Bagian Dua Belas

17.4K 1.4K 109
                                    

Happy Reading
Typo Bertebaran

________________________

Dia Yang Tak Dikenal

_________________________


Aku menjual dagangan dengan tidak semangat, rasa-rasanya seperti ingin mati saja. Ingin segera mengakhiri hidupku ini. Terkadang aku tak fokus dengan apa yang pembeliku ucapkan. Sampai tak jarang aku ditegur. aku kehilangan fokus dari tadi.

"Kalau gak enak badan, pulang aja, Alle." suruh Erik padaku. Aku memutar kepala sekadar menatap wajahnya. Sama sekali tak membuat semangat membara dalam tubuhku. Aku menggeleng pelan. Kembali menatap gorengan sambil berdiri.

"Mba, beli gorengan, tujuh ribu aja."

Aku yang tak fokus sama sekali tak melaksanakan apa yang orang itu ucapkan. Beberapa kali aku dipanggil tapi tak mendengar, pikiranku melanglang buana kemana-mana. Benar-benar tidak fokus. Apa aku istirahat saja ya? Aku menayakan pada diriku sendiri.

"Mba, mau jualan gak sih!" bentak orang itu. Aku terkesiap menatapnya.

"Eh, iya Mba, mau beli apa?"

Tatapan pembeli itu berubah. Dari yang jengkel sedikit melembut. Lalu menjawab pertanyaanku. Setelahnya memasukkan gorengan lalu memberikan bungkus plastik.

"Makasih, Mba," ucapku setelah ia membayar gorengan nya.

Dia pergi begitu saja, menaiki motor bebek berwarna merah.

Aku berjalan ke tempat duduk yang sedang diduduki Erik, Tina, dan anakku. Aku duduk di sebelah Tina, lalu meletakkan kedua tangan diatas meja seraya memijat dahiku yang terasa pening.

Masalah hidupku datang silih berganti.

"Aku mau tutup warung aja lah, Rik. Kepalaku pusing banget."

Sebenarnya aku tak mau, karena jika aku tutup banyak gorengan yang belum terjual, mubazir nanti. Tapi, masalah ini benar-benar membuat kepalaku rasanya berdenyut kencang serasa ingin pecah. Maka dari itu aku memutuskan untuk pulang daripada fikiran ku tidak berada di sini.

"Ya sudah, aku beli semua gorengan mu, aku tidak ingin makanannya jadi mubazir begini." aku mengangguk saja tanpa menolaknya sama sekali. Malas jika harus berdebat argumen untuk saat ini.

"Aku akan memberikan ini, pada karyawan-karyawan di kantor kakak ku." gumamnya dan aku masih mendengar dengan jelas.

Aku merasa sedikit janggal, kenapa disini aku tidak tahu kalo Erik memiliki seorang kakak? Setauku dia anak tunggal. Astaga, aku baru menyadarinya sekarang, aku tak sedekat apa yang aku pikirkan. Tentang keluarganya saja aku tak tahu. Ah, masa bodo. Aku tak ingin memikirkan yang lain sekarang.

--•••--

Flashback

Aku menatapnya seolah bertanya apa maksud dari ini semua. Dia sama sekali tak menjawab. Aku kesal. Meremas kuat kertas itu.

"Apa maksudnya, Pak?" tanyaku dengan nada geram.

"Apanya?"

"Pak saya tahu Anda pintar. Jadi berhentilah berpura-pura bodoh. Tolong jelaskan maksud dari kertas ini." aku menahan air mata di pelupuk mataku. Ini berat untukku amat berat.

"Ini kertas hasil DNA. Sudah jelas sekarang." nada angkuhnya membuatku seketika terdiam dan merasakan takut yang teramat.

Dia menatapku, membuatku lebih takut dari sebelumnya. Aku terdiam tak tahu harus membalas apa atas ucapannya. Benar. Yang kupegang ini adalah hasil tes DNA. Tapi bagian yang mengejutkan nama yang bersebelahan dengan Roy Johnson Edith adalah Ocha. Anakku. Anakku satu-satunya. Dia mengambil rambut anakku tanpa sepengetahuan diriku dan mencocokkan rambutnya dengan rambut Ocha.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang