He is [COMPLETED]

Bagian 12

Gue dan Mino sedang duduk berhadapan di sebuah cafe.

Kita sama-sama dalam mode senyap.

Gue masih menatap muka Mino yang tampak tak punya dosa.

"Jadi masih ga mau ngomong nih?" Mino memecah keheningan.

Gue ga ngerti harus mulai ngomong darimana disaat hati gue hancur karena pacar gue ngigo nama mantannya setelah sebelumnya mereka ketemu di club.

"Sayang?"

Bisa bayangin ga sih gimana pedihnya jadi gue?

"Irene sayang?"

Gue terlalu sakit untuk membuka omongan tentang ini.

"Rene?" Mino menggenggam telapak tangan gue. "Kamu kenapa sayang?"

Aduh. Jangan biarkan pertahanan gue runtuh!

"Aku punya salah ya sama kamu? Ngomong dong sayang"

"Kamu di club ketemu Wendy ya?" tanya gue to the point.

Mino menegang dan dia mengendurkan genggamannya perlahan.

Mino.. please.. Bilang engga dong!

Mino menunduk.

"No?"

Mino masih diam.

"Kenapa No?"

"Maafin aku, Rene"

No stop.

"Kenapa sayang? Cerita aja", gue berusaha tenang dan tersenyum.

"Tapi janji ya, jangan marah?"

"Iya Mino sayang", masih berusaha tenang walaupun kepala gue berdenyut.

"Waktu di club Wendy cerita..."

"Iya? Cerita apa?" seseorang telfonin ambulans, dikit lagi gue mau pingsan kayanya.

"Dia hamil anak aku"

Seketika itu gue mendengar suara petir. Bukan, bukan dari langit. Tapi dari dalam dada gue.

Apa ini, ya Tuhan?

"Gimana bisa? Kamu kan udah putus lama sama Wendy. Kita aja pacaran udah jalan 2 taun loh sayang. Masa iya usia kandungannya Wendy lebih dari 2 taun?" gue tertawa dan membuat gue semakin tampak menyedihkan.

"Aku deket lagi sama Wendy 4 bulan lalu"

Gue mendadak mual melihat Mino.

Mino tampak seperti seorang yang menjijikkan yang gue liat sepanjang hidup gue.

Gue jalan meninggalkan Mino, keluar dari cafe. Bukankah gue udah janji sama Mino bahwa gue ga akan marah?

Gue sedang tidak mabok, tapi cara jalan gue lebih kaya orang yang abis minum selusin botol soju.

Samar-samar gue dengar Mino manggil nama gue, tapi dia ga ngejar gue.