Eighteen

15 2 0
                                    

"Apabila pertemuan pertama adalah kebetulan, apakah pertemuan kedua dan ketiga masih disebut kebetulan?"

-AS

☁️☔🌈

Hari itu Ashilla menjalani hari-harinya seperti biasa. Mandi, sarapan, lalu pergi ke sekolah di antar oleh Ayahnya. Ia pun masih bertemu dengan Alya, Alvero, begitupun dengan Andires.

Namun sepertinya ada yang berbeda dengan lelaki itu. Lelaki itu lebih diam dari yang biasanya, lebih jauh dari jarak yang biasanya, lebih sulit di mengerti dari yang biasanya.

Hari berikutnya Ashilla merasa Andires semakin menjauhinya. Lalu sekarang, tepatnya di sebuah taman yang tak jauh dari sekolah, Ashilla berdiri menatap onyx yang menatapnya datar dalam guyuran hujan.

Nasib tubuh dan pakaiannya kini sama dengan Ashilla. Mereka tak mengenakan pelindung apapun selain baju untuk menghalau hujan yang mengguyur mereka.

Saat Ashilla bertanya kenapa, Andires hanya menjawab "Akan ada seseorang yang datang." Saat Ashilla bertanya berapa lama lagi ia harus menunggu, Andires hanya menjawab "Tunggu dan bersabar."

Hanya serangkai kata "Akan ada seseorang yang datang," yang terus di ucapkan. Namun Ashilla hanya ingin tahu, kapan dan siapa? Apabila Andires orang yang El maksud untuk menemaninya, lalu kenapa Andires berkata "Akan ada seseorang yang datang."

Dan saat itu pula, masih sama di bawah guyuran air hujan, Andires meninggalkannya, sama pada saat El berpamitan di bawah guyuran hujan untuk pergi saat itu, dan ternyata itu adalah hari terakhir mereka bertemu.

Ashilla terduduk lemas di bangku taman. Menangis sejadi-jadinya karena lagi-lagi ia ditinggalkan untuk kedua kalinya di bawah guyuran hujan.

Siapa peduli? Tidak akan ada orang yang tahu jika dirinya tengah menangis. Karena air mata itu tertutup oleh air hujan yang mengguyurnya.

Namun yang Ashilla rasakan saat ini adalah air hujan yang tak lagi mengguyur tubuhnya. Kini air mata itu terlihat jelas mengaliri pipinya.

Ashilla mendongak menatap seseorang yang berbaik hati memberinya tumpangan untuk berteduh dari derasnya hujan.

"Kenapa menangis?" Tanya sesosok lelaki itu.

"Melampiaskan beban mungkin," jawab Ashilla seadanya.

"Jika begitu menangislah, daripada kamu melampiaskan bebanmu dengan hal yang buruk." Balas lelaki itu seraya tersenyum manis.

Ashilla menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya. Begitu malu saat ia harus menangis, namun bahunya yang bergetar tak bisa dibohongi jika dirinya memang terluka dan pantas untuk menangis.

Namun tanpa di duga pria itu membawa Ashilla ke dalam pelukannya, pria asing itu memeluknya dalam sebuah payung yang melindunginya dari hujan yang menyakitinya.

☁️☔🌈

Andires Niel Magenta namanya.
Kau adalah pria yang awalnya kukira akan menemaniku nantinya.
Namun kau hanyalah angin lalu yang datang sesaat lalu pergi menorehkan luka.

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang