mirip Ya tuh, wah jangan-jangan jodoh!" Tapi Kunal sama sekali nggak peduli.
"Saya kembarannya Ya." Kelas jadi berisik lagi.
"Ya, itu yang dia omongin barusan bener? Kok kalian nggak mirip?" tanya BIntang dari belakang.
"Yah, malah bagus nggak mirip. Jadi nanti pas gue lagi jalan-jalan gue nggak kelihatan jones." Tawa teman-teman sekelas meledak. Jujur, gue juga ketawa. Baru kali ini gue denger Kunal ngomong gitu.
"Ya sudah, kalau begitu ada pertanyaan?" suara Bu Lisa memecah keheningan.
"Enggak, Bu."
Tiba-tiba pintu kelas terbuka. Seorang murid dengan rambut habis dikeramasin angin masuk ke kelas. Keringat mengucur di keningnya. Dia tersenyum ke Bu Lisa. "Maaf, Bu, saya terlambat."
Deg.
Gue kenal suara itu. Cowo itu sama kayak cowo yang kemarin.
"Ya sudah, kamu langsung kenalan sanah, jangan lama-lama." Cowo itu berdiri di tengah-tengah dua papan tulis di depan kelas. Semuanya menunggu. Apalagi gue, gue udah nggak sabar tahu nama cowok itu.
"Nam ague Alterio, terserah mau di panggil apa. Pokoknya gue udah kenalan." Kayaknya dia tahu gue disini. Matanya ngelirik-lirik ke arah gue. "Oh, iya, saya mau duduk di depan ya, sebelah cewek itu." Dia nunjuk ke... GUE?
Aduh, aduh, aduh.
Si Ibu Lisa ngebolehin aja lagi. Yaelah, kenapa juga dia mau duduk sebelah gue? Kenapa juga temen di sebelah gue – Vina – mau pindah ke belakang? Kenapa juga gue kesel kalo sebelah gue si Alterio itu? Ya udah lah, bodo! Asal dia nggak gangguin gue aja.
Dia duduk disebelah gue. Belom duduk aja udah senyum-senyum sendiri. Aneh. Gue berusaha untuk nggak ngeliat muka dia yang meng-ge-li-kan. Tampang cowo mesum. Ga heran gue kalau nanti dia bakal ranking 93 a.k.a ranking yang terendah diantara yang terendah. Tapi gue liat-liat ya, jago juga si Alterio ini bisa suka sama IPA.
"Eh, lo cewek yang kemaren, kan? Siapa nama lu?" tanya Alterio setengah nggak peduli, yang kalo di kamus gue, dia termasuk orang judes.
"Azalea."
"Azalea kan kepanjangan, jadi mau dipanggil apa?" Gue buang muka. Pura-pura sibuk cari barang dalem tas.
"Terserah lo." Gue taro tas disebelah kursi. Kali ini gue menatap papan tulis, tangan nopang dagu, nunggu Bu Sera datang – guru biologi paling baik.
"Kalo gitu gue panggil lu Kiwi boleh?"
"Kok Kiwi sih? Emang nggak ada panggilan yang lebih normal lagi apa?" Kali ini gue natap muka dia dengan ekspresi marah.
"Habis muka lu asem kayak Kiwi!" Dia ketawa. Ketawa lebar sampe satu kelas ngeliatin. Sedangkan bibir gue udah kayak mau tumpah. Tapi untungnya Bu Sera datang menyelamatkan.
Pelajaran berlangsung normal sampai gue perlahan-lahan sadar, tujuan Alterio duduk di sebelah gue bukan cuman buat kenalan sama gue atau lebih dekat sama gue, dia punya tujuan lain. Dan semua tuduhan gue itu salah. Dia nggak seperti itu. Dari satu mata pelajaran biologi hari ini aja gue bisa tahu kalau dia mungkin bisa ngalahin Shakira – yang terpintar diantara yang terpintar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare [Completed]
Teen FictionApa jadinya kalau hanya dengan bermain Truth Or Dare saja dua orang ini bisa membongkar rahasia masa lalu yang masih tersimpan rapi sampai sekarang? Azalea Libria Purnawinto Gue pilih Truth. Dengan waktu yang gak pendek, gue semakin deket sama dia...