Bagian Dua Puluh Tujuh

20.2K 1.1K 101
                                    

Maafkan aku yang buat part ini jelek. Sekali lagi Maaf atas keanehan yang terjadi nantinya.

Happy Reading!
Maaf Typo!

_________________________

Dia Yang Tak Dikenal
_________________________

Suara kekehan memenuhi gendang telingaku. Aku yang saat itu tengah memandang wajahnya, menatap bingung tanpa mengerti maksud kekehan yang baru saja keluar dari mulutnya. Lalu matanya yang sempat memandang kemana-mana akhirnya tertuju padaku. Menusuk hingga hatiku ketakutan dibuatnya.

"Dapat darimana pemikiran bodohmu itu?!" ujarnya.

"Bahkan kamu belum pernah mendengar pengakuan saya tentang status saya selama ini. Jadi, jangan pernah menyimpulkan apa yang belum pernah kamu ketahui kebenarannya." sambungnya.

Aku terdiam. Dia benar dengan mengucapkan itu, tapi pemikiran ku tentangnya menangkap jika benar-benar sudah memiliki keluarganya sendiri. Dan mungkin bila aku mendengarkan pengakuannya secara langsung mungkin agak sulit kuterima nantinya.

"Sa–saya.." ugh apa ini kenapa aku menjadi tergagap begini. Namun, sedetik kemudian aku menatapnya lantang. "Saya tahu benar Anda memiliki anak. Dan itu sudah cukup membuktikan bahwa Anda sudah berkeluarga!"

"Berhenti bicara yang tidak-tidak. Saya belum menikah, dan kamu harus tahu itu!!" Bola mataku membesar. Sebelah tanganku membekap mulut. Mendengar pengakuannya itu membuatku terkejut.

Hatiku menjadi bertanya-tanya apakah semua yang baru saja ia keluarkan dari mulut tajamnya itu benar? Apa statusnya itu benar ? Dia belum menikah, tapi kenapa? Kenapa Tina bilang sahabatnya memanggil lelaki itu dengan sebutan 'Papi'. Padahal 'Papi' itu menujukan panggilan seorang anak pada ayahnya.

"Bohong! mana mungkin Anda belum menikah," ucapku masih tidak percaya dengan ucapannya barusan.

"Apa yang kamu mau saya lakukan untuk membuktikan bahwa saya belum menikah?"

Kenapa dia malah balik bertanya? Kepalaku dibuat semakin pusing olehnya. Teka-teki misterius sekarang sedang ia mainkan bersama ku. Dan aku bagai orang bodoh dalam permainannya itu. "Apa kau lihat?" ucapnya membuatku yang tadi memandang ke arah lain kembali menatapnya.

Dia mensejajarkan kesepuluh jarinya tepat di depan wajahku. Apa yang kini ingin ia tujukan? "Perhatikan dan lihat! Apakah di jari manis saya sekarang ada sebuah cincin yang dipasangkan?"

Aku menggeleng. Tidak ada sih, tapi bisa jadi dia sedang tidak ingin memakai cicinnya dan sedang disimpan disuatu tempat. "Jangan berpikir hal-hal yang konyol, Nona."

Aku jadi gelagapan saat pikiranku terbaca olehnya. Mataku berpencar di segala arah. Aku tidak ingin menatapnya sekarang, aku tidak ingin dia meremehkan ku yang bodoh ini.

"Apa sekarang kamu sudah percaya?"

Aku bingung menjawabnya harus seperti apa, karena selama ini yang ada di dalam pikiranku dia adalah lelaki beristri jadi sulit untukku menghapuskan julukan lelaki beristri pada lelaki di hadapan ku ini. Jika memang pada kenyataannya benar begitu, aku harus bagaimana lagi jika bukan menganggukkan kepala, percaya dengan apa yang dia katakan barusan.

Dan dengan berat hati aku menganggukkan kepala walau bukti yang dia tunjukan masih belum akurat dan aku belum bisa percaya. Tapi demi menghindari perdebatan yang mungkin akan berlangsung lama akupun memilih untuk mengiyakan ucapannya.

"Bagus kalau kamu percaya apa yang saya katakan." Dia menujukan senyum kemenangan nya, kemenangan atas permainan teka-teki misterius buatannya.

Aku kembali duduk di pinggiran gazebo. Kedua kakiku menjuntai di udara. Menggoyangkan secara perlahan agar mengusir rasa bosan karena pembicaraan kami telah berakhir.

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang