Bagian Lima Belas

16.8K 1.4K 81
                                    

Maaf Typo
Happy Reading
______________________

Dia Yang Tak Dikenal
______________________

Saat ini aku berada di dalam kereta dengan terus memandangi kaca tembus pandang, yang menampilkan pemandangan sepanjang perjalanan. Ocha tertidur di pangkuanku dengan lelapnya. Tina pun juga terlelap dengan kepala yang bersandar di lenganku. Aku mengelus kepala keduanya bergantian. Lalu kembali menatap keluar kaca Yang kembali membuatku meneteskan air mata entah untuk keberapa kali.   

Mataku memanas, karena kembali teringat dengan kata-kata Erik.

Apalagi, kata-kata Erik itu, yang membuatku tak bisa lagi bernafas. Aku tidak tahu apa kesalahan ku, tapi kenapa masalah yang datang dihidupkan tak pernah hilang, seakan-akan memang masalah melekat di hidupku, seakan memang takdirnya.

"Kau ingat, Alle? Saat pertemuan kita pertama kali setelah kamu pergi selama tiga tahun? Saat itu aku berkata akan membawamu padanya. Pada Ayahmu."

Pikiranku seketika menjadi kosong. Aku tak mengerti apa maksudnya.

"Tepat satu tahun hilangnya kamu, aku mendapatkan telepon dari Bude mu. Awalnya dia marah-marah padaku entah karena apa, lalu dia menangis setelah mengabariku bahwa ayahmu telah meninggal."

Deg.

Bagai tersambar petir, aku kaku terdiam disana, tak mampu lagi berkata-kata. Karena sudah sulit bagiku tuk mengeluarkan kata-kata lagi.

"Eunghh... Mba??" aku tersadar, segera menghapus jejak air mata yang mengenang.

Kulihat Tina sedang mengucek kedua matanya. "Kenapa? Kok sudah bangun?" tanyaku.

Tina menoleh. Memegang lehernya. "Haus, Mba."

Lantas aku segera mengambil tas yang berada di bawah kursi lalu mengambil air mineral. Kuberikan pada Tina, dan gadis kecil itu langsung meneguk nya.

"Haus banget ya?"

Aku mendongak. Menatap lelaki tinggi yang berdiri tepat disebelah kursi yang ku duduki. Mataku meredup ketakutan. Ada ketakutan yang langsung melingkupi hati dan jiwaku, dan rasa takut itu membuatku memundurkan diri perlahan.

"Kenapa?"

"Kenapa Anda bisa berada disini?" tanyaku balik.

"Saya tidak ingin Anda membawa kabur anak saya."

Rasanya aku ingin tertawa sekeras mungkin, tapi aku sadar aku sedang berada dalam perjalanan juga Ocha sedang terlelap dalam dekapanku. Serta, jangan lupakan Tina yang sedang menatap kami aneh. Aku tersenyum sinis menatapnya. Dia mengatakan bahwa Ocha anaknya. Memang sejak kapan dia menjadi ayah anakku?

Dia mendekat maju, mulai menduduki tempat disebelah Tina yang kosong sejak perjalanan di kereta dimulai. Aku langsung saja menyuruh Tina pindah duduk.

"Jangan dekati kami!" ujar ku memperingatkan dia yang kini sudah duduk nyaman disana.

"Saya harus mendekati Anda dulu, supaya saya bisa dekat dengan anak saya."

"Cuih! Saya tidak sudi! Pergi Anda dari sini atau saya teriak!" ancamku. Dia tersenyum meremehkan.

"Silahkan berteriak sesuka hati Anda." aku diam dan sama sekali tidak teriak. Entah kenapa nada bicaranya seperti mengancam ku dan itu membuatku otomatis mati kutu.

"Kenapa diam? Silahkan berteriak!"

Aku tak lagi menatapnya. Aku lebih ingin menatap keluar jendela. Lalu berfikir sejenak.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang