(14)

2.2K 82 1
                                    

Aurine mengumpulkan tenaga setelah berlari kabur dari seseorang menyebalkan lalu menyeka bibir dengan lengan secara kasar. "Bajingan sinting! Alex, sialan! Mesum, keparat, bedebah psikopat!"

Aurine memegang dinding, bersandar, menahan tubuhnya yang ingin terjatuh lemah. Ia melarikan diri dari Alex dengan terengah-engah sembari melirik ke belakang, mewaspadai mungkin saja Alex menyusul.

"Aurine?"

Suara itu tidak asing terdengar dan kepala Aurine mendongak ke depan—memandang pada orang yang memanggil namanya. "Jack?"

"Kenapa kau bisa berada di sini, Aurine?"

Aurine mencoba menetralisasikan napasnya kemudian mengubah tubuhnya menegap normal.

Berusaha tersenyum, itulah yang Aurine coba tampilkan di balik wajahnya kaku.

"Oh, um, Jack hai." Aurine membalas dengan ucapan gagap, senyumnya mengaku sedikit ke arah Jack.

Jack mendekat pada Aurine, ada tatapan bingung melihat Aurine.

Melihat garis wajah Jack yang seperti sedang mengamati apa yang telah terjadi, Aurine langsun berseru. "Pembukaan ProundCar Life. Kakak aku diundang dan aku di ajak olehnya. Kalau kau sendiri mengapa ada di sini?"

"Aku bersama manajerku mengadakan pertemuan dengan manager dari perusahaan ini."

"Oh."

"Apa kau sudah pernah berkeliling di perusahaan ini?"

Permintaan Jack seperti menawarkan ajakan mengelilingi perusahaan keluarga Helander.

"Belum. Apa kau sudah pernah melakukannya?" Aurine bertanya balik, bisa saja Jack belum melakukan aksi penjelajahannya di perusahaan ini, kan?

"Pernah. Kalau tidak salah dua kali aku berkeliling," ucap Jack setelah mengingatnya kembali. "Bagaimana kalau kita mengelilingi bagian perusahaan ini? Sepertinya menarik bukan?"

Aurine tertegun sejenak, dan apa yang dikhawatirkannya terjadi.

Aurine mengulum senyum paling indah namun memaksa. "Benar. Sepertinya menarik."

Jack sudah menarik jemari tangan Aurine dan menggengamnya dengan lembut. "Kalau begitu, ayo. Kita juga harus banyak berbicara, kalau tidak, akan membosankan nantinya."

Jack dan Aurine berjalan bersama, Jack sesekali bercerita mengenai pekerjaannya.

Aurine ternganga, matanya mengerjap. "Jack, bukankah ini melanggar privasi perusahaan? Maksudku kita sekarang ada di bagian atap perusahaan orang."

Jack mengedik, genggaman tangannya terlepas. Jack melangkah, kedua tangannya merentang. "Ini sangat memukau! Bintang-bintang di langit sana bertaburan banyak. Bahkan terlihat semakin dekat," teriaknya.

Aurine memandang langit. Bintang-bintang di langit Bogor memang banyak dan bintang-bintang itu terlihat dekat sebagaimana yang Jack katakan belum lama. Aurine mengukir senyum tipis.

"Kau suka memandangi langit dan bintang, Jack?"

Jack memutar badan lalu mengedik, kedua tangannya berada dalam saku celana. "Yeah. Bagaimana denganmu?"

Aurine berjalan sambil bersedekap. "Orang-orang pada umumnya memang suka langit dan bintang, termasuk aku."

"Tidak semua menyukai langit dan bintang. Entah berapa tahun ke depan bintang-bintang di langit tak akan banyak seperti sekarang. Evolusi selalu memakan keindahan bumi."

"Apakah salah satunya perkembangan zaman?"

Jack menggeleng. "Zaman tidak berkembang, orang-orang yang membuat hal-hal baru menjadi berkembang setengah mendekati semesta."

"Pikiran dari orang-orang yang lebih relevansi mengubah semesta, menurutmu bagaimana Jack?"

"Ungkapan bagus. Lebih relevan pikiran orang-orang yang membuat beragam ide. Kadang-kadang ide mereka merupakan tindakan keegoisan yang terlalu beritikad merusak semesta. Tempat tinggal mereka." Jack berkata. "Aku pernah mendengar kalimat dari sebuah film yang mengatakan bahwa ideologi itu damai, tapi sejarah itu kejam. Jadi kesimpulanku sejarah telah memengaruhi hal-hal yang indah di semesta ini."

Kadang-kadang Aurine mengamati sudut bumi ini kecil lalu pikiran orang-orang yang egois atas suatu keinginan. Namun kali ini setengah pemikiran Aurine sedikit sama dengan Jack. Orang-orang yang kadang-kadang suka bertindak tidak memikirkan dampaknya.

Bunyi ponsel berdering memecahkan keheningan yang terjadi.

Jack mengambil ponsel lalu mengangkat panggilan itu. "Emalia, ya, ada apa?"

Aurine tidak ingin terlalu tahu percakapan Jack di ponsel, Aurine sedang menikmati sisa-sisa malam bertabur bintang yang dipandanginya.

"Aku di lantai empat." Jack berkata. "Baiklah. Kalian tunggu saja di mobil. Aku akan segera ke sana."

Panggilan itu pun berakhir dan Jack beralih memandang ke arah Aurine.

"Sepertinya aku tidak bisa menemanimu lebih lama mengelilingi perusahaan ini. Manajerku sudah menungguku di lobi," sahut Jack.

"Tidak apa-apa, Jack. Lagi pula setelah ini aku akan ke tempat Kakakku."

"Baiklah. Lain waktu, ketika kita bertemu nanti, aku akan mengajakmu ke sebuah tempat yang pastinya lebih bagus dari ini," kata Jack lalu pria itu mengukir senyum yang menawan. "Dan boleh aku meminta nomor ponsel dan surelmu?"

Aurine mengangguk pelan.

Jack menyodorkan ponselnya dan kemudian Aurine mengetik nomor ponsel dan surelnya.

"Oke. Trims," kata Jack.

Aurine tersenyum.

Setelah itu Aurine dan Jack kembali ke tempat mereka bertemu. Dan terakhir Jack dan Aurine berpisah arah. Jack melangkah menuju lobi dan Aurine menuju ke tempat Joshua.

_______________________

Support me with vote or comments.
Thank you ...

Salam dan peluk hangat,
Ennve.

TD5BS [1]: Chasing Back of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang