Yein sudah menjadi cewek yang tidak waras sekarang. Bagaimana tidak, dia berlari di lorong rumah sakit yang cukup lenggang itu dengan rambut kusut dan pakaian yang sudah tidak rapi lagi jangan lupakan kakinya yang tak beralaskan apapun. Chanwoo dan Wooseok yang melihat itu langsung mengejar adiknya yang sudah berlarian hampir seperti orang gila.
"Kalian cuma awasin Yein aja, kasi dia lakuin apapun yang dia mau. Asal jangan sampai lukain atau rugiin orang lain," pesan Jaehyun pada Chanwoo dan Wooseok sebelum kedua orang itu berlari mengejar Yein.
Mereka bertiga sudah jauh, tinggalah Jaehyun dan Jungkook yang hanya melangkah tanpa semangat. Berita duka ini selain berpengaruh pada Yein, juga berpengaruh pada mereka berdua yang beberapa hari yang lalu sempat menghakimi cowok itu dirumah hanya untuk meminta ijin mengajak Yein pergi, namun mereka justru mewawancarainya. Mereka merasa bersalah untuk itu.
Dipertengahan jalan mereka melihat seorang dokter yang terduduk dikursi tunggu disudut ruangan yang gelap. Jungkook mengenal dokter muda itu karena dialah yang merawat Yein tempo lalu. Karena itu dia menghampirinya.
"Dokter Kang?" panggil Jungkook pada dokter muda yang terlihat sangat frustasi itu.
Dokter itu menoleh pada Jungkook, "Oh, kau rupanya Jungkook,"
"Kenapa Anda disini Dokter?"
Dokter Kang itu tersenyum kecut pada Jungkook, "Ini rumah sakit, bukankah sudah seharusnya aku berada disini? Ya, meskipun aku belum menjadi dokter yang sesungguhnya. Aku sudah gagal,"
Jungkook dan Jaehyun saling pandang, kenapa ini? Mereka berdua tak mengerti.
"Lalu apa yang kalian berdua lakukan disini?" tanyanya dengan cepat, seolah mengalihkan topik sebelumnya.
"Kami mendapat berita duka, adik kelas yang kebetulan teman-teman adik kami meninggal dunia, karena itu kami kesini," mendengar hal itu membuat Dokter Kang semakin merasa tersenyum sedih.
"Apa adik kelas kalian itu adalah Kino?" tanyanya dengan nada tercekat.
Jungkook dan Jaehyun mengangguk membenarkan.
"Dokter mengenalnya?"
"Sangat mengenalnya, dia bungsu yang paling berharga untuk keluarga kami,"
"Kang Kino adalah adik bungsuku,"
***
Nyonya Jang sudah sejak tadi duduk disebelah tubuh Kino yang semakin mendingin. Tangannya tak pernah lepas dari tangan putra bungsunya.
Semua orang disana hanya merasa iba melihatnya.
"Jae Chan?"
"Iya Nyonya?"
"Tolong minta dokter pindahkan putraku ke ruangan rawat, dan ruangan itu harus hangat. Tidak seperti ditempat ini sangat dingin,"
Baru saja Jae Chan ingin menolaknya, Dong Won langsung mengangguk pada Jae Chan, memberi kode pada sekertaris itu untuk menuruti perkataan istrinya.
"Baiklah Nyonya,"
Selepas Jae Chan pergi, Dong Won mendekati istrinya, dan ikut menggenggam tangan Kino dan Nara.
"Kau harus kuat Nara, putra kita sudah melakukan yang terbaik selama ini. Dia adalah anugrah yang terindah untuk keluarga kita. Biarkan putra kita pergi dengan tenang, aku yakin dia tidak ingin melihat Ibunya menangis seperti ini,"
Nara tidak menjawab, dia hanya diam namun air matanya terlihat mengalir dengan deras.
"Jangan menangis Nara, Kino akan semakin menangis melihatmu seperti ini,"
Nara semakin menangis mendengarnya. Dong Won langsung memeluk istrinya yang terlihat sangat rapuh itu.
"Kino akan sedih melihatnya, kau harus kuat. Kau adalah sosok ibu yang kuat untuknya, Nara,"
*
Tiba-tiba seorang laki-laki berjas datang menghampiri Dong Won dan Nara.
"Maaf Tuan, ada tiga anak muda yang ingin bertemu dengan tuan muda sekarang,"
Dong Won melepaskan pelukannya pada Nara, istrinya itu masih menangis. Karenanya tanpa bicara Dong Won segera keluar ruangan untuk menemui tiga anak muda yang dimaksud sekretarisnya.
Begitu tiba di luar, terlihat satu anak perempuan dengan kondisi yang menyedihkan dan dua laki-laki yang salah satunya dikenal sebagai teman putra bungsunya.
"Selamat malam, Paman," sapa Wooseok pada Dong Won, yang ditanggapi dengan anggukan kecil.
"Kau disini Wooseok? Lalu siapa mereka?"
"Mereka berdua adalah saudara kembarku, ini Chanwoo dan ini Yein," katanya sambil memperkenalkan mereka berdua pada Dong Won.
"Kau punya saudara kembar? Wah, paman tidak tahu hal itu,"
sangat terlihat jika tanggapan Dong Won saat ini sedang dibuat-buat. Dan Wooseok tahu betul mengenai hal itu.Dong Won mendekati Yein, memandangnya sebentar sebelum tersenyum kecil pada cewek itu, "Rupanya itu kau, Nak,"
Wooseok dan Chanwoo tak mengerti sama sekali, apalagi dengan Yein yang hanya diam membisu.
"Apa maksud Paman?"
"Hmm, Kino sangat membanggakanmu Nak, dia bahkan sempat pamer pada Paman, jika dia punya teman perempuan cantik seperti ini,"
Saat ini bukanlah saatnya untuk mengenang hal-hal manis seperti itu. Wooseok tahu jika Paman Dong Won tengah menyembunyikan perasaan kehilangannya saat ini, dengan bercerita mengenai Kino, seolah-olah tidak ada yang terjadi disini.
"Paman? Bisa kami melihat Kino? Yein sangat ingin bertemu dengannya,"
Dong Won kembali tersenyum, "Temuilah Kino, mungkin dia akan merasa senang melihat kalian semua disini. Terutama kau, Yein,"
"Masuklah, Nara ada didalam bersama Kino,"
Tanpa babibu lagi mereka bertiga masuk kedalam. Hanya ada Tante Nara disana, masih menggenggam tangan Kino dengan erat.
"Selamat malam Tante,"
Nara langsung familiar mendengar suara Wooseok, segera wanita cantik itu berbalik untuk melihat tiga anak muda yang berdiri disebelah Kino.
"Kino? Kau lihat itu? Teman-temanmu datang berkunjung, jadi cepatlah bangun. Dan lihat siapa yang datang? Ada gadis cantik disini juga, jadi cepatlah buka matamu sayang,"
Wooseok dan Chanwoo hanya diam. Mereka benar-benar tak bisa berekspresi apapun saat ini. Yein? Cewek itu sudah menahan isaknya melihat kondisi Kino didepannya. Kepalanya terlilit perban, ada beberapa memar yang membiru di sekitar wajahnya. Tubuh cowok yang biasanya tersenyum manis padanya itu kaku, membuat Yein semakin tak sanggup melihatnya.
"Kino? Bangunlah ya? Mama berjanji akan melakukan apapun buat Kino. Jadi bangunlah ya? Tidak baik membiarkan teman-temanmu datang kesini tanpa bicara padamu. Bangunlah ya? Ki--no bangun--lah," Nara sudah lelah berpura-pura menjadi seorang Ibu yang kuat, dia kembali terisak. Membuat Wooseok dan Chanwoo juga ikut menangis, ucapan Nara pada Kino membuat hati mereka langsung meringis. Kino telah tiada tapi semua orang masih belum bisa menerimanya.
Yein meraih tangan Kino yang terasa sangat dingin. Tak ada kehangatan yang biasa cowok itu berikan padanya. Seketika otaknya langsung bekerja pada masa lalu. Tak akan ada seseorang yang tersenyum manis lagi padanya, tak akan ada lagi orang yang mengatakan akan melindunginya, tak akan ada tangan hangat lagi yang menggenggamnya. Semuanya sudah hilang ya, sudah hilang. Tergantikan dengan sosoknya yang terbaring membisu diatas ranjang. Tanpa tahu berapa banyak orang yang sudah menangis karena kehilangan sosok yang hangat sepertinya.
"Gue sayang sama lo, Kang Kino,"
Hanya satu kalimat yang bisa dia katakan saat ini. Satu kalimat yang tak akan pernah terucap langsung untuk didengar.
Karena seseorang itu sudah tiada. Dan tak akan pernah kembali.
****
----Pavlova----
KAMU SEDANG MEMBACA
Pavlova [98 LINE] {1} - COMPLETE
FanficKisah manis Yein yang hidup di keluarga Jung. Dimana ia menjadi putri bungsu sekaligus anak perempuan satu-satunya disana. Meski dia yang bungsu disana, namun yang menerima santapan bullyan hampir setiap hari adalah si Sulung Jahe. Bagaimana kisah...