Bagian Delapan

22.8K 1.7K 183
                                    


Part ini Panjang!
Jangan Bosan Bacanya Ya!
Happy Reading! Maaf untuk Typonya.

_____________________

Dia Yang Tak Dikenal

______________________


Seperti hari-hari biasanya, aku akan pergi menyapu jalanan bersama Ocha. Membosankan memang hidupku. Tapi untuk berjuang dalam bertahan hidup menjadi tantangan tersendiri untukku. Menjadi orang tua tunggal bukanlah hal yang mudah, juga diusia yang memang masih membutuhkan banyak waktu untuk belajar. Tapi seiring berjalannya waktu aku memahami satu hal; bahwa aku sedang belajar tanpa ku sadari.

Dan juga, semenjak kejadian Erik bertemu denganku setelah tiga tahun, bahkan sudah dua minggu lelaki itu lebih sering datang kerumahku sekadar basa-basi ataupun membawa barang entah apa itu dengan alasan itu perlengkapan sekolah untuk Tina dan juga Ocha tentunya. Itu juga membuatku merasa tak enak dan merasa memiliki hutang budi untuknya.

Hal yang akan kulakukan jika sudah seperti itu adalah menghela nafas.

Aku duduk di trotoar jalan mengamati sekitar. Melihat berbagai mobil bagus dan mengkilap lewat begitu saja di depanku. Hingga aku bosan melihat hilir mudik mobil dan berbagai kendaraan lain.

Akhirnya aku memutuskan untuk berdiri. Aku berjalan memasuki sebuah gedung yang memang menjadi tempat berteduh Ocha. Gedung yang sama yang waktu itu aku menyapu halaman yang super luas seorang diri.

Tak tahu apa yang membuat seseorang pria yang kutemui itu selalu menyuruh Pak Irman memanggilku untuk menyapu dan membiarkan Ocha berada di dalam gedung yang bersih itu. Bukannya aku mengatakan anakku sendiri kotor, tapi memang penampilan kami berdua sama sekali tidak pantas untuk memasuki gedung bagus itu.

Pak Irman, satpam yang sama juga yang meminta langsung padaku untuk menyapu dengan alasan yang sama pula, tapi kini aku masih dibantu oleh tiga orang lainnya dan setelah selesai aku langsung menyapu pinggiran jalan sebelum membawa Ocha kembali.

Aku kembali berada di pelataran parkir. Ku amati banyak mobil yang keluar masuk ke area parkir membuatku was-was. Aku berjalan hingga pintu utama gedung itu. Dan pemandangan yang sama, Ocha bersama dengan Pria yang menggunakan tongkat waktu itu. Bedanya kini kepalanya tak diperban lagi. Dan wajahnya pun tampak lebih segar dan bersinar. Dia masih memakai tongkat untuk menyangga tubuhnya.

Aku masih tampak ragu ingin masuk kesana. Apakah aku harus menunggu disini sampai mba resepsionis itu datang menghampiriku? Aku menggeleng. Aku nampak bodoh karena menggeleng kepala. Kamu bodoh Alle, mengapa harus menunggu? Kamu bisa langsung masuk kesana. Lagipula kamu kesana untuk mengambil anakmu. Dasar pengecut! Ejek sisi lain diriku. Secara tidak langsung aku menbenarkan apa yang dikatakan oleh batinku itu. Memang dasarnya aku ini terlalu pengecut.

Huh, apa aku akan berakhir dengan menunggu anakku?

Aku menghela nafas, lalu mengepalkan erat kedua tanganku di sisi tubuhku. Berharap kepalan tangan itu bisa menyalurkan keberanian dan membuang jauh-jauh rasa takut dan pengecut dalam diriku.

Aku menatap kepala Pria itu sekali lagi. Dan tanpa sengaja wajah yang memang tampan itu menoleh ke arahku. Dia melemparkan senyuman tipis padaku. Aku hanya membalas dengan mengangguk kecil. Dia berdiri dan berjalan seraya membawa jalan Ocha di sebelahnya.

Sampai ia berada di depanku. Dengan senyum yang menawan menurutku, ia berdiri di depanku lalu mengucapkan satu kalimat yabg tak pernah melitas di otakku. "Bisakah kita mengobrol? Saya ingin berbicara dengan Anda."

Entah atas dorongan apa aku mengangguk setelah membawa Ocha dalam gendonganku. Aku mengikuti langkah pincang Pria itu duduk di sebuah kursi di bawah pohon berbunga yang tak ku ketahui namanya. Aku mendudukkan diri cukup jauh darinya sekitar tiga jengkal.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang