"Halo, Kunal," sapa Athena di telepon.
"Ya?" balas gue.
"Aldo tahu nomor telepon gue dari siapa?" tanya Athena. Suaranya kedengaran bingung.
"Gue yang kasih tahu, kenapa?"
"Dia mau ke rumah nanti siang, gue harus gimana?" Waduh. "Gue nggak mau mama kenapa-kenapa. Lu ngerti kan?"
Ya, mungkin gue ngerti. Dia mungkin takut mamanya terlalu terkejut. Dia mungkin takut mamanya jadi emosional banget. Yah, kira-kira begitu lah ya menurut gue. Jadi gue jawab aja, "ya, gue ngerti."
"Terus gue harus gimana?"
"Apa gue ke rumah lu? Boleh gue ke rumah lu?" Tapi saat itu juga gue langsung nyesel gue bilang kayak gitu. Terakhir gue ke rumah dia aja gue hampir dikejar mamanya.
"Lu nggak masalah emang? Terakhir kali..."
"Nggak, nggak masalah." Mungkin itu kebohongan kecil yang sering dilakukan orang. Bilang 'nggak apa-apa' padahal ada apa-apanya. Bilang 'nggak masalah' padahal sebenarnya ada masalah.
Alasan orang ngomong kayak gitu juga banyak. Contohnya kayak gue sekarang ini... gue habis dirasuki cupid. Mabuk cinta. Alasan gue sekarang ya... cinta.
Athena sudah matiin teleponnya. Tugas gue sekarang adalah ganti baju terus ke rumah Athena. Gue juga harus bangunin Ya.
Gue lari ke kamar Ya. "Weh Ya, gue mau pergi ke rumah Athena, nanti kalau mama pulang bilangin gue lagi pergi."
Ya yang masih setengah tertidur cuman bilang "Ya."
"Woi, jangan lupa bangun!"
Ya nggak jawab. Ya sudah, gue langsung keluarin motor (akhirnya bisa bawa motor juga) dan terbang ke rumah Athena.
Diperjalanan gue mikir. Gue harus kayak gimana. Gue muncul depan rumah harus gimana. Apa gue harus nyapa semua orang di rumah? Apa gue harus masuk lewat genteng biar nggak ketahuan? Atau gimana? Gue harus parkir motor di mana? Gue harus ngapain? Gue harus sapa Athena gimana? Gue harus sapa bapaknya nggak? Gimana gue harus bersikap kalo gue ketemu Aphrodite?
Eh sampe.
Sama seperti pertama gue kesini, yang bukain pintu itu satpamnya.
"Silahkan masuk," kata satpamnya. "Eh, Den Apollo itu udah balik lho, Den. Selama ini saya kira dia benar-benar udah nggak ada..."
Gue langsung lari ke dalem. Gue keduluan. Matilah.
Gue lari ke dalam, ke ruang imajinasi mamanya Athena. Feeling gue nggak salah, ternyata mereka semua beneran ada di dalam. Aldo duduk di kursi dengan mamanya dipelukan. Athena berdiri, matanya awas, takut sewaktu-waktu emosi mamanya meledak. Aphrodite nggak ada disitu. Papanya Athena berdiri di belakang mamanya, ekspresi wajahnya persis seperti ekspresi Athena.
Gue yang sekarang berdiri di ambang pintu mendongak ke atas. "Itu kan papa..." kata gue pelan.
Semuanya mengalihkan perhatian ke gue. Rupanya daritadi mereka nggak sadar kalau gue sudah daritadi disini. "Kunal..."sapa Athena.
Mamanya bergerak kearah gue. Gue mundur. Tapi semakin gue mundur, mamanya semakin maju. Akhirnya gue berhenti. Dia juga berhenti. Dia berlutut lalu megang tangan gue. "Maafkan saya," katanya sambil menangis.
Semua orang melihat ke arah gue. Kenapa dia minta maaf? Minta maaf atas kejadian waktu itu? Tapi rasanya berlebihan untuk minta maaf soal waktu itu. Gue yang nggak enak akhirnya ikutan berlutut.
"Kenapa tante?"
"Saya... yang membunuh papa kamu. Namanya Julius. Namanya Julius," katanya. Kalimat itu diucapkan dengan ringan. Seakan nggak merasa bersalah, bahkan tangisannya berhenti sebentar.
Mamanya mungkin aja ngarang cerita, mungkin juga benar karena papa gue namanya Julius.
"Nggak mungkin, Tante. Dia meninggal dalam kecelakaan kapal," jawab gue.
"Saya yang bakar kapalnya! Dia sudah menghamili saya!" teriak mamanya. Dia marah. Dia pasti marah banget. Marah dan menyesal.
Gue bisa ngelihat Athena tercengang di belakang pundak mamanya. Begitu juga Aldo atau Apollo. Tapi papanya nggak kaget, mungkin dia sudah tahu.
"Saya yang bunuh semua orang di kapal itu. Itu saya," katanya lagi sambil terisak. Apa ini semuanya benar?
Dia mulai kehilangan kontrol. Dia nangis nggak ke kontrol. Dia mukul-mukul lantai. Dia mukul kepalanya. Dia hampir ngambil sendalnya sendiri untuk dilempar. Tapi papanya Athena kemudian maju, dia kunci tubuh mamanya Athena.
Sekarang Athena yang maju menghampiri gue yang masih terbengong-bengong. Gue masih nggak tahu ini benar atau engga. Sebuah pelukan mendarat di badan gue. Gue bahkan nggak balas pelukannya saking bingungnya. "Semuanya nyambung, Nal."
Semuanya nyambung. Kalau dipikir-pikir memang semuanya nyambung. Lukisan itu, perkataan mamanya Athena beberapa hari yang lalu, perkataannya barusan, ekspresi papanya. Semuanya nyambung.
"Mama benar, Kunal. Saya juga bantuin ngerencanain itu semua. Saya bisa saja benci sama kamu, tapi kamu bikin hari-hari anak saya lebih berwarna. Kamu sudah ngerubah dia. Kamu menghilangkan sedikit kekhawatiran saya. Terima kasih, ya," kata papanya. Dia masih agak kesal. Perasaannya pasti campur aduk sekarang. Di satu sisi dia masih benci setengah mati sama bokap gue, di sisi lain, dia bersyukur gue datang menjadi satu orang special di mata Athena yang selama ini sendirian, kesepian, bahkan depresi.
Athena narik tangan gue keluar. Saat itu gue baru sadar kalau Aphrodite daritadi ada di belakang gue, menyaksikan semua itu. Dia masuk ke Ruang Imajinasi bersamaan dengan keluarnya gue dari Ruang Imajinasi.
Athena narik gue ke dapur. "Kunal, papa benar. Terima kasih, ya."
"Sama-sama." Gue peluk Athena. Pelukan penuh kasih sayang. Pelukan yang berbeda.
"Gue sayang sama lo," katanya pelan.
Gue cium bibirnya. Tindakan berani tanpa pikir-pikir dulu. Tapi nggak masalah selama dia balas ciuman gue.
Beberapa detik setelah ciuman itu, mamanya Athena lari naik ke atas. Semuanya ngejar dia dari belakang, Tapi larinya cepat banget dan yang lainnya ketinggalan di belakang. Gue memutuskan untuk langsung melesat lari ngejar mamanya.
Gue ngejar mamanya dengan kecepatan lari yang cukup cepat. Tapi kecepatan lari mamanya lebih tinggi. Gue mempercepat laju lari gue. Ini gila, gue berasa lagi lomba lari.
Dia terus naik ke atas. Sudah tiga lantai. Jadi dia mau kemana? Rooftop? Mau ngapain?
Ternyata dia benar-benar ke rooftop. Gue kejar-kejaran sama mamanya Athena sampai kita ada di rooftop. Dia terhambat karena pintu menuju rooftop-nya di kunci. Kesempatan. Gue pikir dia nggak bisa buka, ternyata dia bisa buka juga!
Tinggal sejengkal lagi gue bisa pegang tangan mamanya. Tapi kenapa nggak dapet-dapet? Tangannya kemana-mana sih. Astaga, nyaris dapet!
Fokus, fokus! 1...2...3... Dapat!
Gue sudah pegang tangannya. Tapi itu pas dia sudah di ujung dan hampir lompat. Itu pas banget, gue sudah mencegah dia lompat. Dia selamat, gue enggak selamat. Gue kehilangan keseimbangan saat nangkap tangannya.
Gue sayang kalian semua. Terutama Athena.
Kapan kita bisa pelukan lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare [Completed]
Novela JuvenilApa jadinya kalau hanya dengan bermain Truth Or Dare saja dua orang ini bisa membongkar rahasia masa lalu yang masih tersimpan rapi sampai sekarang? Azalea Libria Purnawinto Gue pilih Truth. Dengan waktu yang gak pendek, gue semakin deket sama dia...