Bagian Dua Puluh Empat

14.4K 1.1K 102
                                    

Jaringan lagi jelek sehabis hujan deras.
Di tempat kalian hujan deras kah?

Turut berduka cita atas musibah yang menimpa saudara-saudara yang berada di Selat Sunda dan sekitarnya. 🙏🙏

Happy Reading!
Maaf Typo!
________________________

Dia Yang Tak Dikenal
________________________

Ruang rawat yang berisi pasien wanita paruh baya itu, nampak dipenuhi oleh anggota keluarganya. Semua mata tertuju pada pemilik ranjang yang nampak rapuh dengan muka pucat pasi. Bergeser sedikit kearah sebelah kanan ranjang, ada sosok pria patuh baya yang setia menggenggam erat tangan pasangannya, menatap cintanya dengan mata yang sama rapuhnya.

"Ini 'kan yang kalian berdua mau?" gumamnya. Terdengar oleh seluruh otang di ruangan itu karena jelas sekali disana tak ada yang membuka suara sejak wanita paruh baya itu dipindahkan dari IGD ke ruang rawat nomor satu.

Kakak beradik itu menoleh kearah pria yang bergumam itu. Menatap dalam diam punggung yang biasanya tegas namun kini tampak layu karena pasangannya terbaring di ranjang dengan infus yang menancap di punggung tangan wanitanya.

"Kalian puas setelah melihat Mama kalian terbaring disini? Setelah apa yang kalian lakukan Papa semakin yakin kalau kalian benar-benar puas melukai orang yang telah melahirkan kalian." ujarnya dengan suara yang cukup tenang.

"Ter khusus kamu Erik, kamu anak yang paling Mama-mu bangga 'kan dan seperti ini balasan kamu padanya." Ayah mereka melepas genggaman pada tangan sang Ibu lalu beralih menatap kedua lelaki yang sekarang selayaknya tersangka. "Papa tahu kalian sudah dewasa sekarang. Tapi apakah kalian sudah merasa hebat dengan melukai orang-orang disekitar kalian, apa kalian pernah berfikir apa akibat yang ditimbulkan sebelum berkelahi kemarin? Dimana otak kalian untuk digunakan?!" lelaki itu menggeram diujung kalimatnya.

"Maaf, Pa."

Kata-kata Roy itu mampu membuat Ayahnya terkekeh dengan wajah mengeras nya.

Lelaki paruh baya itu bangkit, berdiri tepat di depan dengan putra sulungnya.

"Jujur, kamu lebih mengecewakan dan semua masalah yang datang di keluarga kita sekarang ini bermula dari kamu. Seandainya kamu tidak berbuat hal aneh seperti itu mungkin keluarga kita tidak mengalami hal seperti ini. Dan Mama mu tidak akan berbaring di ranjang itu." dagunya terangkat menunjuk ranjang rawat tempat istrinya berbaring.

"Papa pulang, jaga Mama kalian."

Lalu bunyi pintu berderit yang keempat orang itu dengar.

"Aku dan Sisil ke kantin dulu, mau membelikan makanan." ujarnya tanpa mau menawarkan makanan pada kakak-kakak nya dan segera menggendong Sisil untuk dibawa ke kantin rumah sakit.

Dan tinggallah keduanya di dalam ruang rawat ibunya. Berada dalam keheningan bersama. Larut dengan pikiran yang tertuju pada satu orang, dan menyesali akibat dari apa yang mereka perbuat. Dari ekor matanya, Erik melihat bahwa Roy sama putus asa nya dengan dia, setelah melihat orang yang melahirkan dirinya terbaring lemah di ranjang rumah sakit itu, hati anak mana yang tak sedih melihat tubuh renta itu.

"Maaf."

"Maaf."

Ujar keduanya berbarengan. Saling menatap kedua netra itu.

"Seharusnya aku yang minta maaf, karena mungkin sudah menyakiti wanita yang menjadi temanmu itu. Dan maaf juga karena harus merebut dia darimu."

"Kakak tau?" dengan tampang bodoh nya Erik bertanya pada kakaknya. Roy mengangguk mengiyakan ucapan sang adik. "Darimana?"

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang