Bagian Sembilan

22.2K 1.5K 67
                                    

Happy Reading
Sorry Typo, Guys!
______________________

Dia Yang Tak Dikenal

_____________________

Aku masih terpaku dengan dia yang menceritakan hal yang menurutku seharusnya tak dia ceritakan. Dan di akhir kalimat yang ia lontarkan membuat diriku ambigu. Aku diam tak ingin membalas apapun yang daritadi ia lontarkan, meski aku sendiri masih penasaran. Tapi untuk apa aku penasaran kehidupan pribadinya, sama sekali tak sopan jika aku menanyakan hal-hal yang mampu menyinggungnya.

"Boleh saya bertanya tentang anak Anda?"

"Boleh..." izin ku.

"Siapa namanya?"

"Ocha," jawabku singkat.

"Apa dia selalu sependiam itu jika diajak berbicara dengan orang asing? Bahkan saat saya bercerita kepada Anda tadi dia sama sekali tidak rewel." aku meringis mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Roy ini. Bagaimana aku harus menjelaskannya?

"Ocha memang sulit berbicara, jadi dia lebih pendiam." kulihat dia terkejut mendengar tuturan ku tentang Ocha.

"Apa benar seperti itu?" aku mengangguk.

"Ocha lahir prematur dulu, mungkin itu salah satu faktornya." dia tak menjawab lagi. Mungkin enggan untuk memperdalam hal itu.

Aku yang diam pun berfikir. Lalu seketika aku teringat tentang pekerjaan ku, tanpa basa-basi aku pun beranjak berdiri. Pria itu menatapku bingung, dan aku harus mengakhiri obrolan kami.

"Pak, saya harus kembali menyapu. Saya permisi." ujarku lalu membenarkan gendonganku pada Ocha.

Dia tersenyum maklum padaku. Dan senyuman itu mampu membuatku terpesona dan hampir menyukai dirinya tapi aku harus mengingat kembali bahwa aku tidak boleh jatuh hati pada siapapun. "Oh, baiklah. Semoga besok kita bertemu lagi,"

Aku mengangguk saja meninggalkannya setelah mengambil sapu lidi yang berada di dekatku. Memberi salam perpisahan pada Pak Irman. Aku merasa tangan Ocha bergerak-gerak di belakang tubuhku. Dan kulihat putriku itu tengah melambaikan tangan pada Pria itu, tentu saja Pria itu membalasnya sebelum akhirnya aku menghilang dari pandangannya.

--•••--

Malam ini, aku merasa sangat tenang, pasalnya anak-anak tidur lebih dulu. Biasanya pukul delapan malam mereka sama sekali belum sibuk, dan masih bermain entah apa saja yang penting mereka bermain bersama.

Kulihat Tina merengkuh tubuh putriku erat bahkan kakinya juga membelit kaki Ocha. Aku mendekat sekadar memberikan kecupan ringan di dahi kedua anak perempuan itu. Lalu merapatkan selimut tipis pada tubuh keduanya yang tampak nyenyak itu.

Aku melangkah pergi ke dapur, perutku terasa bergemuruh, dan aku hanya ingin meminum segelas teh hangat saja. Tiba-tiba saja pintu rumahku dikrtuk entah siapa itu.

Aku berjalan untuk membuka pintu. Dan sosok tinggi itu lagi yang mengunjungi rumahku. Pada malam hari seperti ini?

"Assalamu'alaikum..." ucapnya mengusap kepalaku yang tertutup kain itu. Setelahnya sosok itu melenggang masuk begitu saja tanpa mendengar jawaban salamku.

"Wa'alaikumsalam, kenapa ke rumahku malam-malam begini, Rik? Gak enak kalo tetanggaku lihat kamu ada di rumahku jam segini." ucapku dengan nada cemas lalu menyembulkan keplaku keluar rumah melihat keadaan di sekitar.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang