Wooseok bangun dari tidurnya karena merasa tenggorokannya sangat kering. Cowok itu kemudian menuju dapur untuk mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin. Betapa terkejutnya cowok itu mendapati lantai dapur sudah becek dan itu adalah ulah kembarannya sendiri. Dan lebih parahnya lagi cewek itu kini sedang tidak sadar dengan tindakannya.
Wooseok mendekati dispenser dan langsung menghentikan air yang sudah meluap dari dalam panci. Sebenarnya apa yang sedang dipikirkan Yein sekarang ini.
"Lo kok bisa ceroboh gini sih? Lo mau bikin dapur banjir?"
Yein tak menjawab. Segera Wooseok mengambil alih panci yang terisi air itu lalu memindahkannya di atas meja.
Wooseok mendekati Yein dan memegang bahu cewek itu dengan kedua tangannya yang besar. Yein menunduk, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya, siap akan jatuh kapan saja. Wooseok menatap adiknya dalam, sadar akan hal itu Yein berbalik menatapnya. Detik itu juga air matanya jatuh. Hanya dengan melihat kedua matanya, Wooseok tahu adiknya itu merasa bersalah akan dirinya dan teman-teman yang lain.
Wooseok meraih Yein kedalam pelukannya, cewek itu sudah tenggelam pada tubuh Wooseok yang memang tinggi dan besar itu.
"Sori, udah buat lo ngerasa bersalah, Jung Yein,"
Yein tak menjawab lagi, cewek itu terisak di pelukan Wooseok.
Cukup lama Wooseok masih bertahan pada posisinya, setelah dirasa adiknya sudah cukup tenang, cowok itu melepaskan pelukannya.
"Udah baikan?" Yein hanya mengangguk dan Wooseok menyerah untuk membuat Yein berbicara.
"Laper? Sini biar gue yang buatin ramen," ucapnya sambil menggiring Yein untuk duduk di kursi makan.
Wooseok mengambil beberapa peralatan dan sebungkus mie ramen kemudian memasaknya. Ia memang bukanlah koki yang baik dalam hal memasak, namun setidaknya hanya untuk membuat mie ramen ia tak perlu kemampuan khusus untuk memasaknya.
"Cok?"
"Hmm,"
"Lo nggak apa-apa?" Wooseok tak berekspresi apapun mendengar ucapan Yein, tersirat kekhawatiran dari nada suaranya.
Namun bukan Wooseok namanya jika tak berbuat jahil untuk menghibur saudaranya itu. Dia tak menjawab pertanyaan Yein.
"Cok?"
"Hmm,"
"Jawab pertanyaan gue,"
Lagi-lagi Wooseok tak menjawab. Ia sibuk memasak mie ramennya. Setelah ramennya dirasa telah matang, cowok itu mematikan kompor dan memindahkan ramen yang masih berada di panci ke meja.
"Makan. Abis itu baru lo ngomong sama gue," awalnya Yein tak langsung menurut, namun melihat tatapan tajam Wooseok ia lantas mengambil sumpit dan memakan ramen itu.
Wooseok tersenyum melihatnya. Setidaknya adiknya itu sudah merasa tenang sekarang. Cowok itu tak menjawab pertanyaan Yein karena ia tahu jika dijawab cewek itu akan semakin banyak bertanya. Namun jika tak dijawab dia akan terus penasaran dan akan menuruti apapun untuk menjawab rasa penasarannya.
***
Matahari mulai meninggi. Sinarnya bahkan sudah masuk diantara celah-celah rimbunnya pohon pinus di sepanjang jalan Boseong. Seorang cowok sudah bangun dan bersiap-siap untuk lari pagi. Cowok itu sudah memakai sepatu olahraganya dan juga earphone yang terpasang ditelinganya. Jika sedang dalam keadaan kacau seperti ini ia memang akan lebih memilih untuk berlari sekalipun di luar sedang musim dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pavlova [98 LINE] {1} - COMPLETE
FanfictionKisah manis Yein yang hidup di keluarga Jung. Dimana ia menjadi putri bungsu sekaligus anak perempuan satu-satunya disana. Meski dia yang bungsu disana, namun yang menerima santapan bullyan hampir setiap hari adalah si Sulung Jahe. Bagaimana kisah...