(3)

2.8K 88 2
                                    

Seminggu. Aurine kembali dengan rutinitas sehari-harinya. Sang Kakak bahkan mempersibukkan diri di perusahaan. Rumah kembali sunyi. Dari jendela yang berada di beranda kamar, ada hembusan angin menerpa masuk ke dalam kamarnya.

Berkalut lama menghabiskan waktu di dalam kamar tak mengenakan. Kurang menarik. Aurine memutuskan mengganti suasana.

'Pergi ke kafe tak ada salahnya. Menikmati suasana hiruk-pikuk dengan cuaca bagus,' pikir Aurine.

Aurine mengambil kertas memo ukuran kecil yang berada di laci meja sebelah lemari pakaian dan menuliskan pesan: Aku akan keluar sebentar ke kafe little rainbow yang berada di seberang jalanan dekat rumah.

-Aurine

Memilih tempat duduk di pojok yang sedikit tersembunyi bagi Aurine sudah nyaman sebagai tambahan ia dapat memanjakan matanya sebab ada jendela. Ia memandangi kota yang terlihat semua orang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sambil melihat pemandangan orang-orang di kota, Aurine menghidu aroma khas cokelat mengental, seringkali hal sederhana itu Aurine lakukan ketika berkunjung ke kafe Little Rainbow.

"Hai ... Rine. Apa kau menikmati cokelat panas lagi?" tanya gadis pelayan kafe berambut hitam yang terkuncir, poni pendek pelengkap gadis itu terlihat manis.

"O-oh, yah, Wenda. Seperti yang kau lihat. Menyesap dan menghirup aroma khas dari bubuk cokelat dan melihat keramaian kota Bogor." Aurine menjawab dengan santai.

"Apakah ada masalah yang terjadi padamu?"

Aurine menggeleng pelan. "Tidak, hanya saja aku merasa bosan di dalam rumah. Jadi, aku ya, ke kafe saja."

Sorot mata Wenda berpindah mengamati pintu masuk kafe. Mulai banyak orang-orang yang masuk ke dalam kafe.

"Maaf Rine aku sepertinya tidak bisa bercerita lama denganmu. Masih ada beberapa pelanggan yang harus aku layani." Wenda berkata sebelum pergi meninggalkan Aurine.

Aurine mengangkat bahu. Memberikan senyum akrab. "Tidak apa-apa, Wend."

Aurine menyesap kembali aroma cokelat panas setelah Wenda beranjak pergi. Lalu Aurine melihat keramaian kota Bogor di balik jendela kafe.

Hari akan semakin panjang. Pelanggan kafe semakin banyak berdatangan.

Keempat kalinya Aurine menyesap cokelat hangat itu. Reflek mata Aurine beralih pada sesosok pria yang tak asing.

"Bukankah dia yang di pesta keluarga Helander?" gumam Aurine.

Aurine mencoba memutar kembali ingatan pada pesta malam yang belum lama. Aurine mengingat pesta malam itu. Lalu Aurine bergumam, "oh, tunggu. Dia, pria itu, yang berada di ruangan banyak buku-buku, dan astaga dia juga pria yang bercinta di ruangan baca itu? Kenapa dia ada di kafe ini?"

Suara dering ponsel berbunyi, seketika pertanyaan yang ada di benak Aurine menghilang. Aurine lantas menjawab panggilan pada ponsel itu. Nama kontak yang muncul di layar: Bibi Karen.

"Halo. Rine?"

"Iya, ada apa, Bi?"

"Rine, cepat pulang. Ayahmu ...." Bibi Karen menggantungkan kata, terdengar nada gemetar dari seberang.

"Kenapa dengan Ayah, Bi?"

Suara Bibi Karen menjadi semakin serak dan membuat Aurine khawatir. "Aku akan segera pulang."

Aurine langsung mengakhir panggilan ponsel itu. Ia melangkah cepat keluar dari kafe, kemudian memanggil taksi.

Sampai di halaman depan pagar rumah, terlihat sebuah mobil van berwarna putih terparkir tepat di depan rumah keluarga Kenar. Aurine berusaha mengenyahkan pikiran buruk yang datang tiba-tiba.

Dua orang berpakaian putih-putih keluar mobil van bersama ranjang dorong.

Wajah Aurine memucat dan tak bisa lagi ia terisak. Apa yang dilihat olehnya sekarang ini, membuatnya berlari cepat dan melihat wajah itu kembali untuk memastikan bahwa ini mungkin salah.

"Ayah ... Tidak! Tidak! Kumohon jangan tinggalkan aku dengan Kak Joshua. Aurine, mohon bangun." Aurine menguncang lengan sang Ayah yang sedingin es.

Kaki Aurine tak bisa berdiri lama, tubuhnya mulai lemas dan penglihatannya mulai pening, seluruh pandangnya mengelap.

***

"Astaga, Rine! Pak Ali, tolong bantu aku membawa Aurine ke dalam kamar." Joshua bersama Pak Ali membawa tubuh Aurine menuju kamar.

"Pak Ali, tolong hubungi Dokter Michel," ucap Joshua telah selesai membaringkan tubuh Aurine ke tempat tidur.

"Bagaimana keadaan Aurine, Dokter?" tanya Joshua.

"Aurine mengalami emosi yang tidak baik karena jiwanya terguncang tentang kepergian Ayah kalian. Beberapa hari tetaplah disisinya. Berikan kata-kata hiburan atau pergilah ke suatu tempat agar dia terhibur, mungkin dengan begitu Adikmu bisa membaik, Josh," kata Dokter Michel. "Aku turut berduka untuk Ayah kalian."

Joshua senyum segaris, berupayah tak ingin terlihat sangat sedih di depan siapa pun. "Trims, Dokter."

"Josh, aku yakin kalian pasti bisa melewati semua ini dan aku harap kalian tetap menjaga kondisi tubuh kalian."

Dokter Michel menepuk punggung belakang Joshua kemudian. Pria itu mencoba menguatkan hati Joshua. Senyum lembut penuh pengertian itu, sedikit membuat diri Joshua tenang. Joshua berkata, "Semoga."

Kemudian Joshua mengantar sang Dokter sampai di pintu utama rumah. Setelah mobil sang Dokter tak terlihat Joshua memutar badan lalu melangkah menuju lantai dua arah kamar Aurine.

"Ayah ...! Ayah ....!" Aurine berteriak dengan langkah cepat Aurine turun dari tempat tidur dan berlari menuju lantai dasar dengan kondisi lemah. Air matanya keluar dengan deras.

"Oh Tuhan! Aurine!"

Ucapan Joshua tak didengar oleh Aurine ketika mereka berpapasan di anak tangga. Aurine tetap berlari. Namun tiba-tiba kakinya tidak sanggup berlari lagi hingga dengan lemas Aurine terduduk di lantai marmer.

"Rine?" Joshua memanggil dengan suara lirih.

"Kak. Ayah ... Ayah .... Ayah kita tidak pergi meninggalkan kita, kan?"

Joshua menatap kosong ke arah mata Aurine. Sebuah isakan tangis yang semakin kencang membuat Joshua kembali lagi ke alam sadarnya.

"Rine ... Ayah harus segera dimakamkan. Kumohon kuatlah dirimu, masih ada aku, Kakakmu." Joshua membungkukkan badan dan menurunkannya ke bawah, salah satu kakinya menekuk menempel di lantai.

Joshua berupayah memberikan senyum lembut kepada Aurine lalu memeluk adik satu-satu ia miliki. Joshua berusaha menenangkan. Meski Joshua juga sedih tapi Joshua tak bisa ikut lama sedih, Aurine membutuh Joshua karena Joshua satu-satu keluar Aurine miliki. Mereka hari ini harus mendukung satu sama lain hingga ke depan sebagai keluarga yang sudah tak punya kedua orang tua.

_______________________

Support me with vote and comments.
Thank you ...

Salam dan peluk hangat,
Ennve.

TD5BS [1]: Chasing Back of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang