39 - Umpan

197 36 1
                                    

"Kapan sih lo mau mulai?! Gue capek diem terus disini liat mereka ketawa-ketawa! Lo sebenernya niat buat mereka hancur atau enggak sih?!"

Cowok yang diajak bicara itu hanya diam. Dia menyelipkan sebuah kartu As bermotif wajik merah disela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya. Mengapit kuat kartu itu, detik kemudian melemparnya diatas meja tanpa berekspresi.

Yeeun diam. Dia tak kembali bicara. Jika sudah melihat cowok didepannya itu tanpa berekspresi dia hanya bisa diam saja.

"Udah puas lo berdua ngebacot depan gue?"

Yeeun masih diam. Sedangkan Yano berdiri mendekat ke arah cowok itu.

"Bin, gue bener-bener ingin Yein sama gue. Jadi tolong lakuin apapun, sebelum gue.."

Cowok itu langsung menoleh, ketika Yano menggantung kalimat akhirnya.

"Sebelum apa? Lo mau lanjutin rencana bego lo itu? Cihh," katanya meremehkan.

"Pinteran dikit jadi orang,"

"Tanpa gue lo berdua bukan apa-apa,"

Yano baru saja ingin menghardik cowok yang beberapa tahun lebih muda dari usianya itu, jika saja tangan Yeeun tidak mencegahnya.

"Kita masih butuh dia, Oppa. Setelah itu, kita bebas," bisik Yeeun pada Yano, yang berhasil membuat Yano langsung tenang.

Bohong jika cowok itu tak tahu apapun mengenai dua manusia yang sedang menahan kesal didepannya. Dia tidaklah bodoh seperti mereka. Jadi tujuan mereka yang sebenarnya sudah bisa terbaca sejak awal mereka ingin bekerjasama dengannya. Tapi ya, seperti untuk mendapatkan tangkapan yang memuaskan harus ada umpan yang cukup baik. Dan itulah posisi mereka disini.

Sebagai.

Umpan.

***

Yein meletakkan tas ranselnya di sofa ruang keluarga, lalu mendudukkan dirinya yang sudah sangat kelelahan. Ia menggerak-gerakkan bahunya yang terasa cukup pegal karena menjadi sandaran empuk Kino. Tapi, melihat cowok itu bisa tertidur pulas membuatnya benar-benar tak tega. Berakhirlah dirinya yang merasa kesakitan.

"Gue pulang..."

Baru saja Yein ingin memejamkan matanya, suara nyaring Wooseok dan Chanwoo langsung menggema didalam rumah. Membuat rasa kantuknya tiba-tiba menghilang.

"Mau kemana lo?"

Wooseok langsung mencegah Yein yang beranjak dari tempatnya sambil meraih tas ranselnya malas. Dia perlu ketenangan dikamarnya sekarang ini.

"Tidur, gue capek,"

"Yaudah, sono,"

"Ehh, In bentar," Yein menoleh pada Chanwoo yang memanggilnya.

"Apaan lagi Nu? Gue ngantuk loh,"

"Nanti malem kita makan diluar,"

"Hee? Kok gue nggak tau?" kata Wooseok dan Yein serempak.

"Yaa makanya gue kasi tau dodol,"

"Dalam rangka apaan? Hari ini nggak ada yang spesial,"

Chanwoo mengangkat bahunya tak tahu, "Yaa mana gue tau lah, tadi Mama telfon gue, dan diminta pesen ke kalian begitu,"

Yein hanya mengangguk lemas, sebelum akhirnya benar-benar pergi kekamarnya untuk tidur.

"Kalo gitu gue mau siap-siap dulu,"

Chanwoo dengan gerakan cepat langsung menoleh pada jam tangannya. Kembarannya itu terkadang memang sedikit tak beres, ini masih pukul dua siang dan dia sudah mau bersiap-siap untuk makan malam jam tujuh nanti.

"Woy stress lo, mau ngelawak? Nggak lucu!"

"Suka-suka orang ganteng dong, sirik aja lo,"

Chanwoo hanya menggelengkan kepalanya tak percaya, bocah itu terkadang tingkat narsisme dan kebodohannya beda-beda tipis.

***

Kino baru saja menekan tombol kunci untuk mobilnya yang baru terparkir, namun sang Ibu langsung menghampirinya.

"No? Anterin Mama ke kantor ya," tanpa menunggu persetujuan sang anak, Nara langsung membuka kunci pada mobil Kino. Dan cowok itu hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Mama ada urusan apa ke kantor? Terus nggak biasanya juga udah dirumah jam segini," begitulah Kino, dia akan bicara banyak pada Ibunya, seolah beberapa hari yang lalu dia tak melakukan hal yang membuat wanita itu kecewa.

"Kamu udah makan?" bukannya menjawab Nara justru berbalik bertanya pada putra bungsunya itu.

"Bentar kalo laper makan Ma,"

"Kinooo.." mendengar sang Ibu yang sudah bernada panjang menyebut namanya, Kino malah tertawa kecil, moodnya sedang bagus sekarang, pikir Nara.

"No?"

"Hmm?" Kino masih fokus pada kemudinya, namun Nara tahu jika anaknya itu pasti mendengarkannya.

"Mama punya project buat kamu,"

"Project apa Ma?"

"Mama udah putuskan, jika lagu ciptaan kamu yang akan jadi official song nya acara besar entertaiment kita,"

Kino mulai tertarik, dia menatap Nara dengan penuh minat, "Acara apa Ma?"

"Acara Survival, dan hanya akan ada 89 orang peserta dari 89 negara di Asia yang mewakilkan,"

"Karena itu Mama memilih kamu buat siapin lagunya,"

"Dan akan ada satu orang lagi yang bakal jadi partner kamu buat produksi lagi ini No,"

"Siapa Ma?"

"Seo. Changbin. Mama harap kalian bisa bekerjasama,"

Entah mengapa setelah mendengar nama itu disebut sang Ibu, perasaan buruk langsung dirasakannya. Kino lantas menepis perasaan buruk itu dengan menggelengkan kepalanya cukup pelan

"Gue mikir apaan sih? Mungkin ini efek belum makan kali ya, jadi bawaannya baperan mulu,"

"Siap bos,"

***

----Pavlova----

Pavlova [98 LINE] {1} - COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang