Bagian Empat

24.8K 1.7K 18
                                    

Maaf Typo,
Happy Reading!
______________________

Dia Yang Tak Dikenal

______________________

Aku berdiri agak jauh dari warung milik Arni. Aku masih fokus membersihkan jalanan dan menyerokkan dedaunan. Sesekali mataku tak lepas melihat Ocha main dengan boneka dan juga pasir. Huh, kebiasaan anak itu. Tapi mau dibagaimanakan lagi sudah seperti itu kebiasaannya setiap kali aku membawa menyapu jalanan.

Ocha, dia tidak peka dengan lingkungan sekitarnya. Dia kurang tanggap untuk anak kecil berusia tiga tahun. Anakku itu tidak mengerti apapun. Dia masih polos layaknya kertas. Belum ada coretan yang menghiasi kertas polos nan kosong itu. Tidak ada pelangi yang ia gambar. Ketidakpekannya pada lingkungan sekitar membuatku khawatir dengan Ocha yang mungkin akan kesulitan bersosialisasi.

Bahkan dapat kulihat sekarang, ia tampak tenang dengan apa yang ia lakukan. Tidak merasa bisinh dengan suara kendaraan yang berlalu lalang di belakang punggungnya. Ia diam berkonsentrasi bagai orang yang sedang belajar. Terkadang hati kecilku berteriak setiap kali melihat penderitaan anakku. Yang tak pernah menemukan sebuah kebahagiaan, hanya kehampaan yang memenuhi ruang pikirannya.

Aku selesai menyapu bagian ini. Lalu mendekat kearah Ocha. Ocha sama sekali tak menyadari kehadiranku meskipun aku ada tepat disebelah kanannya. Hatiku teriris, sebegitu tidak peka kah anakku itu?

"Ocha sayang?" ucapku seraya menepuk pelan punggungnya. Ia menoleh menatapku dengan manik hitam legamnya.

"Ayo sayang kita pindah kesana," ajakku dan langsung saja anakku berjalan terlebih dahulu menuju warung Arni.

Aku menyusul Ocha dari belakang, lalu kembali menyapu jalanan yang kotor akibat daun-daun yang rontok. Tak sadar aku sudah menyelesaikan tempat terakhir menyapu. Hingga sebuah mobil mewah berhenti tepat di depanku. Pintu belakang mobil itu -berada tepat dihadapanku- terbuka, menampilkan gadis cilik yang sangat ku kenal.

Tina?

Dia berjalan kearah ku sebelum melambaikan tangan ke arah mobil yang tadi dia naiki.

"Mba?"

"Tina, kamu sudah pulang dek? Pulang diantar sama siapa itu?" tanyaku yang kepo.

"Oh, itu aku diantar sama papinya teman aku. Oh iya mba, dek Ocha mana?" gadis kecil itu menatap sekeliling.

"Itu disana," ujarku seraya menujuk ke arah Ocha yang asik dengan boneka beruang kecil kesayangan anakku. Aku melihat kearah jalanan dimana tepatnya mobil yang mengantar Tina. Sudah tidak ada.

Aku mendekati Ocha dan Tina yang sedang berinteraksi. Dapat kulihat Tina kesusahan mengartikan maksud yang akan disampaikan anakku. Aku tersenyum miris. Aku mengangkat tangan dan melihat kedua tanganku yang berada di udara. Sejenak ku berpikir, uang saja aku tidak memiliki banyak, bagaimana aku bisa mengobati anakku itu. Aku sedih tiap kali anakku itu kesulitan mengekspresikan apa yang dia ingin ungkapkan. Meski ada cara yang tradisional yang dapat membantu ia bisa kembali berbicara dengan mudah. Tapi aku ini tidak pandai. Kuliah saja aku tak sampai lulus, hanya saja kadar memiliki ijazah SMA.

Aku menghembuskan nafas lelah. Membawa kedua tanganku turun kesamping tubuhku. Aku mendekati keduanya lagi seraya menebarkan senyum terbaik yang kumiliki.

"Mba?" panggil Tina. Aku mengangguk.

"Aku lapar," ucapnya dengan nada bicara memelas dan mata yang berbinar. Aku tersenyum dan mengelus puncak kepalanya sayang.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang