BAB 4 - "Selamat makan sayang!"

2.7K 151 2
                                    

"Kakak-kakak! Tendanya kebakaran!" teriak gue heboh.

"Apa? Tendanya kebakaran?"
   
"Hah? Serius?"

"OMG! Barang gue!"

"Woy, gue belom selesai mandi!"

Mendengar teriakan panik gue, mereka spontan berhamburan keluar dari kamar mandi, dan berteriak tak kalah panik dari gue.

Dan lihat, bahkan yang ada didalem kamar mandi pun ngebirit balik ke tenda dengan penampilan yang acak-acakan.

Buahahahahaha..

Lalu dengan sekejap, kamar mandi putri tampak sepi, hanya terdengar aliran air dari kran.

Gue balik menuju depan pintu utama kamar mandi, disana ada Yeyen, Tika, dan Dewi yang berdiri sambil melongo.

"Ayok mandi." ajak gue dengan nada santai.

"Parah lo, Key." celetuk Dewi.

"Gila, nekat ya lo." lanjut Yeyen.

"Gue nggak tanggung jawab ya." sambung Tika dengan ekspresi paniknya yang nggak beda jauh dengan ekspresi panik korban berita palsu gue barusan.

"Wahh.. Solid dong solid." tegur gue dengan kesal.
 
Gue udah bikin kita berempat agar nggak ikut antrian mandi, eh malah mereka nggak berterima kasih. Ya gue tahu sih kalo cara gue salah, gue cuma lagi kurang kerjaan aja sebenernya.

"Panggilan untuk Keyla Amanda, peserta perkemahan akbar dari Kwarcab Nusa. Segera untuk ke tenda panitia sekarang juga.

Suara pengumuman dari speaker umum di bumi perkemahan itu terdengar sangat tegas.

Shit!

Pasti salah satu dari mereka ada yang ngebaca identitas gue dari kalung id card.

   

"Its okay, gue bakalan selesein masalah ini. Kalian mandi aja." ucap gue lalu pergi menuju ke tenda panitia yang tak jauh dari area kamar mandi.

Berani berbuat, berani bertanggung jawab! Itu adalah motto hidup dari sohib gue, Bobby. Dan gue kali ini, berpegang teguh pada motto hidup dia.

Gue berjalan menuju tenda panitia tetap membawa perlengkapan mandi yang gue masukkin ke dalam tas tipis berukuran sedang seraya menggunyah permen karet sisa pemberian dari Candra tadi. Entahlah, gue sama sekali nggak merasa bersalah atas kejadian tadi.

"Kamu yang bernama Keyla Amanda dari Kwarcab Nusa?" ucap kakak pembina pria dengan ekspresi datar saat gue baru tiba di depan tenda panitia.

Dia tampak sedikit melirik kalung id card gue, mungkin mengecek identitas gue, takut salah orang kali.

"Iya kak." jawab gue pelan.

Gue hanya bisa menunduk sambil menatap sepatu dan rerumputan saat kakak pembina itu berjalan mendekati gue.

"Kamu tahu kan kenapa kamu dipanggil disini?"

"Sekarang, coba jelaskan apa maksud dari perbuatan kamu tadi, lalu segera meminta maaf kepada teman-temanmu yang sudah menjadi korban keusilanmu tadi." suruhnya tanpa perasaan.

"Tadi aku tuh iseng kak, males antri mandi, aku tadi juga kurang kerjaan sih sebener-"

"Cukup, sini kamu!" perkataan jujur gue disela oleh bentakannya.

Kakak pembina itu berjalan memasuki tenda panitia yang terbuka. Lalu ia duduk di salah satu kursi dan didepannya ada meja yang berisi berkas-berkas.Gue jalan mengekor dibelakangnya.

"Sekarang, saya akan memberikan hukuman buat kamu." kakak pembina yang cukup tampan itu mengeluarkan satu buku tulis dari laci meja.

"Hukuman apa kak? Jangan yang susah loh kak."

Bukan Cinta Sepatok TendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang