Tanpa buka surat itu dulu, gue langsung pulang ke rumah.
Di ranjang, gue buka surat itu. Surat yang gue jamin isinya kalimat marah-marah. Marah-marah ke gue.
Dengan tulisan acak-acakan, Aphrodite nulis:
Dasar cowok brengsek. Gue pikir 'calon pacar' lu itu gue. Ternyata gue salah. Ternyata itu Athena. Lu udah bikin hati seorang cewek hancur. Harusnya lu bilang dari awal kalo 'calon pacar' lu itu bukan gue. Gak usah sok main teka-teki gitu. Lagipula kalau lu mau pdkt sama Athena, deketin tuh Athena-nya bukan adeknya.
Sambil ngelus-ngelus pipi yang perih karena ditampar, gue mencoba intropeksi diri. Apa yang salah dari gue? Apa gue yang harus disalahkan, bukan dia yang terlalu ge-er sama gue?
Gue menghembuskan napas. Dasar cewek—eh salah. Dasar cinta.
Dasar cinta.
Dasar cinta.
Dasar cinta.
Cuman cinta yang bisa bikin lu berasa bener-bener hidup. Cuman cinta yang bisa bikin lu melayang-layang padahal lu duduk di tempat tidur lu yang pastinya punya gravitasi. Cuman cinta yang bisa bikin lu senyum-senyum sendiri di manapun.
Tapi cuman cinta yang bisa bikin pipi lu—bukan pipi aja—perih. Cuman cinta yang bisa bikin lu nyadar akan kesalahan lu. Cuman cinta yang bisa bikin lu serba salah.
Tapi gue nggak berengsek. Lu yang salah ngerti, Dit.
Gue meremas kertasnya.
Sekarang yang gue khawatirkan adalah kalo Aphrodite cerita ke Athena, mampus aja gue. Jangan-jangan yang merah bukan pipi kiri gue aja. Mana mau juga Athena pacaran sama gue kalo Aphrodite certain semuanya ke dia.
"Nal?" Tiba-tiba Ya muncul dihadapan gue. Astaga! Gue lupa tutup pintu. Dia liat gue dong daritadi?
"Kenapa?"
"Oh ya, jadi tadi lu kabur kemana? Guru Kimia nyariin lu tau. Dasar, mainnya kabur-kaburan." Gue nyoba mengalihkan pembicaraan. Jangan sampe dia buat gue terpaksa ceritain gue kenapa. Ntar malah gue yang dibilang berengsek.
"Bawel, ya. Itu nggak penting karena itu udah lewat." Dia natap gue dengan tatapan setengah kesel. "Lu kenapa sekarang?"
"Hah? Nggak apa-apa."
"Bohong."
"Nggak bohong."
"Lo bohong. Jangan sampe gue peluk ni ya." Tau aja gue nggak suka dipeluk. Aneh memang, tapi gue nggak suka dipeluk. Aneh aja gitu, nggak suka.
"Peluk aja kalo bisa." Lah? Kenapa malah keluar kata-kata yang begitu?
"Ya udah." Ya rentangin tangannya, berusaha meluk gue yang semakin menjauh dari dia.
"Udah lah, bocah banget sih." Dan dengan sangat terpaksa gue ngomong: "Yaudah gue cerita."
"Nahh gitu dong."
"Tapi habis ini gantian lu yang cerita."
Ya cemberut. "Ya, ya, oke."
Gue mulai bercerita mulai dari chat gue dan Aphrodite, terus pertemuannya dan semua yang terjadi di café itu.
Lalu, ini tanggapan Ya, "itu sih ceweknya aja yang lebay."
Gue puas, Ya sepaham sama gue.
"Tapi lu juga salah." Nggak jadi puas deh gue. "Siapa suruh kirim chat "gue mau kenal lebih jauh tentang pacar gue". Semua cewek juga berpikir si "pacar gue" itu dia, bukan orang lain," kata Ya dengan nada menggurui.
"Lu bener juga. Ini nggak sepenuhnya salah dia. Tapi yang gue nggak seneng, kenapa dia harus nampar gue?"
Tiba-tiba hape gue berdering.
Athena is calling.
Mampus.
Gue angkat teleponnya.
"Halo?"
"Halo, Nal, ade gue barusan jalan sama lu?" kata Athena dari ujung sana.
"Iya."
"Lu apain dia?" tanya Athena setengah marah.
"Gue jahatin."
Gue tutup teleponnya.
Ya pasang ekspresi bingung. "Siapa?"
"Athena."
"Pantes."
Athena is calling.
Bodo amat anjir. Capek gue. Ntar ujung-ujungnya juga gue yang disalahin. Ntar juga semua ujung-ujungnya cowok yang salah. Capek jadi cowok.
"Angkat," kata Ya. Gue menggeleng. Bodo amat, bodo amat.
"Cowok bukan, sih? Angkat dong," kata Ya lagi. Gue menggeleng (lagi).
Teleponnya berhenti berdering. Tapi beberapa detik kemudian...
Athena is calling.
Sambil menggeram, gue angkat teleponnya. "Besok aja di kantin!" seru gue.
"Galak amat sama cewe," kata Ya.
"Emang," kata gue kesel. "Ya udah, jangan bahas itu lagi. Sekarang certain kemaren lu kemana dan sebagainya dan sebagainya."
Ya pun bercerita tentang apa yang dilakukannya kemaren. Gue kaget, ternyata Rio yang kemaren nggak ada di kelas itu lagi sama Ya. Ckckckk.
Ps. Minggu depan ane libur ya gengs. Nanti minggu depannya lagi baru di lanjutin sekaligus dua bab, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare [Completed]
Fiksi RemajaApa jadinya kalau hanya dengan bermain Truth Or Dare saja dua orang ini bisa membongkar rahasia masa lalu yang masih tersimpan rapi sampai sekarang? Azalea Libria Purnawinto Gue pilih Truth. Dengan waktu yang gak pendek, gue semakin deket sama dia...