(2)

4.5K 164 3
                                    

Salah kafe dekat arah kota Bogor, mulai berdatangan pelanggan satu demi satu lalu lebih dari satu. Kasak-kusuk suara orang-orang yang datang terdengar, menyatu di udara dan memantulkan gelombang suara yang diperbincangkan.

"Maaf, Tuan. Anda ingin memesan apa?" tanya pelayan kafe.

"Dua kopi susu dengan gula sedikit. Satu panas dan yang satunya dingin," balasnya singkat.

Kemudian pelayan tersebut pergi mengambil pesanan untuk dua orang pria.

"Ada apa kau memanggilku di kafe yang mulai ramai ini, Ryan? Kau tahu pekerjaanku masih ada yang belum terselesaikan," kata pria satu lagi, nada suaranya terdengar marah.

"Ya. Saya tau, kau sangat sibuk. Namun sekali-kali kau membutuhkan udara segar," ujar Ryan, pria paruh baya dengan rambut berwarna hitam legam.

Ryan tersenyum santai sambil menaruh sebuah amplop kuning besar di atas meja lalu dia mendorongnya kepada pria yang duduk berhadapan dengannya.

Tak lama pelayan kafe sebelumnya datang, mengantarkan dua cangkir kopi kepada dua orang pria. "Maaf, Tuan, ini pesanan Anda."

"Terima kasih." Ryan membalas ucapan pelayan itu sebelum pelayan itu beranjak pergi.

"Apa ini?" pria dengan rambut berwarna cokelat mengernyit.

"Buka saja, Alex." Ryan berkata pelan, namun ekspresi Ryan adalah bentuk keseriusan.

Alex membuka amplop Ryan berikan dan membaca isinya. Kening Alex mengernyit ketika membaca tulisan tangan dari secarik kertas dan sekejap emosi Alex menjadi kesal sebab keputusan dalam tertulis pada secarik kertas itu tidak disukai Alex serta juga tidak akan Alex setujui

"Tidak! Aku tidak akan pernah melakukan hal bodoh yang dituliskan di kertas ini. Ryan, aku sudah memiliki Adriene." Alex menghentakan kertas yang Ryan berikan ke atas meja.

"Aku tau hubunganmu dengan Adriene Lee. Kalian adalah pasangan kekasih, tapi bisa—" Ryan tersentak, kalimatnya langsung terpotong dengan Alex yang langsung menginterupsi, "Tidak! Aku tidak akan melakukannya. Dan aku harus segera pergi."

Alex dengan tatapan dingin berdiri dan hendak beranjak meninggalkan meja.

"Alex. Apakah kau tau alasan mengapa Kakekmu melakukan hal perjanjian itu?" Ryan berkata tenang dan berhasil membuat Alex berhenti.

Mata Alex menatap dalam mata Ryan. "Apa maksudmu? Alasan?"

"Yah, ada Alasan di balik perjanjian yang Kakekmu tuliskan. Jika kau ingin mengetahuinya, aku akan memberitahukannya. Bagaimana?"

Alex memicing, setengah hatinya tertarik ingin tahu. Akhrinya, Alex memutuskan duduk kembali pada tempat tadi. "Ceritakan padaku. Aku Akan mendengarnya."

"Seperti yang kau baca di dalam kertas itu.  Apa yang disampaikan bukan sembarangan. Di situ mengatakan tentang berjodohan antara keluarga Helander dengan keluarga Kenar. Kau sudah membacanya, ya. Namun perjodohan kedua belah pihak ini bermula ..." Ryan menjeda sebentar ucapannya, lalu dia melanjutkannya dengan tenang. "... saat itu, usia Mark, Ayahmu berumur 29 tahun. Dia telah mengidap penyakit gagal ginjal kronis. Setiap hari Mark harus mencuci darah di rumah sakit. Penyakit Ayahmu—maaf, lebih baik aku langsung ke cerita keadaan Ayahmu mulai buruk oleh kondisi tubuh yang mulai melemah. Alex Ayah sudah saat itu."

"Terserah, Ryan." Alex menjawab dengan acuh namun masih mendengar. Hanya itu pilihan ia saat ini agar tidak ada kesalahpahaman di masa depan.

"Pada saat Mark selesai menemui seorang klien untuk proyek cukup besar di sebuah restoran Jepang, tiba-tiba Mark pingsan saat keluar dari restoran itu. Untunglah, teman Kakekmu yaitu Benny Kenar berada di dekat restoran itu. Dia membawa Ayahmu ke rumah sakit terdekat. Ketika mengetahui bahwa Ayahmu adalah anak Ronald Helander secepatnya Ben menelepon Ronald. Tak lama Kakek dan Ibumu datang. Dokter memberitahukan bahwa kondisi Ayahmu harus segera mendapatkan donor ginjal yang baru dan jika terlambat sedikit saja hal buruk akan terjadi."

Ryan menatap Alex dengan serius dan menarik kembali napas untuk berusaha mengumpulkan kekuatan bercerita kembali.

"Ayahmu tidak akan tertolong. Dengan ketulusan hati, Ben memberikan ginjalnya kepada Ayahmu. Ben tidak pernah meminta apa pun dari keluargamu untuk membalas budinya, karena dia senang bisa membantu sahabat terbaiknya. Ayahmu pun telah terselamatkan pada saat itu. Namun dua hari setelah itu Kakekmu mendapatkan kabar duka meninggalnya Ben."

"Aku tahu itu." Alex merespon setelah Ryan berhenti sebentar. Dan Alex tak akan mengelek terhadap kesehatan sang Ayah. Dulu Alex pernah diceritakan oleh sang Ibu bahwa sang Ayah mempunyai riwayat kesehatan buruk di masa lalu.

"Ben meninggal karena kondisi jantungnya telah melemah. Ketika Ben di bawah ke rumah sakit, napas terakhirnya terembus. Dia tidak bisa tertolong. Segera, Kakekmu menghubungiku. Dia menyerahkan surat wasiat dia buat sendiri padaku yang sebagaimana yang kau baca dalam surat tersebut."

"Kakekku terlalu baik. Tetapi aku tidak habis pikir keputusan ia putuskan dapat membuat tidurku tidak baik."

"Aku mendapatkan informasi bahwa cucu pertama Benny adalah laki-laki, tapi empat tahun kemudian lahir seorang anak perempuan. Aku segera membuat pertemuan bersama Rolland, anak Ben Kenar dan menceritakan semua kepadanya."

Alex masih mendengarkan kata-kata Ryan.

"Rolland Kenar sedikit syok mendengar maksud tujuan Kakekmu ingin menjodohkan cucunya dengan cucu Ben. Rolland awalnya terlihat bimbang, tapi ketika kuyakinkan, dia menyetujui perjanjian tersebut. Sekarang, apakah kau akan menerima pesan terakhir Kakekmu, Alex?"

Alex kehabisan kata-kata sungguh ironis keluarga mereka. Alex mencoba menelaah semua perkataan yang diucapkan Ryan tadi, sebelum membuat keputusan.

Ryan mengubah posisi duduk kemudian dia melipat tangan ke depan dada dan kembali berkata, "Jika kau menolak, semua aset harta warisan Kakekmu dan tentunya milik Ayahmu, akan diberikan ke  yayasan teman SMP Kakekmu, dan perusahaan akan diberikan kepada pemerintah negera ini." Ryan melanjutkannya.

Alex merutukkan kata pepatah yang menjadi legenda dalam kehidupan manusia bahwa hidup penuh dengan pilihan.

"Berikan aku waktu berpikir. Aku akan segera mungkin meneleponmu."

"Baiklah aku akan menunggu jawabanmu kapan pun. Tapi aku tidak bisa menunggu lama, Alex."

Alex kemudian pergi dari hadapan Ryan tanpa berkata banyak dan meninggalkan kafe tersebut.

_______________________

Support me with vote and comments.
Thank you ...

Salam dan peluk hangat,
Ennve.

TD5BS [1]: Chasing Back of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang