Bagian Dua

30.2K 1.7K 29
                                    

Typo bertebaran, #noedited
______________________

Dia Yang Tak Dikenal

______________________

Tiga Bulan Kemudian...

Di luar rumah kontrakanku ini hujan lebat. Amat lebat bahkan bunyi Guntur sesekali menghapus keheningan di kontrakan. Aku hanya menatap tembok dengan sesekali menyesap teh hangat yang ku buat. Terasa pas dengan kondisi di luar rumahku ini.

Bahkan sudah lebih dari 20 menit aku masih menatap tembok yang dihiasi gambar coret-coretan penghuni kontrakan terdabulu. Aku memang tak memiliki televisi. Jadi kegiatan ku sehabis pulang bekerja hanya menatap tembok ataupun belajar. Belajar itupun dulu. Semenjak hamil aku hanya bisa duduk termenung menatap tembok.

Ponsel? Aku punya. Tapi aku bukan tipe penyuka ponsel dengan memainkan ponsel. Aku hanya menggunakan ponsel untuk hal yang penting. Saat ini saja keuanganku menipis. Untuk membeli pulsa pun aku tak mampu. Ponselku juga masih merek ponsel lama yang tidak memiliki kamera dan akses internet.

Dari luar terdengar suara percikan air. Dan juga percikan itu seperti mendekat kearah pintu rumahku. Seketika itu aku menoleh ke arah pintu dengan tangan terus mengelus perutku yang membesar ini.

Terdengar suara ketukan pintu. Dan aku rasa itu pintu rumahku. Aku berdiri seraya memegang dipan kasurku sebagai pembantuku untuk berdiri karena kandungan besarku. Aku mendekat ke arah pintu dan membukanya.

Ceklek

Terpampang seorang wanita kurus dengan payung diatas kepalanya. Aku menyuruhnya untuk masuk tapi ia tak mau masuk. Aku hanya bisa diam saat dia menayai uang kontrakan yang belum ku bayar.

"Saya sudah kasih kamu kelonggaran waktu untuk membayarnya. Dan katamu hari ini kau membayarnya. Mana? Mana?" aku menunduk. Kehidupan ekonomi ku benar-benar miris sekali. Bahkan uang dua puluh ribu pun aku tak ada. Dan juga bulan ini aku belum gajian. Uang kemarin gajian saja sudah dipakai untuk ayahku. Bibiku bilang ayahku sakit dan aku segera mengirimkan uang gajianku ke kampung. Aku tak sempat untuk membayar uang kontrakan.

Hutang? Aku tak berani. Takut aku akan dimintai bayaran pinjaman yang lebih. Aku takut tak bisa membayar jadilah aku seperti ini. Tak memiliki siapapun untuk dimintai. Bahkan memintai pertanggung jawaban bayi ini saja aku tak tahu pada siapa. Aku sama sekali tak tahu wajah lelaki itu. Jadi aku harus apa? Hanya bisa bekerja lebih giat untuk membantu diri sendiri.

"Kenapa kamu diam saja?" tanya ibu pemilik kontrakanku dengan berkacak pinggang. Payungnya sudah dia letakkan di atas lantai rumah kontrakanku. "Kamu tidak punya uang begitu? Baiklah sepertinya saya harus melakukan ini padamu. Saya tau kamu sedang hamil, tapi saat ini saya juga sedang butuh uang. Dan kebetulan tadi sore ada orang yang menyewa kontrakan. Jadi saya pikir akan menyetujui permintaan orang itu saat ini juga. Sekarang kamu kemasi barang-barang mu dan pergi dari sini." badanku bergetar. Menatap ibu kontrakanku dengan sendu berharap ia mengerti apa yang aku rasakan sekarang.

"Bu, saya mohon bu, biarkan saya tinggal disini malam ini. Tolong bu, malam ini saja. Saya tidak mungkin hujan-hujanan bu," pintaku padanya agar ia mengerti dengan keadaanku saat ini. Disaat kondisi tengah hamil tua dan harus berhadapan dengan derasnya hujan? Aku tak tahu nasibku kedepannya.

Tapi harapanku pupus saat ia mulai masuk kedalam rumahku. Mengambil tas dan mengeluarkan semua isi lemari plastik itu.

"Cepat! Saya ingin kamu keluar sekarang juga. Sebelum saya yang akan memaksamu untuk keluar dari kontrakan ini!"

Aku hanya bisa diam sekali lagi sambil menangis. Sungguh aku buta untuk mencari tempat tinggal. Aku memasukan semua bajuku dalam tas lusuh satu-satunya yang bias kubawa ke kampus.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang